Marilah kita memahami dan meresapi setiap bagian-bagian dalam perayaan Ekaristi. Perayaan Ekaristi dapat dibagi menjadi empat bagian penting yakni: Ritus Pembuka, Liturgi Sabda, Liturgi Ekaristi, dan Ritus Penutup. Keempat bagian dapat dijelaskan sebagai berikut: A. Ritus Pembuka 1. Perarakan Masuk Menjadi simbol umat Allah yang sedang berziarah di dunia ini. Terus bergerak dan dinamis. Biasanya diiringi dengan lagu pembuka yang berfungsi untuk membina kesatuan umat dan menghantar kepada misteri iman yang dirayakan. 2. Penghormatan Altar, Tanda Salib, dan Salam kepada Umat Sebagai tanda penghormatan, imam dan pelayan membungkuk khidmat di depan Altar kemudian imam mencium Altar (relikwi) sebagai tanda siap sedia untuk menjadi martir kecil bagi Gereja. Tanda salib yang membuka perayaan ini mengingatkan akan misteri Allah Tritunggal yang mengundang kita dalam satu persekutuan persaudaraan ini. Salam menunjukkan bahwa Tuhan hadir di tengah-tengah umat-Nya. Salam tersebut kemudian mendapat jawaban dari umat yang memperlihatkan misteri Gereja yang sedang berkumpul. 3. Pernyataan Tobat Imam mengajak umat untuk berseru kepada Tuhan dan memohon belas kasih-Nya karena menyadari kita adalah himpunan orang yang berdosa. 4. Tuhan Kasihanilah Merupakan kelanjutan dari penyataan tobat yang menyerukan kepada Allah bahwa kita senantiasa memerlukan kerahiman-Nya. Komunitas Ekaristis adalah komunitas yang mewartakan pesan perdamaian, mengembangkan dialog dan persaudaraan serta berjuang untuk menyelesaikan konflik. 5. Kemuliaan Melalui madah ini Gereja yang berkumpul atas dorongan Roh Kudus memuji Allah menjadi suatu komunitas yang hidup. 6. Doa Pembuka Doa pembuka lazim juga disebut sebagai ‘collecta’ yang mengungkapkan inti perayaan liturgi yang bersangkutan. Umat memadukan hati dalam doa pembuka dan menjadikannya doa mereka sendiri dengan aklamasi: amin! B. Liturgi Sabda
2. Mazmur Tanggapan Mazmur tanggapan memiliki makna liturgis serta pastoral yang penting karena menopang permenungan atas Sabda Allah. Dianjurkan bahwa mazmur tanggapan dilagukan, sekurang-kurangnya bagian ulangan yang dibawakan oleh umat. 3. Bait Pengantar Injil Dengan aklamasi ini umat beriman menyambut dan menyapa Tuhan yang siap bersabda kepada mereka dalam Injil dan sekaligus menyatakan iman. 4. Homili Homili berguna untuk memupuk semangat hidup kristen. Pada umumnya yang memberikan homili adalah imam yang memimpin perayaan. Homili janganlah ditiadakan kecuali kalau ada alasan berat. 5. Pernyataan Iman Pernyataan iman merupakan tanggapan atas Sabda Allah yang baru saja diterima. Dengan melafalkan pokok-pokok kebenaran iman, umat mengingat kembali dan mengakui iman Kristiani yang sedang dirayakan. 6. Doa Umat Doa umat merupakan tanggapan atas Sabda Allah melalui aneka permohonan untuk kepentingan Gereja, negara, banyak orang, dan untuk keselamatan seluruh dunia. C. Liturgi Ekaristi
2. Doa Persiapan Persembahan Selanjutnya imam mengundang umat berdoa dan diakhiri dengan doa persiapan persembahan. 3. Doa Syukur Agung Doa Syukur Agung merupakan pusat dan pucak seluruh perayaan berupa doa syukur dan pengudusan. Imam mengajak umat untuk mengarahkan hati kepada Tuhan. Bagian-bagian yang penting dalam DSA: ucapan syukur, aklamasi, epiklesis, kisah institusi dan konsekrasi, anamnesis, persembahan, permohonan, doksologi penutup. 4. Ritus Komuni Perayaan Ekaristi adalah perjamuan Paskah. Maka hendaknya umat mempersiapkan hati dengan baik untuk menyambut Tubuh dan Darah Tuhan sebagai makanan rohani. 5. Bapa Kami Dalam doa Bapa Kami umat memohon rejeki sehari-hari yakni roti ekaristi, juga pengampunan dosa, dan dibebaskan dari kejahatan. Imam kemudian mengucapkan embolisme dan diakhiri dengan doksologi oleh umat. 6. Ritus Damai Gereja memohon damai dan kesatuan bagi Gereja dan seluruh umat manusia. Cara memberikan salam damai disesuaikan dengan kekhasan dan kebiasaan masing-masing bangsa. 7. Pemecahan Roti Pemecahan roti menandakan bahwa umat beriman yang banyakitu menjadi satu (1 Kor. 10:17) karena menyambut komuni dari roti yang satu yakni Kristus, yang wafat dan bangkit demi keselamatan dunia. Biasanya diiringi dengan Anak Domba Allah. 8. Komuni Mempersiapkan komuni dengan berdoa di dalam hati agar tubuh dan darah Kristus yang ia sambut sungguh membawa buah bagi hidup dan pelayanannya. D. Ritus Penutup Terdiri dari amanat singkat (jika diperlukan), salam dan berkat imam dalam perayaan khusus dapat menggunakan berkat meriah, pengutusan, dan penghormatan Altar. Berkah Dalem! – Rama Dhani Pr
0 Comments
Dalam beberapa tahun terakhir ini, Ekaristi boleh dikatakan menjadi salah satu tema utama yang sangat mewarnai kehidupan Gereja. Diharapkan agar ekaristi tidak hanya menjadi bahan pembicaraan maupun konggres ekaristi, namun juga turut berdampak bagi kehidupan umat sehari-hari. Ekaristi bagaikan sumber yang mengalirkan rahmat kepada kita dan dengan hasil guna yang amat besar diperoleh pengudusan manusia dan pemuliaan Allah dalam Kristus, tujuan semua karya Gereja lainnya (SC 10). Pada perjamuan terakhir, pada malam Ia diserahkan, penyelamat kita mengadakan Korban Ekaristi Tubuh dan Darah-Nya. Dengan demikian Ia mengabadikan Korban Salib untuk selamanya, dan mempercayakan kepada Gereja Mempelai-Nya yang terkasih kenangan Wafat dan Kebangkitan-Nya: sakramen cinta kasih, lambang kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan Paska. Dalam perjamuan itu Kristus disambut, jiwa dipenuhi rahmat, dan kita dikurniai jaminan kemuliaan yang akan datang (SC 47).
Maka dari itu Gereja dengan susah payah berusaha, jangan sampai umat beriman menghadiri misteri iman itu sebagai orang luar atau penonton yang bisu, melainkan supaya melalui upacara dan doa-doa memahami misteri itu dengan baik, dan ikut serta penuh hikmat dan secara aktif (SC 14). Hendaknya mereka rela diajar oleh Sabda Allah, disegarkan oleh santapan Tubuh Tuhan, bersyukur kepada Allah. Hendaknya sambil mempersembahkan Hosti yang tak bernoda bukan saja melalui tangan imam melainkan juga bersama dengannya, mereka belajar mempersembahkan diri, dari hari ke hari –berkat perantaraan Kristus- makin penuh dipersatukan dengan Allah dan antar mereka sendiri, sehingga akhirnya Allah menjadi segalanya dalam semua (SC 48). Ekaristi merupakan sumber dan puncak kehidupan kristiani. Maka, kiranya apa yang diterima umat dengan iman dan secara sakramental dalam perayaan Ekaristi, harus memberikan dampak nyata dalam tingkah laku mereka. Oleh karena itu, hendaklah mereka berusaha menempuh seluruh hidup mereka dengan gembira dan penuh rasa syukur ditopang oleh santapan surgawi, sambil turut serta dalam wafat dan kebangkitan Tuhan. Dengan demikian, setiap orang yang mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi, haruslah penuh gairah ingin berbuat baik, menyenangkan Allah dan hidup pantas sambil membaktikan diri kepada Gereja, melaksanakan apa yang diajarkan kepadanya, dan bertumbuh dalam kesalehan. Ia pun akan siap menjadi saksi Kristus di dalam segala hal, dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup manusia, agar dunia diresapi dengan semangat Kristus. Sebab tidak ada satu umat Kristiani pun dapat dibangun, kecuali kalau berakar dan berporos pada perayaan Ekaristi Mahakudus (Eucharisticum Mysterium 13). Mari bergairah dalam iman dan bersemangat dalam Ekaristi. Berkah Dalem – Romo Dhani Pr “Doa merupakan ‘jiwa’ pembaruan ekumenis dan kerinduan akan kesatuan, sekaligus juga landasan dan dukungan bagi segala sesuatu yang oleh Konsili ditegaskan sebagai ‘dialog’. Kemampuan dialog berakar dalam kodrat serta martabat pribadi manusia. Dialog menjadi langkah yang mutlak perlu pada jalan menuju perwujudan diri manusiawi, realisasi diri baik bagi tiap orang-perorangan maupun bagi paguyuban manusiawi. Dialog bukan semata-mata pertukaran gagasan-gagasan. Dalam arti tertentu selalu berupa pertukaran pemberian-pemberian”. (Ut Unum Sint par. 28)
Paus Yohanes Paulus II dikenal sebagai paus dialog. Gambaran ini muncul karena melihat realita kemendesakan kebutuhan serta tantangan bagi dialog di tengah dunia yang semakin berwajah majemuk ini. Perdamaian hanya bisa dicapai melalui dialog. Hal itu berarti adanya kesadaran untuk mengakui serta menerima secara terbuka adanya perbedaan dan dengannya kemudian mencari apa yang dibutuhkan umat manusia, di tengah segala perbedaan yang ada walaupun upaya pencarian tersebut dilakukan di tengah tegangan, tekanan, dan bahkan konflik satu sama lain. Bagi Paus Yohanes Paulus II, dialog yang paling mendasar dan menantang adalah dialog antar umat beragama dan kepercayaan karena dialog tersebut menyentuh hal yang mendasar dan hakiki dalam kehidupan umat manusia yakni relasinya dengan Allah dan kenyataan sebagai insan beriman. Dialog adalah suatu perjumpaan, saling percaya, serta saling menghormati satu sama lain dengan membiarkan Allah hadir agar kita pun dapat membuka diri pada Allah dan membuka diri satu sama lain. Buah dialog yang diharapkan adalah tumbuhnya kesatuan dan persaudaraan satu sama lain serta kesatuan dengan Allah. Dialog adalah panggilan bagi seluruh umat Kristiani sekaligus jalan yang dipilih Gereja sekarang ini. Komitmen Gereja terhadap dialog, kiranya bukan hanya tanggung jawab Tahta Apostolik melainkan termasuk kewajiban Gereja-gereja setempat atau khusus. “Dialog tidak hanya sekedar dilaksanakan, melainkan sungguh menjadi kebutuhan, salah satu prioritas Gereja” (Ut Unum Sint par. 31). “Melalui dialog itu, semua peserta memperoleh pengertian yang cermat tentang ajaran dan perihidup kedua persekutuan, serta penghargaan yang lebih sesuai dengan kenyataan. Begitu pula persekutuan-persekutuan itu menggalang kerja sama yang lebih luas lingkupnya dalam aneka usaha demi kesejahteraan umum menurut tuntutan setiap suara hati Kristiani; dan bila mungkin mereka bertemu dalam doa sehati sejiwa” (Ut Unum Sint par. 32). Ada hubungan erat antara dialog dan doa. Doa yang mendalam menjadikan dialog lebih matang dan berbuah. Doa itu sendiri akhirnya juga menjadi buah dari dialog yang semakin matang. Dialog juga berfungsi sebagai ‘pemeriksaan batin’ (Ut Unum Sint par. 34). Dalam surat pertama Yohanes dikatakan bahwa, “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita” (I Yoh. 1:8). Sabda Kitab Suci ini menyadarkan bahwa diri kita adalah seorang pendosa dan hal ini juga terkait dengan semangat yang akan dibawa dalam dialog. “Kalau dialog itu tidak menjadi pemeriksaan batin, semacam ‘dialog antar suara hati’ dapatkah kita mengandalkan jaminan yang kita terima dari surat pertama Yohanes? “Anak-anakKu, kutulis semuanya kepada kamu, supaya kamu jangan berdosa. Akan tetapi kalau ada yang berdosa, kita memiliki perantara pada Bapa, Yesus Kristus yang benar. Dia itulah tebusan bagi dosa-dosa kita, dan bukan hanya bagi dosa-dosa kita, melainkan juga bagi dosa-dosa seluruh dunia” (Ut Unum Sint par. 34). Kesatuan Kristiani masih mungkin, asal dengan rendah hati kita menyadari bahwa kita telah berdosa melawan kesatuan dan memiliki kerinduan untuk bertobat, bukan hanya meninggalkan dosa-dosa probadi tetapi juga dosa-dosa sosial yang kerapkali menghasilkan perpecahan bahkan memperparah perpecahan. Dialog menjadi suatu dialog pertobatan. Dengan begitu, seperti diungkapkan oleh Paus Paulus VI, artinya menjadi ‘dialog keselamatan’ yang otentik. “Dialog tidak dapat berlangsung melulu hanya pada taraf horisontal, terbatas pada pertemuan-pertemuan, pertukaran pandangan-pandangan atau bahkan berbagi kurnia-kurnia yang khas bagi masing-masing jemaat. Dialog terutama mempunyai bobot vertikal juga, ditujukan kepada Dia sendiri, yang sebagai penebus dunia dan Tuhan sejarah bagi kita menjadi Pendamaian” (Ut Unum Sint par. 35). Dialog hanya bisa berjalan dalam penghargaan akan segala apa yang merupakan wujud dan tanda karya Roh, yang dalam iman Kristen wujud dan tanda itu dinyatakan secara penuh oleh-Nya berkat Kristus dan dalam Bapa di dalam Gereja tubuh-Nya. Dialog menjadi suatu upaya untuk memecahkan perselisihan. “Dialog merupakan upaya kodrati juga untuk membandingkan pandangan-pandangan yang berbeda, dan terutama untuk memeriksa pokok-pokok perselisihan yang menghambat persekutuan sepenuhnya antar umat Kristiani. Maka dibutuhkan cinta kasih terhadap mitra dialog dan kerendahan hati terhadap kebenaran” (Ut Unum Sint par. 36). Dialog menghadapkan umat Kristiani pada perbedaan-perbedaan pandangan yang nyata dan sesungguhnya mengenai iman. Maka hendaknya setiap perselisihan ditanggapi dengan semangat kasih persaudaraan yang tulus, sikap hormat terhadap tuntutan-tuntutan suara hatinya sendiri dan suara hati mitra dialog, dengan kerendahan hati yang mendalam dan cinta akan kebenaran. Berkah Dalem – Rm. Dhani Pr Catatan kecil: Ut Unum Sint (supaya mereka menjadi satu) merupakan ensiklik yang diterbitkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada 25 Mei 1995. Dokumen ini menunjukkan bahwa Gereja Katolik bergerak menuju kesatuan dengan gereja-gereja protestan (ekumenis) Ensiklik merupakan surat Paus sebagai uskup Roma dan pemimpin Gereja katolik dunia yang berisi ajaran iman dan kesusilaan. Asal-usul Jumat Pertama Perayaan Jumat pertama menunjuk pada devosi kepada Hati Kudus Yesus yang sebenarnya sudah dimulai pada abad 11 dan 12 Masehi di lingkungan biara Benediktin dan Sistersian. Pada abad 13-16 Masehi, devosi ini menurun dan mulai hidup lagi pada pertengahan akhir abad 16, salah satunya oleh Yohanes dari Salib (1569). Pada abad 17, berbagai praktek devosi kepada Hati Kudus Yesus dari beberapa tokoh spiritual mulai menjamur, di antaranya Santo Fransiskus Borgia, Santo Aloysius Gonzaga dan Beato Petrus Kanisius. Namun semuanya itu hanyalah devosi yang bersifat pribadi. Beato Yohanes Eudes (1602-1680) membuat devosi ini menjadi devosi umat, yang dirayakan dalam peribadatan. Ia bahkan menetapkan pesta liturgi khusus untuk devosi kepada Hati Kudus Yesus ini. Pada tanggal 31 Agustus 1670, pesta liturgis pertama untuk menghormati Hati Kudus Yesus dirayakan dengan begitu agung di Seminari Tinggi Rennes, Perancis. Walaupun demikian, perayaan Hati Kudus Yesus pada masa itu belum menjadi perayaan resmi gereja sedunia, tetapi merupakan awal devosi kepada Hati Kudus Yesus untuk seluruh Gereja. Awal Jumat Pertama Istilah Jumat pertama sebagai devosi kepada Hati Kudus Yesus berawal dari penampakan Yesus kepada Santa Maria Margaretha Alacoque (1647-1690) di Perancis. Dalam penampakan-Nya, Yesus mengungkapkan rupa-rupa misteri rohani dan permintaan untuk penghormatan khusus kepada Allah. Pada penampakan ketiga (1674), Yesus menampakkan diri dalam kemuliaan dengan kelima luka penderitaan- Nya yang bersinar bagaikan mentari, dan dari Hati Kudus Yesus tampaklah Hati Kudus Yesus yang mencinta. Yesus mengungkapkan, bahwa banyak orang tak menghormati dan menyangkal-Nya. Oleh karena itu, sebagai silih dan pemulih atas dosa-dosa manusia, melalui Maria Margaretha, Yesus meminta untuk menghormati-Nya secara khusus dengan menerima Sakramen Mahakudus sesering mungkin. Secara khusus pula, Yesus meminta untuk menerima Komuni Kudus pada Hari Jumat pertama setiap bulan, dan pada setiap Kamis malam di mana Yesus membagikan penderitaan yang dirasakan-Nya di Taman Getsemani. Hari Jumat Pertama itulah yang dirayakan oleh segenap umat sampai sekarang ini. Dan peringatan Hari Kamis malam masih dirayakan sampai sekarang ini di biara-biara dan oleh sebagian umat dengan perayaan devosional yang disebut Hora Sancta atau Jam Suci. Kita tidak mengetahui mengapa Yesus meminta untuk menerima Komuni Kudus pada hari Jumat Pertama. Jika dikaitkan dengan Hari Kamis malam sebagai kenangan akan derita Yesus di Taman Getsemani, tentu Hari Jumat yang dimaksud Yesus adalah hari wafat-Nya di kayu salib. Mengapa harus hari Jumat Pertama dan bukan setiap hari Jumat? Kita juga tidak menemukan alasannya. Mungkin hari Jumat pada bulan baru menunjuk pada permulaan yang baik untuk kehidupan Kristen sepanjang bulan itu. Setelah penampakan Yesus pada Maria Margaretha Alacoque, devosi kepada Hati Kudus Yesus berkembang pesat. Pada tahun 1856, Paus Pius IX menetapkan Pesta Hati Kudus Yesus pada Hari Jumat sesudah Pesta Tubuh dan Darah Kristus. Hal ini berkaitan langsung dengan permintaan Yesus pada Maria Margaretha Alacoque saat penampakan keempat (1675) untuk menghormati Hati Kudus-Nya secara khusus. Itulah pesta liturgis yang sampai sekarang ini dirayakan oleh gereja kita secara resmi. Makna Jumat Pertama Adalah hal yang baik bagi umat untuk meneruskan devosi kepada Hati Kudus Yesus pada hari Jumat pertama setiap bulan, karena anugerah khusus akan diberikan kepada mereka yang menerima komuni pada sembilan hari Jumat pertama berturut-turut. Sebelum meninggal, orang tersebut tidak akan mati dalam dosa, karena diberi pengampunan dosa dan akan mengalami kebahagiaan dalam keluarga dan penghiburan dalam derita. Romo Dhani-Berkah Dalem.
Lingkaran Natal merupakan salah satu lingkaran perayaan misteri-misteri Kristus sepanjang satu tahun liturgi dengan kekhususan misteri kedatangan Tuhan. Lingkaran Natal terdiri dari masa Adven sebagai masa penantian kedatangan Almasih dan masa Natal sebagai perayaan misteri kelahiran Tuhan. Selama lingkaran Natal ini, kita mengenang dan merayakan kedatangan Tuhan, “Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya. Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya” (Yoh. 1: 11-12). Masa Adven Masa Adven kita maknai sebagai masa penantian penuh harapan dan sukacita akan kedatangan Tuhan dan masa mempersiapkan Natal dengan sikap pertobatan. Masa Adven bertujuan mempersiapkan Hari Raya Natal dengan mengarahkan hati, supaya umat dengan penuh pengharapan menantikan Tuhan pada akhir zaman. Dari sisi teologis, dalam masa Adven, kita dapat melihat dimensi historis-sakramental keselamatan Allah yakni Allah yang berkenan hadir dalam sejarah hidup manusia. Allah menghendaki agar Gereja hidup dalam keberlangsungan proses karya keselamatan Allah yang sudah, sedang, dan senantiasa dinantikan. Maka Gereja mempunyai tugas misioner untuk mewartakan Sabda Allah kepada segala bangsa dan menyerukan ajakan untuk selalu berjaga-jaga. Dalam masa Adven, Gereja juga mengajak umat beriman untuk menghayati keutamaan-keutamaan kristiani. Keutamaan-keutamaan kristiani itu menjadi semangat dasar pada masa Adven yakni pengharapan, takwa dalam sikap iman, sikap tobat dan berpaling pada Allah, berjaga-jaga, kemurnian hati, dan penghargaan atas martabat orang lain. Dalam masa Adven kita juga dapat mengenangkan dan belajar dari tokoh-tokoh teladan dalam sejarah keselamatan seperti: Yesaya, Yohanes Pembaptis, Maria dan Yosef, para gembala, tiga majus dari timur. Masa Adven dimulai dengan ibadat sore menjelang hari Minggu yang jatuh pada tanggal 30 November atau yang terdekat dengan tanggal itu dan berakhir sebelum ibadat sore menjelang Hari Raya Natal. Masa Adven terdiri dari empat minggu dengan tema-tema pokok, sbb: 1) Minggu Adven I: pewartaan tentang kedatangan Tuhan kembali dan berjaga-jaga; 2) Minggu Adven II: pewartaan Yohanes Pembaptis tentang ajakan untuk pertobatan; 3) Minggu Adven III: Yohanes Pembaptis sebagai perintis jalan, Yesus sebagai mesias (minggu Gaudete); 4) Minggu Adven IV: peristiwa menjelang kelahiran Yesus. Selama masa Adven kiranya baik juga diisi dengan aneka macam kegiatan yang dapat mendukung umat. Kegiatan yang bisa dilakukan selama masa Adven diantaranya: 1) Kegiatan pewartaan dan peribadatan, seperti: ibadat adven, ibadat tobat, pemberkatan korona, pertemuan Adven, Novena/Triduum Natal; dan 2) Kegiatan sosial sebagai aksi Adven, perhatian kepada orang miskin dan menderita, serta kerjasama dengan setiap orang yang berkehendak baik. Masa Natal Masa Natal merupakan perayaan kelahiran Tuhan. Perayaan ini hendak mengungkapkan: 1) kegembiraan serta sukacita karena Allah mengangkat kita dari martabat manusiawi kepada martabat Ilahi, 2) menekankan dan mewartakan Allah yang masuk dalam sejarah hidup manusia, 3) saat terpenuhinya janji keselamatan Allah untuk manusia, 4) peristiwa yang menentukan dalam sejarah keselamatan yang berpuncak pada Paskah, 5) awal kehidupan Gereja (kelahiran kepala yang memungkinkan kelahiran tubuh mistik). Melalui perayaan Natal ini hendak dikembangkan penghayatan spiritualitas yang mengangkat nilai hidup manusia secara utuh yakni melalui Kristus yang hadir sebagai penyelamat manusia dan sebagai pribadi yang patut diteladani. Selain itu, perayaan Natal hendak membangun cinta kasih persaudaraan sebagai tubuh mistik dengan Kristus sebagai kepalanya. Perayaan Natal juga menumbuhkan kepekaan terhadap situasi zaman, kesederhanaan dalam hidup, dan perhatian kepada orang miskin. Masa Natal berlangsung dari ibadat sore menjelang Hari Raya Natal sampai dengan Pesta Pembaptisan Tuhan. Pada tanggal 24 Desember sebelum atau sesudah ibadat sore, dirayakan Misa sore Vigili Natal yakni misa menjelang hari raya Natal. Ada tiga misa Hari Raya Natal yakni Misa Malam (dirayakan setelah matahari terbenam), Misa Fajar, dan Misa Siang. Umat beriman hendaknya, mengikuti Perayaan Ekaristi Hari Raya Natal pada malam Natal dan atau salah satu Misa Fajar atau Misa Siang. Kegiatan yang bisa kita lakukan dalam Masa Natal yakni: 1) Maklumat Natal; 2) Penyalaan lilin sebelum maklumat Natal; 3) Perarakan bayi Yesus ke kandang; 4) Pelaksanaan tablo Natal dan bukan mengganti bacaan Injil; 5) Aksi Natal untuk memberi perhatian kepada: anak-anak, adi yuswa, KLMTD. Seluruh kegiatan ini hendak membangun suatu penghayatan yang menyeluruh dalam Masa Natal baik sebagai suatu pendalaman iman maupun juga sebagai perwujudan iman yang kongkret dan nyata. Marilah kita siapkan hati dan budi menyambut kedatangan Tuhan. Semoga pemahaman sederhana ini memberi inspirasi dan membantu kita semua dalam menghayati serta menjalani perayaan iman Gereja yang diadakan selama lingkaran Natal. Pada waktunya, perayaan liturgi dan ibadat pada lingkaran Natal itu dapat memberi kekuatan dan berkat melimpah bagi umat beriman dalam menjalani perjuangan dan perutusannya di tengah masyarakat pada zaman dewasa ini. Romo Dhani-Berkah Dalem!
Adorasi yang artinya penyembahan tidak sama persis dengan devosi. Adorasi/penyembahan hanya diberikan kepada Kristus, sedangkan devosi yang merupakan praktek religius, dapat berupa penyembahan kepada Kristus maupun juga penghormatan kepada para orang kudus.
Buah-buah yang diperoleh dari Adorasi adalah pertumbuhan rohani bagi mereka yang melaksanakannya, yang diperoleh karena rahmat dari Kristus sendiri. Sudah menjadi rahasia umum bahwa paroki- paroki yang rajin melakukan doa Adorasi, dan menyediakan “perpetual adoration” (Adorasi tanpa henti) akan diberkati Tuhan; panggilan imamat dari paroki tersebut akan meningkat, dan keluarga- keluarga dalam paroki tersebut dapat lebih bersatu dan bersemangat dalam melakukan tugas- tugas kerasulan. Jadi, alangkah baiknya kita meluangkan waktu untuk setidaknya sekali seminggu melakukan 1 jam Adorasi di hadapan Sakramen Maha Kudus. Alamilah kasih Tuhan, dan alamilah juga buah- buah positifnya dalam hidup kita. Berikut ini adalah beberapa saran yang dapat dilakukan dalam Adorasi Sakramen Mahakudus: a) Ucapkanlah doa pembuka sebelum Adorasi. b) Berdoa dari kitab Mazmur atau membaca doa Ibadat Harian. Kita dapat memilih Mazmur yang berisi pujian, ucapan syukur, permohonan ampun ataupun permohonan agar didengarkan Tuhan. Atau kita dapat pula mendoakan Ibadat Harian yang dibacakan oleh Gereja sepanjang tahun. c) Mengulangi “Doa Yesus” Mengulangi doa, “Tuhan Yesus, kasihanilah aku, yang berdosa ini.” Ulangilah terus, sampai hati dan pikiran anda tenang dan masuk dalam doa kontemplasi. d) Merenungkan Kitab Suci (Lectio Divina) Pilihlah salah satu perikop dalam Kitab Suci. Bacalah dan renungkanlah ayat- ayat tersebut. Pusatkan perhatian pada salah satu ayat yang menyentuh kita saat itu dan mohonlah agar anda dapat memahami apa yang Tuhan inginkan anda pahami akan ayat itu. e) Bacalah riwayat hidup para Santa/ santo dan berdoalah bersama dengan mereka. Banyak dari para orang kudus mempunyai devosi kepada Ekaristi, contohnya St. Teresa dari Lisieux (kanak- kanak Yesus), Katarina dari Siena, Fransiskus Asisi, Thomas Aquinas, dan Ibu Teresa dari Kalkuta. Kita dapat membaca riwayat hidup mereka dan berdoa bersama mereka di hadapan Sakramen Maha Kudus, semoga kitapun didorong untuk bertumbuh di dalam iman dan kekudusan seperti mereka. f) Curahkan isi hati kepada Kristus dan sembahlah Dia. Kita dapat pula datang dan mencurahkan isi hati kita kepada-Nya, menyadari bahwa kita berada di dalam hadirat-Nya. Kita berdoa seperti St. Fransiskus Asisi, “Aku meyembah-Mu, O Kristus, yang hadir di sini dan di semua gereja di seluruh dunia, sebab dengan salib suci-Mu Engkau telah menebus dunia.” g) Mohonlah ampun kepada Tuhan dan berdoalah bagi orang-orang lain Kita dapat pula berdoa bagi mereka yang pernah menyakiti hati kita dan memohon rahmat Tuhan bagi mereka. Mohonlah agar Tuhan mengampuni kita, yang juga telah menyakiti sesama/ kurang memperhatikan mereka. Atau, seperti yang dianjurkan oleh St. Faustina Kowalska, kita dapat berdoa memohon kerahiman ilahi bagi seluruh dunia dan kita dapat mendoakan doa Kerahiman Ilahi tersebut. h) Berdoalah rosario. Paus Yohanes Paulus II mengajak kita untuk merenungkan tatapan Bunda Maria yang memandang bayi Kristus di pelukannya, saat kita berada dalam persekutuan dengan Kristus. Kita dapat pula berdoa rosario dan memohon agar bersama Bunda Maria kita dapat memandang Kristus di dalam Ekaristi. i) Duduk sajalah dengan tenang dan alami hadirat Tuhan Kita dapat pula duduk tenang dalam hadirat Tuhan seperti halnya kita sedang mengunjungi seorang sahabat. Duduk tenang di hadapan-Nya, dan nikmatilah hadirat-Nya. Daripada bercakap- cakap dengan-Nya, kita dapat pula diam, dan berusaha mendengarkan apa yang hendak disampaikan-Nya. j) Di akhir Adorasi, dapat diucapkan doa penutup. Berkah Dalem-Romo Dhani Pr Disarikan dari berbagai sumber. Spiritualitas kerap diartikan sebagai kerohanian karena spiritus berarti roh. Tetapi kata spiritualitas bukan dari kata latin tetapi prancis yakni spiritualite yang pertama-tama bukan kerohanian melainkan corak atau gaya hidup. Spiritualitas adalah semacam sikap dasar berhadapan dengan kenyataan hidup. Spiritualitas tidak dilihat dalam pertentangan dunia, tidak menarik diri dalam keheningan hatinya sendiri, tidak sama dengan kesalehan yang cenderung devosional. Spiritualitas justru sibuk dengan hidup sehari-hari, menurut segala aspek duniawinya. Tekanan ada pada praxis dan bukan pada pemahaman. Dan yang paling dipentingkan adalah hidup yang biasa. Ciri khasnya adalah keterbukaan kepada yang lain baik masyarakat maupun agama-agama yang lain. Tekanan pada hubungan pribadi dengan Allah, khususnya melalui Kristus atau rasul-rasul Allah yang lain. Spiritualitas tidak berarti ‘politisasi’ hidup rohani, betapapun kongkret bentuk pelaksanaannya. Dan selalu ingin dipertahankan kreativitas dan mobilitas. Spiritualitas lebih merupakan mentalitas daripada peraturan atau kebiasaan tradisional.
Pengharapan adalah iman yang dinamis, iman yang menggerakkan hidup, transendensi ke depan. Pengharapan sama seperti iman, tidak boleh dilepaskan dari keterarahan kepada misteri. Kalau orang tidak berpengharapan itu berarti bahwa dinamika hidup hilang, ia tidak hidup lagi, melainkan dihidupkan oleh dunia sekitarnya, ia terpaksa hidup. Pengharapan berarti berani menerima hidup dan mengembangkannya ke arah misteri yang agung. Dasar iman adalah masa lampau, wahyu Tuhan yang telah disampaikan kepada manusia. Pengharapan mengarahkan misteri itu ke masa depan. Pengharapan adalah dinamika yang menggerakkan segala kegiatan dan usaha yang terbatas karena senantiasa mencari yang tidak terbatas. “...Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan” (I Petrus 1:3). Pengharapan adalah keyakinan bahwa Tuhan beserta kita. Pengharapan dapat dikatakan sebagai pengalaman akan Allah dalam kesibukan hidup sehari-hari. Maka tidak terbatas pada pengalaman rohani saja. Pengalaman ini menyangkut hidup seluruhnya dan berarti keterbukaan bagi dunia sekitar. Sebagaimana manusia mengalami keterarahan diri pada misteri, begitu juga ia membuka diri bagi keseluruhan hidup di dalam dan di luar dirinya. Dengan demikian Allah tidak terpisah dari hidup yang real, malahan dalam segala-galanya menjadi dekat. Pengalaman akan Allah yang dimaksud di sini berhubungan langsung dengan pengalaman nilai. Nilai bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, nilai diberikan manusia berdasarkan pengalaman. Yang mendukung hidup adalah nilai positif dan begitu pula sebaliknya. Dalam nilai yang positif dialami juga keterarahan pada nilai mutlak yang harus ada, karena memberi arti penuh pada hidup. Maka dalam perjuangan menuju dan mencari arah, Allah ditemukan. Bukan dalam suatu refleksi yang abstrak dan kering, melainkan dalam ketidakpastian hidup. Allah yang berjalan bersama manusia, Allah yang terlibat dalam perjuangan hidup manusia. Pergulatan hidup manusia merupakan medan juang untuk mewujudkan makna spiritualitas yang sesungguhnya. Dalam arti sekarang ini, masa pandemi merupakan ruang bagi kita untuk semakin bertumbuh dalam roh. Melihat dengan kacamata iman kehadiran Tuhan dalam kehidupan kongkret setiap hari termasuk dalam pandemi yang tak berkesudahan ini. Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita (Ibrani 6:19). Jika kita hidup berarti kita harus berani menaruh harapan terlebih kepada Allah yang menjadi sumber kehidupan itu sendiri. Kita dapat terus memaknai hidup kita kendati di tengah pandemi. Karena jiwa kita selalu diisi dengan Roh Allah yang selalu membuat kita berpengharapan dari waktu ke waktu. Sebagaimana Chrisye dalam lagunya...Badai Pasti Berlalu... Awan hitam di hati yang sedang gelisah Daun daun berguguran Satu satu jatuh kepangkuan Kutenggelam sudah ke dalam dekapan Semusim yang lalu sebelum kau mencapai Langkahku yang jauh Kini semua bukan milikku Musim itu telah berlalu Matahari segera berganti Gelisah kumenanti tetes embun pagi Tak kuasa ku memandang dikau matahari Kini semua bukan milikku Musim itu telah berlalu Matahari segera berganti Badai pasti berlalu Badai pasti berlalu Badai pasti berlalu Badai pasti berlalu “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu”, (Matius 24:35). Yosafat Dhani Puspantoro, Pr |