Puncta 11 Mei 2025
Minggu Paskah IV Yohanes 10: 27-30 WARISAN Paus Fransiskus yang masih relevan kita renungkan adalah ensiklik Evangelii Gaudium (Sukacita Injil). Paus mengajak para pewarta Injil agar memiliki sukacita yang besar dan bersemangat seperti Gembala yang blusukan sampai “prengus” berbau domba. Bau “prengus” dari domba-domba yang berkeliaran di ladang mesti menjadi parfumnya para gembala. Jika tidak, gembala pasti jauh dari domba-dombanya. Gembala yang berbau domba berarti gembala itu dekat dengan kawanan. Gembala hidup bersama kawanan domba. Ia menjaga dan menjamin keselamatan kawanan, bahkan rela mengorbankan diri demi kesejahteraan kawanan. Ia akan menjamin keamanan para dombanya. Karena dekatnya, para domba mengenal suara dan gerak gerik gembalanya. Mereka akan mendengarkan suara dan mengikuti langkah sang gembala. Mereka merasa nyaman dekat dengan gembalanya. Tidak ada ketakutan atau kekawatiran karena gembala menuntun domba-domba ke rumput hijau. “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya,” kata Yesus Sang Gembala. Jaminan keselamatan inilah yang dijanjikan Yesus kepada kita. Kita sebagai domba-domba akan aman jika mengikuti gembala yang peduli dan care bagi dombanya. Dalam pertemuan dengan para pastor paroki dan vikaris paroki, Bapak Uskup mengajak para imam untuk meneladan Yesus sebagai Gembala yang baik. Semangat yang bisa dikembangkan dalam pelayanan adalah murah hati, dekat dengan umat, mau mendengarkan, dan siap melayani. Mari kita kembangkan pelayanan yang murah hati bagi para domba, agar mereka merasa aman dan nyaman tinggal bersama kawanan. Yesuslah teladan kita. Dia rela mati demi keselamatan domba-domba-Nya. Gembala berbau domba, Mau dekat bersama mereka. Pastor itu bukan penguasa, Dia pelayan bagi umat-Nya. Wonogiri, melayani dengan hati Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments
Puncta 10 Mei 2025
Sabtu Paskah III Yohanes 6: 60-69 MENJADI pengikut Yesus itu tidak mudah. Tidak semudah membalikkan tangan. Asal hapal kredo langsung dibaptis. Tidak demikian. Orang harus mendalami ajaran-Nya lebih dulu. Dia harus mengikuti masa katekumenat setidak-tidaknya selama satu tahun. Itu saja kadang-kadang motivasi kita masih harus diluruskan. Terbukti masih banyak orang Katolik yang mundur karena sulit menjadi pengikut Kristus. Tuntutan jadi pengikut-Nya cukup berat. Harus berani memanggul salib dan menyangkal diri. Orang-orang Yahudi pada waktu itu juga sulit dan berat menerima perkataan dan ajaran Yesus. Salah satunya adalah tentang Roti Hidup. “Yang makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal dalam Aku dan Aku dalam dia.” Mereka bereaksi, “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?” Mereka tidak mampu menangkap maksud Yesus. Justru dalam situasi ini, Yesus menantang para murid-Nya, “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” Petrus menjawab, “Kepada siapakah kami akan pergi. Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah." Jawaban ini pasti tidak muncul begitu saja, yang turun dari langit. Tetapi Petrus melalui pergulatan dan perjuangan yang keras agar bisa sampai pada rumusan iman ini.Petrus harus jatuh bangun, gagal dan terus bangkit mengikuti Kristus. Kita, anda dan saya pasti sudah mengalami banyak pengalaman jatuh bangun sebagai murid-murid Kristus. Mengalami banyak tantangan dan kesulitan hidup. Jika Yesus saat ini juga berkata pada kita, “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” Apakah yang menjadi jawaban kita kepada-Nya? Jawaban kita akan menentukan keselamatan kekal yang akan kita hadapi nanti. Maka renungkan sedalam-dalamnya. Pengadilan agama banyak kasus, Banyak suami istri saling menggugat. Tidak mudah mengikuti Yesus, Banyak cobaan dan tantangan berat. Wonogiri, sabda-Mu adalah Roh dan Kehidupan Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 9 Mei 2025
Jumat Paskah III Yohanes 6: 52-59 DALAM pewayangan ada kisah tentang kanibalisme, manusia makan daging manusia. Prabu Baka di Kerajaan Ekacakra bertindak kejam. Ia memerintahkan rakyatnya untuk mempersembahkan manusia sebagai makanannya. Resi Wijrapa tidak punya orang yang dipersembahkan karena seluruh desa sudah lari mengungsi. Bima atau Werkudara bersedia jadi tumbalnya. Tubuhnya dilumuri bumbu “bothok” dan dijadikan santapan raja. Bima melawan raja yang bengis dan jahat itu. dia berperang dan berhasil membunuh Prabu Baka yang kanibal itu. Maka amanlah rakyat di Ekacakra. Zaman dulu ada beberapa suku yang mempraktekkan kanibalisme. Suku Aztec di Meksiko, suku Aghori di India melakukan praktek itu sebagai sebuah ritus kepercayaan. Tetapi sekarang sudah tidak ada lagi. Dalam Injil hari ini, terjadi perdebatan di antara orang-orang Yahudi, karena Yesus berkata, “"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.” Tentu saja Yesus tidak mengajak orang untuk makan manusia. Kata-kata itu adalah sebuah perumpamaan atau kiasan. Ada banyak gaya kiasan yang menghaluskan (Eufemisme) atau menyangatkan (Hiperbola). Misalnya, Pak Tani itu bekerja dengan “membanting tulang.” Makan daging-Ku dan minum darah-Ku berarti masuk dalam hidup Yesus sampai ke inti-intinya. Darah dan daging adalah lambang kehidupan. Orang yang kehabisan darah akan mati. Yesus mengajak orang untuk hidup sedarah dan sedaging, senafas seperti yang dilakukan-Nya. “Wani nggetih” berani total seperti perjuangan Yesus menebus manusia. Ia berkata, “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.” Mari kita menyatukan diri dengan hidup dan kehendak-Nya agar kita dapat tinggal di dalamnya dan memperoleh hidup yang kekal. Tiap pagi sarapan roti, Ditemani secangkir kopi. Kalau kita ikut Ekaristi, Yesus akan selalu di hati. Wonogiri, menyatukan hidup dengan Kristus Rm. A.Joko Purwanto, Pr Puncta 8 Mei 2025
Kamis Paskah III Yohanes 6: 44-51 EKARISTI adalah warisan Tuhan Yesus bagi para murid-Nya. Yesus berkata saat perjamuan, “Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku.” Perjamuan makan bersama atau Ekaristi adalah tempat istimewa untuk mengenangkan kembali pemberian Diri Tuhan. Di dalam Ekaristi itulah Tuhan Yesus memberikan Diri demi menebus dosa manusia. Pemberian diri yang total dengan wafat di salib dan kebangkitan-Nya yang mulia kita hadirkan dalam Ekaristi suci. “Tata cara Misa yang tidak pernah berubah adalah pemecahan roti untuk mengingatkan kita bahwa setiap kali kita merayakannya Tuhan “dipecahkan” sebagai kurban untuk dosa-dosa kita,” tulis Kardinal Fulton Sheen dalam Bukunya yang berjudul “Imam Bukan Miliknya Sendiri.” Sabda Yesus hari ini berkata, “Roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia.” Ekaristi adalah sungguh pemberian Diri Kristus bagi dunia. Kata-kata konsekrasi, “Inilah tubuhKu yang diserahkan bagimu” dan “Inilah piala darahKu yang ditumpahkan bagimu” adalah benar-benar pemberian diri Kristus untuk keselamatan dunia. Injil Yohanes Bab 6 ini adalah katekese panjang yang bagus tentang Ekaristi, pemberian Diri Kristus untuk kita imani. Ekaristi bukan sekedar ritus atau upacara rutin harian. Ekaristi adalah panggilan keikutsertaan kita dalam perjamuan Tuhan. Dalam Ekaristi kita menerima Roti Hidup yakni Tubuh dan Darah Kristus yang menebus dosa kita. Jaminan kekal diberikan Yesus yang berkata, “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.” Mari kita sambut dengan sukacita dan penuh syukur tawaran Tuhan bagi penebusan kita. Setiap hari Yesus mengundang kita menghadap altar-Nya. Bunga melati masih kuncup, Bunga mawar tumbuh mekar. Yesus adalah Roti Hidup, Yang dirayakan di atas altar. Wonogiri, syukur atas Ekaristi harian Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 7 Mei 2025
Rabu Paskah III Yohanes 6: 35-40 VICTOR HUGO menulis novel berjudul “Les Miserables.” Sebuah adegan yang mengubah hidup Jean Valjean adalah ketika dia diterima oleh Uskup Mgr. Charles Francois Bienvenu Myriel di rumahnya dan diundang ikut makan malam bersama. Makan malam yang sangat istimewa setelah 19 tahun dia menjalani kehidupan di penjara yang kejam. Namun karena ada niat jahat dalam hatinya, Valjean mencuri peralatan makan yang terbuat dari perak mahal. Ketika dia ditangkap polisi keesokan harinya, ia dibawa ke hadapan uskup untuk meyakinkan bahwa barang-barang itu adalah milik uskup. Namun uskup bijaksana dan ramah itu berkata kepada polisi, “Barang-barang itu sudah kuhadiahkan kepadanya!” Valjean terperangah dan polisi melepaskannya. Uskup itu masih bilang, “Aku telah membayarmu dengan barang perak ini. Engkau telah berjanji akan hidup secara baru. Engkau telah ditebus,” seraya memasukkan kandelar-kandelar perak yang mahal sebagai bekal hidup bagi Valjean. Sejak saat itu hidup Valjean berubah seperti kisah orang Samaria yang baik hati. Ia menolong siapa pun yang sedang menderita, karena dia sendiri pernah mengalami kelaparan dan penderitaan. Yesus berkata, “Akulah roti hidup! Barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepadaKu, ia tidak akan haus lagi”. Yesus telah memberikan diriNya untuk keselamatan kita. Ekaristi yang setiap hari kita rayakan adalah pemberian diri Tuhan yang sempurna kepada kita. Ia mau menjadi makanan kita. Jika kita mau meneriman-Nya, kita tidak akan merasa kekurangan, kelaparan. Roti adalah kebutuhan pokok. Cinta Tuhan adalah kebutuhan utama kita. Ketika kita merasakan cinta Tuhan, kita tidak akan kehausan dan kelaparan. Tuhan mengundang kita makan dalam perjamuan Ekaristi. Dia memberikan Diri-Nya sebagai santapan jiwa. Marilah kita datang kepada Yesus, Sang Roti Hidup. Siapkah kita datang untuk menyambut-Nya? Menikmati senja di Pulau Bali, Sambil minum bir dan makan roti. Yesus hadir dalam Ekaristi, Ia mengundang kita setiap hari. Wonogiri, setia berekaristi pagi Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 6 Mei 2025
Selasa Paskah III Yohanes 6: 30-35 PADA tahun 1993 dunia fotografi dihentakkan oleh seorang jurnalis foto bernama Kevin Carter. Ia mengabadikan momen memilukan yang terjadi di Sudan. Seorang anak jatuh terduduk dengan tubuh kurus kering, lemah lunglai karena kelaparan dan di belakangnya ada burung nasar yang menunggui ajalnya. Foto itu membuka mata dunia akan bencana kelaparan yang mematikan. Ratusan ribu orang meninggal, bahkan ada catatan yang melaporkan bahwa ada satu juta lebih korban kelaparan di Sudan. Sedang di belahan dunia lain, orang berpesta pora dengan membuang-buang makanan tanpa merasa berdosa. Banyak makanan dibuang tanpa rasa iba terhadap mereka yang sedang kelaparan. Jepretan Kevin Carter menyadarkan kita untuk peduli terhadap saudara-saudara kita yang sedang menderita kelaparan. Kita diajak untuk berbagi dan rela memberi makan kepada orang lain di sekitar kita. Hari ini Yesus berkata kepada orang banyak, “Akulah roti hidup, barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.” Yesus adalah sumber kehidupan bagi setiap orang. Ia memberikan Diri-Nya untuk menjadi makanan dan minuman bagi banyak orang. Ia mengorbankan Diri bagi kehidupan dan keselamatan manusia. Mau berkorban itulah pemberian diri yang nyata bagi orang yang menderita. Apakah kita mau berkorban bagi penderitaan sesama? Maukah kita memberikan sesuap nasi atau seteguk air bagi sesama yang kelaparan dan kehausan? Dengan berkorban kita bisa menjadi roti hidup bagi orang lain. Kelaparan dunia sekarang ini bukan hanya secara fisik saja. Kekurangan perhatian, kesepian, dunia yang acuh tak acuh, kurang peduli adalah juga penderitaan yang membutuhkan uluran tangan kita. Bersediakah kita peduli pada mereka? Jalan-jalan ke Surabaya, Nasi rawon enak rasanya. Apa artinya kita bahagia, Jika sesama kita menderita? Wonogiri, bantulah yang menderita Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 5 Mei 2025
Senin Paskah III Yohanes 6: 22-29 KETIKA Yesus digoda oleh iblis saat sedang berpuasa di padang gurun selama empatpuluh hari, Yesus berkata kepada iblis; “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” Kita tahu bahwa manusia tidak hanya membutuhkan roti atau makanan saja. Seberapa pun makanan yang masuk ke dalam mulut kita, tidak mampu memuaskan kebutuhan kita. Ada pepatah Jawa yang menasehatkan, “Sadawa-dawane lurung, isih dawa gurung.” Seberapapun panjangnya lorong atau jalan, masih panjang tenggorokan. Panjangnya lorong masih bisa ditempuh, dijajagi. Tetapi panjangnya perkataan atau omongan kita tidak bisa dikuasai. Kalau kita menyebarkan fitnah atau gosip ke tengah orang banyak tak mungkinlah fitnah itu bisa ditarik kembali. Begitu pun kalau kita hanya mengikuti kemauan nafsu makan yang diinginkan tenggorokan, tak bisa kita membendungnya. Maka Yesus mengatakan kepada orang-orang yang mencarinya setelah dikenyangkan oleh makanan saat mukjizat pergandaan roti, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang. Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu.” Dalam bacaan pertama, kita ditunjukkan pribadi yang bekerja, bukan untuk makanan yang dapat binasa, melainkan makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal. Dia adalah Stefanus. Stefanus mencari makanan untuk hidup kekal. Ia menemukannya dalam sabda dan cara hidup Yesus. Ia percaya dan mengikuti Yesus, bahkan Stefanus berani bersaksi di hadapan Mahkamah Agama. Dia diadili dengan fitnah kejam dan dihukum rajam sampai mati. Kematian Stefanus mirip dengan kematian Yesus. Orang yang menemukan firman Allah sebagai makanannya akan hidup mengikuti Sang Firman itu sendiri yaitu Kristus. Yang dicari bukan hal-hal duniawi yang dapat binasa, melainkan hidup kekal yang tidak dapat binasa. Memang tidak mudah mencari makanan yang tidak binasa. Tetapi Stefanus telah mendapatkannya, itu berarti hidup kekal itu ada, dan kita bisa mencapainya sebagaimana Stefanus telah berhasil mencapainya. Tidak ada makanan bergizi gratis, Semua pakai uang yang tidak tipis. Banyak orang pakai baju agamis, Tapi perilakunya sering anarkis. Wonogiri, pilih makanan gratis? Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 4 Mei 2025
Minggu Paskah III Yohanes 21:1-19 SETIAP orang bisa memiliki pengalaman akan Allah. Setiap pribadi bisa mengenali Tuhan melalui berbagai macam peristiwa. Dari peristiwa yang kecil sampai yang besar. Dari peristiwa yang ringan dan sederhana sampai ke hal yang rumit dan berat. Tuhan bisa hadir dimanapun dan kapanpun. Orang bisa menemukan Tuhan dalam segala peristiwa, bahkan pengalaman gelap, kecewa, sedih, putus asa dan gagal sekalipun, bisa dipakai Tuhan untuk mewahyukan Diri-Nya kepada setiap orang. Bunda Teresa dari Kalkuta bisa menemukan Tuhan dalam diri orang-orang miskin yang dilayaninya. Santo Yohanes dari Salib bisa menemukan Tuhan dalam pengalaman gelap malam di dalam penjara. Para murid bisa mengenali Tuhan saat mereka sedang berjerih payah menjala ikan. Mereka tidak mendapat hasil apa-apa sepanjang malam. Namun ketika ada orang di pinggir danau berkata, “Tebarkanlah jalamu ke kanan perahu, maka kamu akan peroleh (ikan),” mereka menuruti perintah-Nya. Hasilnya sangat menakjubkan. Lalu murid yang dikasihi Tuhan berkata kepada Simon, “Itu Tuhan.” Mereka baru sadar kalau Tuhan ada di dekat mereka. Peristiwa ini memberi pelajaran pada kita. Kalau kita bekerja bersama Tuhan, mengikuti perintah-Nya, hasilnya akan berlipat. Tetapi kalau kita hanya mengandalkan kemauan sendiri, semalam suntuk tidak ada hasil apa pun. Kita perlu melibatkan atau menghadirkan Tuhan dalam segala peristiwa hidup kita. Mengikuti perintah-Nya adalah harga mati. Walaupun perintah-Nya sulit dan tidak masuk akal, Bagaimana harus menebarkan jala ke sebelah kanan perahu sementara kita sudah terbiasa melempar jala ke kiri? Namun jika kita mengikuti-Nya, maka Tuhan akan menjamin hasilnya. Sadarkah kita jika Tuhan hadir dalam perjuangan hidup kita? Atau seringkah kita melibatkan Tuhan dalam seluruh aktivitas kita? Berdoalah sebelum bekerja, supaya Tuhan melipatgandakan hasil jerih payah kita. Katanya menolak buatan China, Kalau diberi gratis diterima juga. Tuhan selalu hadir bersama kita, Sering kita tidak menyadarinya. Wonogiri, menemukan Tuhan dalam segala Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 3 Mei 2025
Pesta St. Filipus dan St. Yakobus, Rasul Yohanes 14: 6-14 DUA RASUL ini jarang disebut dalam Injil. Hanya sesekali saja diceritakan. Mereka kita pestakan pada hari ini, yakni St. Filipus dan St. Yakobus. Mereka termasuk di antara duabelas rasul Yesus. Walaupun telah sekian lama mengikuti Yesus, namun Filipus belum menangkap juga siapa Bapa dan siapa Anak. Filipus memohon pada Yesus untuk menunjukkan Bapa. Allah Bapa tak pernah dapat dilihat manusia. Dalam tradisi Yahudi, tidak seorang pun pernah melihat Allah, sebab jika melihat Allah orang itu akan mati. Namun, Allah yang tak dapat dilihat itu kini dapat dijumpai dalam diri Yesus. “Barang siapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa,” sabda Yesus kepada Filipus. Filipus mewartakan Yesus sampai di Frigia, Asia Kecil (sekarang, Turki) dan Rusia Selatan. Seperti rasul yang lain, Ia dianiaya demi imannya hingga disalibkan. Seperti halnya Petrus di Roma, Filipus disalibkan dengan kepala ke bawah. Ia wafat di Hierapolus, sekitar tahun 100 Masehi. Rasul Yakobus tinggal dan berkarya di Yerusalem. Ia disebut pula Yakobus Muda, saudara sepupu Yesus, anak Matius. Ketika para murid Yesus dikejar-kejar, dianiaya dan melarikan diri, Yakobus tetap tinggal di Yerusalem. Dia kemudian menjadi uskup di Yerusalem. Ia ditangkap oleh orang-orang Yahudi, dianiaya, dilemparkan dari menara Bait Allah, dan akhirnya dilempari batu sampai mati. Dia wafat pada tahun 66 Masehi. Yesus bersabda, “sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan.” Filipus dan Yakobus yang kita pestakan hari ini telah mengambil bagian dalam karya keselamatan yang dibuat Yesus. Mereka ikut minum cawan sebagaimana yang dilakukan Yesus. Apakah kita juga ikut ambil bagian dalam karya penyelamatan Yesus? Apakah kita sudah semakin mengenal siapa Yesus dan Bapa bagi kita? Pengenalan itu akan mempengaruhi sikap hidup dan perilaku kita. Ada pemimpin menebar janji, Rakyat diajak bermimpi-mimpi. Mengikuti Yesus sampai mati, Pasti ketemu Bapa di sorga nanti. Wonogiri, Yesus dan Bapa adalah Satu Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 2 Mei 2025
Pw. St. Athanasius, Uskup dan Pujangga Yohanes 6: 1-15 HARI ini kita memperingati Hari Pendidikan Nasional. Tokoh yang kita kenang adalah Ki Hajar Dewantara, Pendiri Perguruan Taman Siswa. Ingat Ki Hajar Dewantara jadi ingat semboyan hidup “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.” Makna dari semboyan itu adalah sebuah nasehat luhur. Jika kita berada di depan tunjukkanlah keteladanan. Jika berada di tengah hendaklah kita membangun semangat. Jika kita mengikuti dari belakang, hendaklah memberi manfaat bagi yang lainnya. Kutipan Injil hari ini menggambarkan Yesus seorang gembala. Orang-orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia. Ini gambaran gembala yang berjalan di depan dan diikuti oleh domba-domba di belakangnya. Seorang gembala berpikir bagaimana memberi makan domba-dombanya. Melihat orang banyak itu Yesus merasa berbelas kasihan. Berkatalah Ia kepada Filipus: "Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?" Para murid tidak mampu menyelesaikan masalah. "Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja." Namun ternyata ada seorang anak membawa lima roti jelai dan dua ikan. Bagi Yesus, itu sudah cukup. Kata Yesus: "Suruhlah orang-orang itu duduk." Adapun di tempat itu banyak rumput. Maka duduklah orang-orang itu, kira-kira lima ribu laki-laki banyaknya. Rumput adalah makanan yang dibutuhkan oleh domba. Yesus membawa domba-domba-Nya ke padang rumput yang hijau. Ia memberi mereka makan dengan lima roti jelai dan dua ikan. Dan setelah mereka kenyang Ia berkata kepada murid-murid-Nya: "Kumpulkanlah potongan-potongan yang lebih supaya tidak ada yang terbuang." Kita sebagai domba-Nya dipelihara oleh Tuhan, Sang Gembala yang selalu peduli dengan nasib kita. Jangan pernah kawatir sebab Tuhan selalu memikirkan hidup kita. Kalau kita punya ijasah palsu, Serahkan saja ke pengadilan. Yesus beri makan orang lima ribu, Dengan lima roti dan dua ikan. Wonogiri, jadilah teladan hidup Rm. A. Joko Purwanto, Pr |
Archives
December 2034
Categories |