<![CDATA[Paroki St. Yohanes Rasul Wonogiri - Katekese]]>Wed, 08 Oct 2025 08:18:24 +0700Weebly<![CDATA[Hello Romo!]]>Sun, 24 Dec 2034 17:00:00 GMThttps://parokiwonogiri.or.id/katekese/hello-romoBerikut adalah kolom untuk bertanya pada Romo. Silakan menulis nama dan pertanyaan di kolom komentar. E-mail dan website dikosongkan saja apabila tidak punya.]]><![CDATA[Doa Warisan Yesus]]>Tue, 07 Oct 2025 17:00:00 GMThttps://parokiwonogiri.or.id/katekese/doa-warisan-yesusPuncta 8 Oktober 2025
Rabu Biasa XXVII
Lukas 11:1-4

KADANG saya prihatin, ketika minta seseorang untuk memimpin doa dan dijawab, “Jangan saya Rama. Bapak itu saja. Saya gak bisa.” atau “Yang lain saja Rama, pak prodiakon saja.” Di antara prodiakon tak jarang juga saling lempar-lemparan. 

Padahal kita semua pasti hapal doa Bapa Kami, doa yang diajarkan Tuhan Yesus sendiri. Ketika merasa buntu pada saat memimpin doa, Bapa Kami bisa secara spontan menjadi pilihan kita. Doa itu sudah mencakup banyak hal dan sarat dengan makna.

Kita boleh menyebut Allah sebagai Bapa, itu sudah merupakan anugerah besar. Allah bukan pribadi yang jauh, transenden, tetapi juga dekat akrab, imanen. Ia adalah Allah yang bersama kita, Emanuel.

Tujuan doa kita adalah pertama-tama memuliakan, menyembah dan mengagungkan nama Tuhan. “Dimuliakanlah Nama-Mu.” Kita juga memohon agar Kerajaan-Nya datang di tengah-tengah kita. Jika Kerajaan Allah hadir, maka akan ada sukacita, damai, tentram, nyaman dan bahagia. 

Doa itu juga mengajak kita untuk taat dan setia melaksanakan kehendak Allah di surga. “Jadilah kehendak-Mu di atas bumi seperti di dalam surga.” Sering kita memaksakan kehendak kita. Yesus mengajarkan yang pertama-tama adalah kehendak Allah yang terjadi. Seperti ketika Yesus berdoa di Taman Getsemani, “… tetapi bukanlah kehendak-Ku melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” Maukah kita melaksanakan kehendak-Nya lebih dulu daripada kehendak, kemauan atau keinginan kita sendiri? Di sini dibutuhkan sikap rendah hati.

Sesudah itu baru kita memikirkan rejeki setiap hari dan mengampuni kesalahan sesama. Ini juga butuh kerendahan hati. Cukup rejeki pada hari ini, dan besok kita boleh berdoa meminta lagi. Tidak perlu kawatir dengan menimbun banyak rejeki. Tuhan sudah tahu kebutuhan kita setiap hari.

Pengampunan adalah pembenahan hidup dengan sesama. Kita diajak berani mengampuni orang lain, agar kita juga diampuni Tuhan. Pengampunan itu akan membebaskan kita dari semua yang jahat. 

Kalau kita kesulitan berdoa, berdoalah doa warisan Yesus ini, doa Bapa Kami. Doa yang singkat, padat dan sarat maknanya.

Buaya berjemur di pinggir kali,
Mulutnya terbuka dimasuki kelinci.
Berdoalah selalu setiap hari,
Bapamu akan memberi rejeki. 

Wonogiri, marilah berdoa
Rm. A. Joko Purwanto, Pr]]>
<![CDATA[Aku ini Hamba Tuhan]]>Mon, 06 Oct 2025 17:00:00 GMThttps://parokiwonogiri.or.id/katekese/aku-ini-hamba-tuhanPuncta 7 Oktober 2025
Pw. St. Perawan Maria, Ratu Rosario
Lukas 1:26-38

MODERNISASI mengubah relasi antar manusia. Semangat kesetaraan, hak asasi dan emansipasi menyebar dengan cepat. Namun demikian nilai-nilai keutamaan, seperti sopan-santun, saling menghormati, sadar diri atau “empan papan”, masih terus dirawat dan dilestarikan di berbagai belahan dunia. 

Masyarakat Jepang modern, dengan teguh tetap merawat sikap dan perilaku hormat kepada sesama dan Tuhan. Ojigi yaitu sikap badan membungkuk sebagai tata krama untuk menghormati sesama yang telah tumbuh sejak abad 3, masih menjadi jatidiri bangsa Jepang hingga saat ini. Sikap ini mengekspresikan hormat dan sadar diri sekaligus.

Sebagai orang Kristen, kita bisa menyebut Tuhan Yesus sebagai kawan akrab, “Bestie”, sahabat dekat, atau apalah menurut pandangan kita. Tetapi kita tetap harus sadar penuh hormat, bahwa Dia adalah Tuhan yang harus dihormati. 

Sikap inilah yang ditunjukkan Maria ketika menerima kunjungan Malaikat Gabriel yang mengabarkan kelahiran Sang Emanuel. Kendati Maria bisa berbicara langsung kepada utusan Tuhan, namun dia sadar akan kerendahannya. Ia berkata, "Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu."

Sikap hormatnya ditunjukkan dalam ketaatan dan ketakwaannya sebagai hamba yang harus menjalankan perintah tuannya. Maria sadar diri sebagai hamba. Sikapnya disertai dengan tindakan nyata dengan melaksanakan kehendak-Nya.

Apakah kita juga punya sikap hormat dan taat kepada Tuhan seperti Perawan Maria? Memang kita adalah anak-anak Allah yang dikasihi-Nya, tetapi kita juga harus sadar diri sebagai hamba yang hormat pada kehendak tuannya. 

Maria-lah teladan orang yang dekat dengan Tuhan, yang tetap rendah hati menjadi hamba dihadapan-Nya.

Bunga di taman indah bermekaran
Ada yang merah, kuning dan ungu
Aku ini hanyalah hamba Tuhan
Pakailah menurut kehendak-Mu

Wonogiri, hanyalah hamba tak berguna
Rm. A.Joko Purwanto, Pr]]>
<![CDATA[Tembok Pemisah]]>Sun, 05 Oct 2025 17:00:00 GMThttps://parokiwonogiri.or.id/katekese/tembok-pemisahPuncta 6 Oktober 2025
Senin Biasa XXVII
Lukas 10:25-37

Di Jerman pernah ada Tembok Berlin yang memisahkan Jerman Barat dan Jerman Timur. Di Peru ada “Wall of Shame,” yang memisahkan perkampungan kaum miskin dengan hunian orang-orang kaya. Tembok ini dibangun sepanjang 10 km dengan ketinggian 3 meter dan di atasnya dipasangi kawat berduri agar orang miskin tidak mencuri atau merampok harta orang-orang kaya. 

Tembok ini menjadi aib karena memisahkan sesama manusia. Dalam kehidupan kita sering ada tembok-tembok pemisah yang tidak kelihatan. Kita membuat tembok pemisah karena beda suku, agama, ras, status sosial, pendidikan, atau sekedar gaya hidup. Ketika kita tak mau bergaul dengan yang beda agama, beda suku atau kelompok, kita sedang membangun tembok pemisah. 

Dalam perumpamaan Orang Samaria ini, Yesus menunjuk sebuah tembok pemisah yang tidak tampak tetapi nyata antara ahli Taurat dengan orang kafir.

Untuk menjawab pertanyaan Ahli Taurat tentang siapa sesama manusia, Yesus bercerita tentang tindakan seorang imam, Lewi dan Orang Samaria. Mereka berjumpa dengan orang yang dirampok. Imam dan Lewi hanya lewat saja dan tidak menolong. Mereka menganggap orang yang dirampok itu orang asing, orang kafir. Menyentuhnya, kita akan tertular kenajisannya. Ada tembok pemisah atas nama aturan agama.

Yang menolong justru Orang Samaria yang dianggap sebagai bangsa kafir karena mereka telah bercampur dengan bangsa-bangsa asing. “Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?" tanya Yesus.

Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya." 
Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!"

Pesan Yesus jelas, jangan membuat tembok-tembok pemisah dalam kehidupan bersama. Kasihilah dan tolonglah sesamamu tanpa membeda-bedakan agama, warna kulit, suku, status sosial, atau jumlah saldonya.

Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri
Airnya surut karena tidak ada hujan
Mengasihi itu seperti cahaya matahari
Dia menerangi tanpa membeda-bedakan

Wonogiri, kasihilah sesamamu
Rm. A.Joko Purwanto, Pr]]>
<![CDATA[Siapakah Aku Ini?]]>Fri, 03 Oct 2025 17:00:00 GMThttps://parokiwonogiri.or.id/katekese/siapakah-aku-iniPuncta 4 Oktober 2025
Pw. St. Fransiskus Asissi
Sabtu Imam
Lukas 10:17-24

Saya baru selesai menyeduh kopi ketika seorang teman lama menelpun. Dia mengatakan akan datang berkunjung. Kebetulan saya sedang luang sehingga tidak ada alasan untuk menolaknya. Dia juga seorang imam, hanya beda tahun tahbisan dengan saya.

Kami mengobrol asyik di teras belakang paroki. Setelah menyeruput kopinya, dia bercerita tentang keluarganya dan perjalanannya sampai menjadi imam. Ia berasal dari desa yang cukup jauh dari kota, sehingga merasa sebagai orang udik. Secara ekonomi keluarganya sederhana, tidak kaya, tapi selalu menolak dikatakan miskin. Orang tuanya buruh tani dan bekerja serabutan, sehingga penghasilannya tidak menentu. Sangat tergantung dari orang yang membutuhkan tenaganya.

Berulang kali dia mengatakan sangat bersyukur bisa sekolah di Seminari. Semua karena bantuan dari paroki. Orang tuanya tidak mampu untuk membiayai. Sebelum masuk Seminari dia bekerja sambil sekolah. Pastor paroki bermurah hati mempekerjakan dia di pasturan. Tugasnya seperti kosterlah. Apa saja dikerjakan di luar jam sekolah.

Dari menjadi koster itulah keinginannya untuk menjadi imam tumbuh. Dia menceritakan juga bagaimana dia berjuang dengan tekun, hingga akhirnya ditahbiskan menjadi imam. Saya tercekat mendengarkan kisah hidupnya. Tetapi dia meyakinkan saya bahwa kerja keras itu bukan yang utama. 
 
“Hanya karena kebaikan dan kasih Tuhan saja, saya bisa menjadi seperti sekarang ini,” dia menegaskan dengan sangat yakin.

“Siapakah aku ini sampai dianugerahi kuasa ilahi untuk mempersembahkan Ekaristi, mengubah hosti menjadi Tubuh Kristus dan anggur menjadi Darah Kristus? Aku orang hina yang tidak pantas, tetapi dikasihi Tuhan.” Dia mengakhiri kisahnya, terdiam sebentar dan menyelesaikan tegukan terakhir kopinya.

***
Ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata: "Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu." 

Namun Yesus mengingatkan, “Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu. Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga."

Semua itu berasal dari Allah. Kalau bukan karena kebaikan Allah, tak mungkinlah kami mampu melakukan tugas perutusan ini. Maka dibutuhkan kerendahan hati dan ketulusan. Kami sadar bahwa kuasa tahbisan itu adalah anugerah dan bukan hasil kehebatan kami.

Kuasa itu diserahkan kepada Yesus oleh Bapa dan tak seorang pun dapat memperolehnya kalau tidak diberikan oleh Yesus dan kepada siapa Yesus berkenan menyatakan hal itu. Kuasa itu melulu anugerah. Bukan karena jasa dan kehebatan kita. Menjadi utusan Tuhan adalah berkat. Kita menjalani dengan tulus ikhlas dan sukacita, niscaya berkat Tuhan juga melimpah.

Aku menulis pantun jenaka,
Dikiranya itu adalah kejadian nyata.
Kita adalah hamba tanpa jasa,
Mendapat kasih karunia tak terhingga.

Wonogiri, syukur atas imamat mulia
Rm. A.Joko Purwanto, Pr]]>
<![CDATA[Anak yang Durhaka]]>Fri, 03 Oct 2025 14:11:52 GMThttps://parokiwonogiri.or.id/katekese/anak-yang-durhakaPuncta 3 Oktober 2025
Jum’at Biasa XXVI
Lukas 10:13-16

KITA pasti hapal dengan kisah Malin Kundang. Cerita rakyat ini berasal dari Sumatera Barat. Tepatnya di desa Air Manis yang diapit oleh Pulau Pisang Besar dan Pisang kecil. Sekarang menjadi tempat wisata yang banyak dikunjungi turis.

Tokoh utama dalam kisah ini adalah Malin dan ibunya Mande. Ibu Mande memelihara Malin yang dikundang-kundang (digendong kemana-mana) sendirian, karena suaminya pergi merantau tak pernah kembali.

Oleh orang kampung, anak ibu Mande dikenal dengan Malin Kundang. Ia tumbuh menjadi pemuda yang gagah. Malin akhirnya juga berlayar untuk merantau. Dia berhasil menjadi saudagar kaya raya.

Ia pulang ke kampung halamannya, disambut oleh warga dan ibunya yang miskin tua renta. Namun Malin tidak mau mengakui Mande sebagai ibunya. Karena kaya, ia menjadi angkuh dan sombong.

Akibatnya, Mande mengutuk anak yang durhaka itu. Ia minta kepada Tuhan Yang Mahakuasa, agar menghukum anaknya. Malin Kundang dikutuk menjadi batu dan terdampar di pantai bersama puing-puing kapalnya.

Yesus mengecam tiga kota yakni Khorazim, Betsaida dan Kapernaum. Kecaman adalah peringatan kepada warga kota itu untuk bertobat. Mereka diminta untuk bertobat karena telah mendapat banyak mukjizat Tuhan.

Kebaikan Tuhan harus ditanggapi dengan perubahan hidup, alias bertobat. Tanpa usaha pertobatan atau perubahan ke arah kebaikan, tidak ada artinya belas kasih Tuhan itu. 

Maka Yesus prihatin dan mengungkapkan kecamannya terhadap penduduk tiga kota itu. "Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! 

Karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung.”

Kita pun juga diajak bertobat, memperbaharui diri karena Allah begitu baik kepada kita. Tanpa pembaharuan hidup kita tidak menghasilkan buah-buah iman. Janganlah kita menjadi anak durhaka seperti Malin Kundang. Mari kita bertobat.

Malin Kundang naik pesawat,
Menuju ke Padang, Sumatra Barat.
Mari kita semua bertobat,
Perbaharui diri agar kita selamat.

Wonogiri, tak ada kata terlambat.
Rm. A.Joko Purwanto,Pr]]>
<![CDATA[Kula Tansah Dipun Jagi Malaekat]]>Wed, 01 Oct 2025 17:00:00 GMThttps://parokiwonogiri.or.id/katekese/kula-tansah-dipun-jagi-malaekatPuncta 2 Oktober 2025
Pw. Para Malaikat Pelindung
Lukas 10: 1-12

DALAM Katekismus Gereja Katolik No. 336 disebutkan, “sejak masa kanak-kanak sampai pada kematiannya, malaikat-malaikat mengelilingi kehidupan manusia dengan perlindungan dan doa mereka. 

“Setiap malaikat mendampingi setiap orang beriman sebagai pelindung dan gembala, supaya menghantarnya pada kehidupan.” (Basilius, Eun.3,1)

Perlindungan dan penyertaan malaikat itu dihayati oleh banyak umat dalam syair lagu yang memberi rasa aman tentram dan sejuk di hati. 

“Kula tansah dipun jagi malaekat. Juru pamong ingkang setya yekti. Rinten dalu tansah nyuwun keng rahmat. Kang supados gesang amba murni.”

Ini semacam lagu nina bobo yang menghantar kita anak-anak dalam ketenangan jiwa karena selalu dijaga oleh malaikat pembimbing. Setiap saat selalu memohon rahmat agar supaya hidup kita suci murni. 

Para malaikat adalah makhluk rohani yang memuliakan Allah tanpa henti-hentinya dan melayani rencana keselamatan-Nya untuk makhluk lain. 

Santo Tomas Aquinas berkata, “dalam segala pekerjaan baik, para malaikat bekerjasama dengan kita.”

Seperti para malaikat melayani Tuhan dengan melaksanakan firman-Nya, demikian kita para murid juga diutus mewartakan Kabar Baik kepada semua orang. Kita diutus pergi berdua-dua untuk membawa damai sejahtera kepada semua orang.

Dalam segala pekerjaan baik, Tuhan mendampingi kita dengan mengutus malaikat-Nya agar kebaikan Allah dialami oleh banyak orang. 

Memang tugas perutusan ini tidak mudah. Kita diutus seperti domba masuk ke tengah-tengah serigala.

Tetapi kita tidak perlu takut dan gelisah, Tuhan selalu menyertai kita dengan mengutus malaikat-Nya mendampingi pekerjaan-pekerjaan kita. 

“Kula tansah dipun jagi malaikat.” Kita selalu dijaga oleh malaikat pelindung. Mari kita hidup suci murni di hadapan Tuhan.

Bersepeda pada waktu malam,
Melihat bintang di langit bertebaran.
Hidupku damai dan tentram,
Malaikat jadi teman seperjalanan.

Wonogiri, ada malaikat kecil
Rm. A.Joko Purwanto, Pr]]>
<![CDATA[Menjadi Anak Kecil]]>Tue, 30 Sep 2025 17:00:00 GMThttps://parokiwonogiri.or.id/katekese/menjadi-anak-kecil1657085Puncta 1 Oktober 2025
Pesta St. Theresia dari Kanak-kanak Yesus, Perawan dan Pujangga Gereja
Matius 18:1-5

MARIA Francoise Therese Martin adalah nama asli Santa Theresia dari Kanak-Kanak Yesus. Diberi gelar “Kanak-Kanak Yesus” karena dia merasa dekat dengan Yesus kecil. Dia juga memposisikan diri menjadi teman bermain Yesus. 

Doanya mengalir dari hati seorang anak kecil yang sederhana. Ia berbicara dengan Yesus seolah dengan teman akrabnya sendiri. 

Hati seperti kanak-kanak yang polos, suci dan tulus murni, tanpa pamrih dan senang bermain bercanda dengan seorang teman, itulah hati Theresia dari Liseaux, Perancis.

“Yesus, tentu Engkau senang mempunyai mainan. Biarlah saya menjadi mainanMu! Anggap saja saya ini mainanMu. Bila akan Kauangkat, betapa senang hatiku. Jika hendak Kausepak kian kemari, silakan!’ 

Dan kalau hendak Kautinggalkan di pojok kamar lantaran bosan, boleh saja. Saya akan menunggu dengan sabar dan setia. 

Tetapi kalau hendak Kautusuk bolaMu. . .O, Yesus, tentu itu sakit sekali, namun terjadilah kehendakMu!” Begitulah dialognya dengan Yesus.

Tidak lama dia menjalani hidup membiara. Hanya tujuh tahun. Dari umur 15 tahun dia masuk biara dan umur 24 tahun dia meninggal. Kendati hanya singkat, namun hidupnya diisi dengan pelayanan dan doa yang intens dengan Tuhan.

Jalan kesederhanaan itulah yang dia tekuni dalam hidupnya. Ia menjalani tugas-tugas kecil di biara dengan tekun dan sukacita. 

Kendati tidak pernah keluar biara, namun doanya untuk karya misi sangat kuat. Maka dia digelari “Pelindung Misi Gereja.”

Dalam Otobiografinya, “Kisah Suatu Jiwa,” ia menulis bahwa kesucian hidup bisa ditempuh oleh siapa saja, betapa rendah, hina dan biasa saja orang itu. 

Caranya ialah menjalankan pekerjaan-pekerjaan kecil dan tugas sehari-hari dengan penuh cintakasih yang murni kepada Tuhan. 

Selaras dengan kata-kata Yesus, Theresia menjalani tugasnya dengan suka hati. "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. 

Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga. Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku."

Siapa pun bisa menjadi Santa, orang kudus. Mari kita mencapai kekudusan dengan tekun, setia dan rendah hati menjalankan tugas-tugas kita yang sederhana dengan hati yang tulus dan gembira seperti Santa Theresia kecil.

Menikmati kopi di pinggir danau Toba,
Menemani Yesus di Kampung Sibea-bea.
Jalani tugas yang kecil dan sederhana,
Adalah cara kita mencapai kehidupan surga.

Wonogiri, jalani hidup dengan sederhana
Rm. A.Joko Purwanto, Pr]]>
<![CDATA[Membalas Kebencian dengan Kasih]]>Mon, 29 Sep 2025 17:00:00 GMThttps://parokiwonogiri.or.id/katekese/membalas-kebencian-dengan-kasihPuncta 30 September 2025
Pw. St. Hieronimus, Imam dan Pujangga Gereja
Lukas 9: 51-56

WALAU kita mempunyai Dasar Negara Pancasila, tetapi prakteknya masih jauh panggang dari api. Dalam tahun ini terdengar ada kasus diskriminasi dan intoleransi tentang kehidupan beragama.

Di Dusun Tangkil, Cidahu, Sukabumi terjadi pengrusakan rumah atau villa tempat anak-anak Kristen mengadakan retret atau pembinaan iman. 

Di Padang Sumatera Barat, anak-anak Kristen harus belajar di luar sekolah karena pemerintah tidak menyediakan guru agama. Kegiatan itu dibubarkan massa. Bahkan ada anak yang dipukuli sampai luka dan trauma.

Di Klaten seorang siswi yang beragama Hindu dicoret dari pasukan Paskibraka dalam acara aubade peringatan hari kemerdekaan hanya karena tidak memakai jilbab. 

Dalam standar kelengkapan pakaian dan atribut Paskibraka tidak ada aturan harus memakai jilbab.

Kalau ditelisik di masyarakat ada banyak kasus penolakan, pengrusakan rumah ibadah, pembubaran kegiatan rohani, tindakan diskriminatif dan intoleran terjadi. 

Pemerintah tak pernah menyelesaikan secara tuntas sampai ke akarnya. Semua hanya dianggap kekhilafan. 

Bagaimana kita menyikapi? Ketidakadilan harus dilawan. Kebenaran dan aturan hukum harus ditegakkan. Tetapi cinta kasih harus diutamakan. 

Seperti contoh kasus di Cidahu. Pemilik rumah justru menyumbangkan sebagian bantuan untuk merenovasi mesjid atau mushola di situ. 

Kekerasan tidak boleh dibalas dengan kekerasan. Kalau demikian mata rantai balas dendam tidak akan hilang. Kekerasan harus dibalas dengan kasih dan pengampunan. 

Keadilan dan kebenaran harus ditegakkan. Cintakasih harus diutamakan.

Demikianlah Yesus mengajari murid-murid-Nya untuk tidak membalas penolakan orang-orang Samaria dengan menurunkan api dari langit agar mereka binasa. 

Yesus melarang dan menegor mereka. Yesus justru mendoakan orang-orang  yang membensi-Nya dengan berkata, “Ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan.”

Bunga-bunga indah sedang berkembang,
Sungguh cantik menarik di lihat mata.
Beragama mestinya menebar kasih sayang,
Bukan untuk menebar kebencian dan derita.

Wonogiri, jangan membalas dendam
Rm. A. Joko Purwanto, Pr]]>
<![CDATA[Tiga Malaikat Agung]]>Sun, 28 Sep 2025 17:00:00 GMThttps://parokiwonogiri.or.id/katekese/tiga-malaikat-agungPuncta 29 September 2025
Pesta St. Mikael, St. Gabriel dan Rafael, Malaikat Agung
Yohanes 1: 47-51

DALAM iman Gereja Katolik, kita meyakini ada makhluk rohani yang disebut malaikat. Mereka bertugas sebagai utusan Allah untuk menolong dan menemani manusia agar hidup sejalan dengan kehendak Allah.

Ada tiga malaikat agung yang mempunyai tugas dan peran yang berbeda-beda. Yang kita rayakan hari ini adalah Malaikat Mikael, Gabriel dan Rafael. 

Mereka adalah utusan rohani yang menuntun dan menolong kita semua.

Malaikat Mikael berarti “Siapakah seperti Allah.” Dia bertugas melawan iblis yang ingin menjatuhkan manusia ke jurang kenistaan dan kehancuran. 

Mikael juga diyakini sebagai penolong jiwa yang akan menghadap Tuhan. Jika ada orang yang menghadapi ajaknya, kita bisa berdoa mohon perlindungan Mikael.

Malaikat Gabriel artinya “Tuhanlah kekuatanku.” Ia bertugas membawa kabar gembira Allah untuk manusia. Gabriel diutus Allah untuk mewartakan kabar keselamatan tentang lahirnya Sang Imanuel kepada Perawan Maria. 

Malaikat Rafael artinya “Tuhanlah yang menyembuhkan.” Ia menyembuhkan Tobit dari kebutaan mata dan juga menyembuhkan Sara putri Raguel dari gangguan roh jahat yang mematikan. 

Malaikat Rafael diyakini menjadi penolong orang-orang yang sakit dan penuntun dalam perjalanan agar selamat.

Peran malaikat adalah abdi Allah. Mereka ditugaskan untuk membantu manusia dalam peziarahan menemukan Allah dan hidup seturut kehendak-Nya. 

Maka Yesus pun menjelaskan kepada Natanael, “Engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat turun naik kepada Anak Manusia.”

Malaikat adalah duta atau utusan Allah untuk berbagi kasih kepada manusia. Ia tidak nampak tetapi mendampingi kita melalui aneka macam cara. 

Ia menjadi teman dalam perjalanan. Ia menjadi penolong dalam kesusahan. Ia menjadi pembawa warta sukacita bagi yang kesedihan.

Jika kita berbuat baik bagi sesama, kita bisa meniru tugas perutusan malaikat. Kita menjadi malaikat yang menghibur orang yang menderita. Kita menjadi malaikat bagi saudara yang sedang kesepian butuh tempat bersandar. 

Malaikat-malaikat Tuhan itu berada di sekitar kita. Kita boleh berdoa meminta pertolongan dan penyertaan mereka. Tuhan akan mengutus malaikat-Nya bagi kita.

Kereta api terperosok keluar dari rel,
Menghambat perjalanan menuju Jogja.
Malaikat Mikael, Gabriel dan Rafael,
Diutus Tuhan menyertai langkah kita.

Wonogiri, ditemani oleh malaikat suci
Rm. A.Joko Purwanto,Pr]]>