Paroki St. Yohanes Rasul Wonogiri
  • Home
  • Profil Paroki
  • Katekese
  • Pelayanan
  • Berita Paroki

katekese

Irihati Akar Masalahnya

3/27/2025

1 Comment

 
Puncta 27 Maret 2025
Kamis Prapaskah III
Lukas 11: 14-23

KETIKA Pandawa diketemukan kembali setelah dikabarkan mati akibat kebakaran di Balai Sigala-gala, Adipati Destarastra memanggil mereka ke Hastinapura. Destrarasta ingin menghadiahkan tanah perdikan di Wana Wisamarta.

Mendengar berita itu, Gendari marah kepada Destarastra, suaminya. Ia tidak setuju dengan pemberian hutan belantara itu. Gendari merasa irihati karena pemberian itu. Dendam dan irihati sudah tertanam sejak ia jadi putri boyongan dan diserahkan sebagai istri untuk Destarastra. Padahal ia berharap menjadi istri Pandu.

Gendari menuduh Destarastra pilih kasih. Anak-anaknya sendiri tidak dipikirkan, tetapi anak-anak Pandu justru diberi hadiah tanah perdikan. Irihati ini terus disimpan menjadi dendam kepada anak-anak Pandu.

Ia bersumpah untuk selamanya anak-anaknya akan selalu memusuhi Pandawa dan mengarah kematian mereka. Irihati membuat segala tindakannya didasari sikap benci dan dendam membara.

Ketika Yesus mengusir setan yang membisukan, orang banyak kagum. Tetapi ada juga yang irihati kepada-Nya. Mereka menuduh Yesus menggunakan kuasa Beelzebul, Penghulu setan. 

Ada pula yang meminta suatu tanda dari sorga kepada-Nya, untuk mencobai Dia.

Orang irihati memandang segala sesuatu dengan kacamata buruk dan jahat. Yang diinginkan hanyalah kejatuhan dan kehancuran musuhnya. Maka mereka ingin mencobai dan menjatuhkan Yesus.

Yesus menjawab cobaan dan tantangan mereka dengan menjelaskan, bagaimana mungkin sebuah kerajaan Iblis saling bertentangan. Pastinya mereka akan runtuh sendiri. Kerajaan yang saling berperang sendiri akan hancur berantakan.

"Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa, dan setiap rumah tangga yang terpecah-pecah, pasti runtuh. Jikalau Iblis itu juga terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri, bagaimanakah kerajaannya dapat bertahan? Sebab kamu berkata, bahwa Aku mengusir setan dengan kuasa Beelzebul.”

Apakah irihati juga menguasai hati kita sehingga kita tidak mampu melihat kebaikan orang lain dan hanya ingin mengarah kejatuhan sesama? 

Waspadalah dengan sikap irihati karena akan menjatuhan diri sendiri.

Dari pelabuhan Bagan Siapi-api,
Naik kapal menuju Pulau Roti.
Jika kita memendam rasa iri,
Hidup laksana bensin dekat api.

Wonogiri, jangan suka irihati
Rm. A.Joko Purwanto, Pr
1 Comment

Yesus Kristus (2)

3/21/2025

0 Comments

 
Pembaptisan Yesus
“Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku, lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api (Matius 3:11).
Yesus datang kepada Yohanes pembaptis agar diri-Nya dibaptis. Pada saat itulah, langit terbuka dan Roh Kudus turun dalam rupa burung merpati. Allah Bapa menyatakan identitas Yesus sebagai Putra-Nya yang terkasih.
Pada peristiwa pembaptisan Yesus ini, kesatuan Allah Tritunggal dinyatakan. Ketiga pribadi Allah, Bapa, Putera, dan Roh Kudus hadir secara sempurna.
​
Pencobaan di Padang Gurun
Injil Matius mengisahkan bahwa setelah Yesus dibaptis di Sungai Yordan, Ia dibawa oleh Roh ke padang gurun. Di sana Yesus mengalami pencobaan dari Iblis (Mat 4:1-11).
Padang Gurun adalah tempat yang gersang dan tidak nyaman. Di sanalah Yesus berpuasa 40 hari. Puasa dalam banyak tradisi kerohanian, merupakan suatu bentuk mati raga yang dilakukan oleh orang atau kelompok sebelum mulai peristiwa penting dalam hidup. Maka, peristiwa Yesus berpuasa di padang gurun pun bisa dilihat sebagai persiapan Yesus untuk memulai karya-Nya.
Yesus mengalami 3 jenis godaan: 1) mengubah batu menjadi roti, 2) menjatuhkan diri dari bubungan Bait Allah, 3) menyembah iblis. Ketiga hal ini mengingatkan kita bahwa sebagai manusia, kita memiliki kelemahan yang bisa dipakai oleh iblis untuk menjerat kita, yaitu: kelemahan fisik-ragawi, kecenderungan untuk mengejar kekuasaan, dan juga mengejar harta dunia.

Yesus Memanggil Murid-Murid
Bagaimana proses Yesus memilih 12 murid? Dikisahkan dalam Injil, Yesus berkeliling di Kapernaum dan membuat banyak mukjizat di sana (Mat 8:5-15; Mrk 1:21-45). Ia menjadi sangat terkenal dan banyak orang mengikuti dan mengerumuni Yesus kemana pun Ia pergi.
Injil Markus mengisahkan bagaimana Yesus memilih dan memanggil 12 rasul-Nya. Yesus meminta mereka meninggalkan cara hidup mereka yang lama. Sebagaian besar dari mereka adalah nelayan dari Tiberias. “Ketika Yesus sedang berjalan menyusuri danau Galilea....Ia berkata kepada mereka: Mari ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia. Lalu merekapun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia (Mrk. 1:16-20).
 
Konsekuensi Menjadi Murid-murid Yesus
Sangat jelas sekali diungkapkan dalam Kitab Suci bahwa Yesus meminta para murid-Nya untuk meninggalkan segala-galanya, termasuk orang-orang yang dicintai demi mengikuti Yesus secara total. (Mrk 8:34; Luk 14:26). Menjadi murid Yesus berarti “menyertai Dia” (Mrk 3:14) dengan segala konsekuensinya (Mrk 10:39). Hal yang terpenting dalam mengikuti Yesus adalah hubungan pribadi dengan Yesus sendiri. Para murid harus mengambil bagian dalam tugas dan perutusan Yesus, termasuk menyertai Yesus sampai wafat dikayu salib. Yesus meminta para murid-Nya untuk setia sampai akhir dan siap menanggung segala konsekuensi.
Rasul Paulus dalam suratnya kepada umat di Roma, dengan bahasa yang indah menuliskan: “Tidak ada sesuatupun yang mampu memisahkan aku dari cinta Kristus, entah itu penganiayaan, penderitaan, dan penindasan (Rm 8:35). 

Oleh ​Romo Heribertus Budi Purwantoro, Pr
0 Comments

Yesus Kristus

3/15/2025

0 Comments

 
Pada bagian kedua dari credo, kita akan membahas Pribadi kedua dari Allah Tritunggal, yaitu Yesus Kristus, Putera Tunggal Allah, Allah yang menjelma menjadi manusia. Ada begitu banyak hal yang bisa diungkap tentang Yesus, namun pada bagian ini kita hanya membahas hal-hal pokok saja. Kita memisahkan secara khusus pendalaman tentang Maria, ibu-Nya, karena ada banyak hal yang harus dibahas secara detail tentang Bunda Maria terkait dengan iman Katolik.

Arti Nama
“Yesus” berarti “Allah menyelamatkan”. Anak Perawan Maria dinamakan “Yesus”, karena Ia akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa (Mat 1:21). Di bawah kolong langit tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang oleh-Nya kita dapat diselamatkan (Kis 4:12). “Kristus” berarti” yang diurapi” atau “Mesias”. Yesus adalah Kristus, karena Allah mengurapi Yesus dengan Roh Kudus dan kuat kuasa (Kis 10:38). Yesus adalah Dia yang akan datang (Luk 7:19), harapan Israel (Kis 28.20) untuk menyelamatkan manusia.

Gelar Putera Allah dan Tuhan
“Putera Allah” menyatakan hubungan unik dan abadi dari Yesus kristus dengan Allah Bapa-Nya: Dialah Putera Bapa yang tunggal. Kita harus percaya bahwa Yesus Kristus adalah Putera Allah. “Tuhan” menyatakan kekuasaan Ilahi. Mengakui Yesus sebagai Tuhan atau berseru kepada-Nya berarti percaya pada kemahakuasaan-Nya yang mengatasi apapun. Tidak ada seorang pun yang dapat mengaku ‘Yesus adalah Tuhan’ selain oleh Roh Kudus (1Kor 12:3).

Misteri Penjelmaan
Allah menjelma menjadi manusia karena kehendak baik-Nya untuk menyelamatkan manusia. Misteri penjelmaan ini biasa kita sebut misteri inkarnasi. Yesus adalah Allah yang mansuk dalam kehidupan manusia 100%. Ia sama seperti kita manusia kecuali dalam hal dosa. Ia ingin menjadi sama dengan kita karena ingin berbelarasa dengan manusia yang menderita dan ingin menyelamatkan manusia yang berdosa. Oleh Katekismus Gereja Katolik no. 479-483 diterangkan demikian: Yesus Kristus memiliki dua kodrat, yang ilahi dan manusiawi. Karena Kristus sungguh Allah dan sungguh manusia, Ia memiliki akal budi manusiawi dan kehendak manusiawi. Keduanya serasi dan patuh terhadap akal budi ilahi-Nya dan kehendak Ilahi-Nya, yang Ia miliki bersama Bapa dan Roh Kudus. Inkarnasi, penjelmaan menjadi manusia yang mengagumkan dari kodrat ilahi dan kodrat manusiawi dalam Pribadi Yesus.

Alasan penjelmaan
“Buat apa ya...Allah capek-capek jadi manusia..? Udah jelasa enakan di Surga..! Di dunia harus menghadapi manusia yang keras kepala dan degil hatinya......
Allah telah turun dari Surga dan dengan kekuatan Roh Kudus, Ia telah menjadi manusia dengan perantaraan Maria. Ada 4 alasan Allah menjelma menjadi manusia (Katekismes Gereja Katolik no. 457-460)
  • Menyelamatkan mansuia dengan mendamaikan kita dengan Allah
  • Membantu kita agar kita lebih mudah merasakan cinta Allah
  • Menjadi contoh/model kesucian hidup kita
  • Membuat kita ambil bagian dalam kodrat ilahi-Nya

​​Oleh Romo Heribertus Budi Purwantoro, Pr
0 Comments

Allah Bapa

3/7/2025

0 Comments

 
Istilah Allah Bapa sebenarnya tidak khas kristiani. Agama-agama lain juga mengenalnya. Ada dua hal ketika Allah disebut sebagai Bapa. Pertama, sebutan Allah sebagai Bapa dalam semua agama menunjuk pada gagasan Allah sebagai asal-usul, pemelihara dan yang mengembangkan segala sesuatu yang ada. Kedua, sebutan Allah sebagai Bapa berhubungan dengan tradisi paternalistik ketika peran seorang bapa itu dominan dalam masyarakat.

Dalam Perjanjian Lama, ada begitu banyak paham Allah. Dari sini dapat dilihat bahwa iman akan Allah menjadi pergumulan dalam rentang masa yang panjang. Bagi umat Israel, YAHWE menjadi pengikat mereka (Bdk. Yosua 24). YAHWE dalam Perjanjian Lama inilah yang nantinya disebut ALLAH BAPA Tuhan Yesus Kristus, Allah Bapa kita juga.

Pengalaman akan Allah dalam Perjanjian Baru bertumpu pada tokoh Yesus Kristus. Bagaimana pun pengalaman iman Perjanjian Baru ditentukan oleh pengalaman Yesus Kristus akan Allah. Yesus sendiri menyebut Allah sebagai Bapa (Mat 5:48; Mrk 14:36; Luk 23:46; yoh 5:18). Yesus juga mengajarkan kepada kita untuk berdoa kepada Bapa di surga (Mat 6:9). Yesus selalu menghubungkan seluruh hidup, panggilan dan perutusan-Nya pada Allah Bapa (Yoh 4:34; Yoh 10:30). Inilah yang menjadi dasar mengapa kita menyebut Allah sebagai Bapa.

Dengan menyebut Allah sebagai Bapa, kita mempertegas dua karakter Allah: Transenden sekaligus Imanen. Transenden berarti Allah adalah sosok yang mahaagung, mahakuasa, dan tidak terselami melampaui kemanusiaan kita. Sedangkan Imanen berarti Allah sungguh dekat dengan perjuangan dan suka-duka hidup manusia. Allah, kita percayai sebagai sosok yang “tinggal di dalam” hidup kita sehingga kita memiliki kemungkinan menjalin relasi secara pribadi dengan-Nya.

Demikian, banyak kutipan dalam kitab suci mempertegas sebutan tentang Allah sebagai Bapa (Mat     6:9), Maha kuasa (Mat 26:64) dan Pencipta (Kej 14:19; Rm 1:25). Maka sebutan Bapa terkait erat dengan konsep kemahakuasaan. Kemahakuasaan Bapa juga terkait secara langsung dengan iman bahwa Dialah Pencipta alam semesta dan segala isinya.  
 
Kemahakuasaan Allah
Istilah Mahakuasa adalah gelar Allah yang dalam bahasa Yunani Pantokrator (=Omnipotens, bhs Latin) atau (Yahwe Zebaoth – Allah Bapa Tentara). Kemahakuasaan Allah bukan ide abstrak mengenai hakekat dan kemampuan Allah yang tidak dapat dibayangkan manusia, tetapi berciri dinamis dan relasional. Artinya, Allah Mahakuasa selalu menampakkan tindakan-Nya dalam sejarah dunia, umat manusia, dan khususnya dalam sejarah keselamatan melalui umat-Nya.
 
Pencipta Langit dan Bumi
Penciptaan itu terjadi melulu karena kasih dan kebaikan Allah dan sama sekali bukan karena jasa kita. Dari kisah penciptaan itu dapat dipahami bahwa yang pertama-tama ada adalah keselamatan bukan sejarah dosa. Pada awal penciptaan, semua diciptakan baik adanya, bahkan amat baik, dosa datang kemudian. Oleh karena itu, mestinya hidup ini menggembirakan. Setelah ada dosa pun, Allah senatiasa mengasihi dan berbelas kasih.

Bapa-bapa Gereja mengajarkan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu tanpa tergantung pada suatu hal atau materi apapun (creatio ex nihilo = penciptaan dari ketiadaan). Ia menciptakan, maka segalanya ada. Ia bersabda maka terjadilah. Hal ini melawan ajaran Plato yang menyatakan bahwa Allah menciptakan sesuatu dari suatu materi yang sudah ada. Selanjutnya, Konsili Florence (abad 15) mengajarkan bahwa Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus menciptakan bersama segala sesuatu. “Allah Bapa melalui Putra dalam Roh Kudus menciptakan kita, meyelamatkan kita, memperbaharui kita”. Sementara itu, Konsili Vatikan I (abad 19) mengajarkan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan penuh kebebasan, bukan untuk menambah kemuliaan-Nya tetapi melulu untuk kebahagiaan kita. 

​Oleh Romo Heribertus Budi Purwantoro, Pr
0 Comments

Credo

2/28/2025

0 Comments

 
CREDO (artinya, aku percaya: tanggapan atas pewahyuan diri Allah yang berlangsung dalam sejarah) adalah syahadat iman yang memuat pokok-pokok iman kepercayaan Gereja Katolik. Kita seringkali mengucap kembali iman kepercayaan tersebut, tetapi belum tentu memahami seluruh isi iman kita itu. Untuk itu, saya mengajak untuk mengeksplorasi kembali intisari pemahaman dan juga persoalan-persoalan pokok syahadat iman kita.

Dalam rumusan credo terungkap inti iman Katolik, bahwa kita percaya pada: Allah Bapa, Allah Putera, dan Allah Roh Kudus. Tak terlupa, kita pun percaya bahwa Allah menganugerahkan rahmat melalui Gereja.

Kita mengimani bahwa Allah sungguh mahabaik dan penuh perhatian terhadap ciptaan-Nya. Seluruh misi-Nya semata-mata hanyalah demi menjadikan manusia sebagai putra-Nya. Hingga, akhirnya Ia mengutus Putera-nya yang tunggal sebagai pemenuhan janji keselamatan, memulihkan kembali martabat manusia menjadi putera-Nya. Roh Kudus pun dianugerahkan-Nya kepada orara Rasul dan Gereja untuk menemani kita berziarah di dunia ini. Inilah inti kebenaran iman yang terdapat dalam rumusan Syahadat Aku Percaya.
 
Sejarah singkat Credo
Yesus sama sekali tidak meninggalkan warisan tertulis yang dapat dijadikan pegangan oleh para Rasul. Akan tetapi, Yesus mewariskan Roh Kudus-Nya (Kisah Para Rasul 2:1-13). Ia tidak membiarkan murid-Nya kebingungan karena Roh Kudus inilah yang mengajar dan mengingatkan para rasul tentang semua yang Yesus katakan kepada mereka (Yohanes 14:26).

Begitulah, muncul beberapa pokok pernyataan iman yang dalam perkembangan sejarah dirumuskan menjadi credo. Tepatnya, sejak abad kedua, syahadat ini sudah dirumuskan. Demikian, syahadat yang paling kuno adalah Syahadat Para Rasul (syahadat pendek) yang biasa kita ucapkan saat Perayaan Ekaristi atau saat doa Rosario.  Sedangkan Syahadat Panjang secara resmi disebut sebagai Syahadat Nicea Konstantinopel yang dirumuskankan dalam Konsili Nikea (tahun 345) dan Konsili Konstantinopel Pertama (tahun 381). Syahadat panjang itu dirumuskan untuk mengembalikan pandangan iman yang benar, yang sempat diselewengkan oleh  para bidaah (ajaran sesaat).
​
Dalam Liturgi, sejak abad ke lima, Gereja Timur menggunakan syahadat panjang dalam ekaristi. Gereja Barat kemudian mengikuti tradisi ini. Sementara itu, syahadat pendek di Gereja Barat hanya digunakan dalam liturgi baptis. Sejak abad ke sembilan diundangkan bahwa syahadat panjang digunakan dalam  misa, syahadat pendek digunakan dalam baptisan. Baru pada tahun 1970 (Missale Romanum), keduanya boleh digunakan dalam misa. 

​Oleh Romo Heribertus Budi Purwantoro, Pr
0 Comments

Wahyu-Iman : Perjumpaan Pribadi antara Allah dan Manusia

2/21/2025

0 Comments

 
Wahyu Allah
Dalam kebaikan dan kebijaksanaan-Nya, Allah berkenan mewahyukan diri-Nya dan memaklumkan rahasia kehendak-Nya (lih. Efesus 1:9)

Allah, yang menciptakan segala sesuatu serta melestarikannya senantiasa memberi kesaksian tentang diri-Nya kepada manusia. Lebih dari itu, Ia mengundang manusia masuk ke dalam persekutuan dengan diri-Nya. Tetapi, manusia pertama justru menjauhi-Nya dengan sikap ketidaktaatan. Dan, Allah tidak tinggal diam. Sesudah Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, Allah menjanjikan keselamatan dengan menawarkan perjanjian kepada manusia lewat banyak tokoh dalam Kitab Suci. Pewahyuan janji keselamatan dari Allah berpuncak dalam pribadi Yesus Kristus dan kemuliaan diteruskan oleh Roh Kudus dalam Gereja hingga kini. Itulah cara Allah mewahyukan diri-Nya dan cinta-Nya kepada manusia secara terus-menerus.

Utusan dan Para Nabi
Dalam sejarah bangsa Israel, Allah memilih 3 utusan-Nya: Nuh, Abraham dan Musa untuk menawarkan keselamatan kepada umat pilihan-Nya. Melalui Nuh, dunia yang sudah dipenuhi kedosaan diperbaharui. Melalui Abraham, Allah membentuk satu bangsa bagi Diri-Nya, dan pada zaman Musa, Allah membebaskan Israel dari perbudakan Mesir dan memberikan hukum-Nya yang kita kenal sebagai 10 Perintah Allah.

Allah terus menerus mewahyukan diri-Nya dengan mengutus pula nabi-nabi, seperti: Yesaya, Yeremia, Hosea, Amos, dan sebagainya. Mereka menyerukan kehendak Allah sesuai dengan keadaan konkret pada zamannya.

Penggenapan Wahyu
Setelah pada zaman dahulu, Allah berulangkali dan dalam belbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini, Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya (Ibrani 1:2)

Puncak pewahyuan para nabi adalah kedatangan Sang Emanuel, Juru Selamat. Allah mewahyukan diri-Nya secara penuh dengan mengutus Putera-Nya sendiri, yakni Yesus Kristus. Dalam diri Putera-Nya ini, Allah mengadakan suatu perjanjian baru yang kekal untuk selama-lamanya. Sesudah Yesus, tidak akan ada pewahyuan lain lagi. Yesus merupakan pemenuhan dari seluruh janji Allah pada masa yang lampau. Nubuat para nabi dan juga seluruh hukum Allah digenapi dalam diri Yesus, melalui hidup, karya dan ajaran-Nya. 

Iman: Jawaban atas Wahyu Allah
Iman adalah anugerah dari Allah. Agar mampu memiliki iman, kita membutuhkan Roh Kudus. Akan tetapi, iman juga merupakan tindakan manusia yang dilakukan dengan sadar dan bebas tanpa paksaan.

Jawaban itu melibatkan seluruh pribadi manusia: akal budi, kehendak, perasaan, dan perbuatan. Maka, iman harus dipahami pertama-tama sebagai penyerahan diri kepada Allah. Istilah biblisnya adalah ketaatan iman (Roma 16:26). Lebih jauh lagi Konsili Vatikan II memahami iman sebagai perjumpaan pribadi dengan Allah (Dei Verbum no. 5-6).

Melalui proses pewahyuan dari Allah dan tanggapan iman dari pihak manusia, kita diperkenankan untuk mengenal Allah. Namun, hal itu tidak sama dengan mengetahui Allah. Allah tetaplah misteri. Ia “bersemayam dalam terang yang tak terhampiri; seorang pun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia” (1 Tim 6:16). Yesus memang mewahyukan bahwa “Barangsiapa melihat Aku, ia melihat Bapa” (Yoh 14:9). Namun, manusia tetap memiliki keterbatasan. Maka, ada banyak gambaran mengenai Allah, yang biasanya dipengaruhi oleh alam pikirannya sendiri.

Masih ingat kisah santo Agustinus dan seorang anak kecil di tepi pantai? Santo Agustinus bertanya, “Nak, untuk apa kamu membuat sumur kecil ini?” Si anak kecil ini menjawab dengan santainya, “Aku ingin memindahkan air laut ke dalamnya!” Itulah yang seringkali dilakukan oleh akal budi manusia, mencoba untuk mengerti misteri Allah dengan otaknya yang terbatas. Gereja memang yakin bahwa akal budi manusia tetap dapat memahami Allah walaupun sangat terbatas. Biasanya kita memberikan gambaran-gambaran duniawi tentang Allah, seperti: gembala, sahabat, dll. Semua itu tidak pernah secara sempurna menggambarkan misteri Allah kita. Oleh karena itu, dalam beriman, manusia harus mengatasi gambaran-gambaran duniawi tentang Allah. Penghayatan hubungan pribadi dengan Allah selalu lebih penting daripada gambaran dan pengertiannya.

*Diambil dari berbagai sumber

​
Oleh Romo Heribertus Budi Purwantoro, Pr
0 Comments

Mari Menanggapi Undangan Tuhan (2)

2/28/2022

0 Comments

 
Marilah kita memahami dan meresapi setiap bagian-bagian dalam perayaan Ekaristi. Perayaan Ekaristi dapat dibagi menjadi empat bagian penting yakni: Ritus Pembuka, Liturgi Sabda, Liturgi Ekaristi, dan Ritus Penutup. Keempat bagian dapat dijelaskan sebagai berikut:

A. Ritus Pembuka
   1. Perarakan Masuk
Menjadi simbol umat Allah yang sedang berziarah di dunia ini. Terus bergerak dan dinamis. Biasanya diiringi dengan lagu pembuka yang berfungsi untuk membina kesatuan umat dan menghantar kepada misteri iman yang dirayakan.
  2. Penghormatan Altar, Tanda Salib, dan Salam kepada Umat
Sebagai tanda penghormatan, imam dan pelayan membungkuk khidmat di depan Altar kemudian imam mencium Altar (relikwi) sebagai tanda siap sedia untuk menjadi martir kecil bagi Gereja. Tanda salib yang membuka perayaan ini mengingatkan akan misteri Allah Tritunggal yang mengundang kita dalam satu persekutuan persaudaraan ini. Salam menunjukkan bahwa Tuhan hadir di tengah-tengah umat-Nya. Salam tersebut kemudian mendapat jawaban dari umat yang memperlihatkan misteri Gereja yang sedang berkumpul.
  3. Pernyataan Tobat
Imam mengajak umat untuk berseru kepada Tuhan dan memohon belas kasih-Nya karena menyadari kita adalah himpunan orang yang berdosa.
   4. Tuhan Kasihanilah
Merupakan kelanjutan dari penyataan tobat yang menyerukan kepada Allah bahwa kita senantiasa memerlukan kerahiman-Nya. Komunitas Ekaristis adalah komunitas yang mewartakan pesan perdamaian, mengembangkan dialog dan persaudaraan serta berjuang untuk menyelesaikan konflik.
   5. Kemuliaan
Melalui madah ini Gereja yang berkumpul atas dorongan Roh Kudus memuji Allah menjadi suatu komunitas yang hidup.
  6. Doa Pembuka
Doa pembuka lazim juga disebut sebagai ‘collecta’ yang mengungkapkan inti perayaan liturgi yang bersangkutan. Umat memadukan hati dalam doa pembuka dan menjadikannya doa mereka sendiri dengan aklamasi: amin!

B. Liturgi Sabda
  1. Bacaan-bacaan dari Kitab Suci
Bacaan-bacaan dari Kitab Suci merupakan bagian  pokok dari liturgi Sabda. Bertujuan untuk mendorong umat agar merenung.
   2. Mazmur Tanggapan
Mazmur tanggapan memiliki makna liturgis serta pastoral yang penting karena menopang permenungan atas Sabda Allah. Dianjurkan bahwa mazmur tanggapan dilagukan, sekurang-kurangnya bagian ulangan yang dibawakan oleh umat.
   3. Bait Pengantar Injil
Dengan aklamasi ini umat beriman menyambut dan menyapa Tuhan yang siap bersabda kepada mereka dalam Injil dan sekaligus menyatakan iman.
   4. Homili
​
Homili berguna untuk memupuk semangat hidup kristen. Pada umumnya yang memberikan homili adalah imam yang memimpin perayaan. Homili janganlah ditiadakan kecuali kalau ada alasan berat.
  5. Pernyataan Iman
Pernyataan iman merupakan tanggapan atas Sabda Allah yang baru saja diterima. Dengan melafalkan pokok-pokok kebenaran iman, umat mengingat kembali dan mengakui iman Kristiani yang sedang dirayakan.
  6. Doa Umat
Doa umat merupakan tanggapan atas Sabda Allah melalui aneka permohonan untuk kepentingan Gereja, negara, banyak orang, dan untuk keselamatan seluruh dunia.

C. Liturgi Ekaristi
  1. Persiapan Persembahan
Mempersiapkan segala hal yang diperlukan dalam perjamuan dan dibawa oleh umat ke altar dalam persembahan. Kemudian dilanjutkan dengan imam yang mempersiapkan persembahan dalam rumus-rumus doa.
   2. Doa Persiapan Persembahan
Selanjutnya imam mengundang umat berdoa dan diakhiri dengan doa persiapan persembahan.
  3.  Doa Syukur Agung
Doa Syukur Agung merupakan pusat dan pucak seluruh perayaan berupa doa syukur dan pengudusan. Imam mengajak umat untuk mengarahkan hati kepada Tuhan. Bagian-bagian yang penting dalam DSA: ucapan syukur, aklamasi, epiklesis, kisah institusi dan konsekrasi, anamnesis, persembahan, permohonan, doksologi penutup.
   4.  Ritus Komuni
Perayaan Ekaristi adalah perjamuan Paskah. Maka hendaknya umat mempersiapkan hati dengan baik untuk menyambut Tubuh dan Darah Tuhan sebagai makanan rohani.
   5. Bapa Kami
​
Dalam doa Bapa Kami umat memohon rejeki sehari-hari yakni roti ekaristi, juga pengampunan dosa, dan dibebaskan dari kejahatan. Imam kemudian mengucapkan embolisme dan diakhiri dengan doksologi oleh umat.
   6. Ritus Damai
Gereja memohon damai dan kesatuan bagi Gereja dan seluruh umat manusia. Cara memberikan salam damai disesuaikan dengan kekhasan dan kebiasaan masing-masing bangsa.
  7. Pemecahan Roti
Pemecahan roti menandakan bahwa umat beriman yang banyakitu menjadi satu (1 Kor. 10:17) karena menyambut komuni dari roti yang satu yakni Kristus, yang wafat dan bangkit demi keselamatan dunia. Biasanya diiringi dengan Anak Domba Allah.
  8. Komuni
Mempersiapkan komuni dengan berdoa di dalam hati agar tubuh dan darah Kristus yang ia sambut sungguh membawa buah bagi hidup dan pelayanannya.

D. Ritus Penutup
Terdiri dari amanat singkat (jika diperlukan), salam dan berkat imam dalam perayaan khusus dapat menggunakan berkat meriah, pengutusan, dan penghormatan Altar.

Berkah Dalem! – Rama Dhani Pr
0 Comments

Mari Menanggapi Undangan Tuhan (1)

2/5/2022

1 Comment

 
​Dalam beberapa tahun terakhir ini, Ekaristi boleh dikatakan menjadi salah satu tema utama yang sangat mewarnai kehidupan Gereja. Diharapkan agar ekaristi tidak hanya menjadi bahan pembicaraan maupun konggres ekaristi, namun juga turut berdampak bagi kehidupan umat sehari-hari. Ekaristi bagaikan sumber yang mengalirkan rahmat kepada kita dan dengan hasil guna yang amat besar diperoleh pengudusan manusia dan pemuliaan Allah dalam Kristus, tujuan semua karya Gereja lainnya (SC 10). Pada perjamuan terakhir, pada malam Ia diserahkan, penyelamat kita mengadakan Korban Ekaristi Tubuh dan Darah-Nya. Dengan demikian Ia mengabadikan Korban Salib untuk selamanya, dan mempercayakan kepada Gereja Mempelai-Nya yang terkasih kenangan Wafat dan Kebangkitan-Nya: sakramen cinta kasih, lambang kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan Paska. Dalam perjamuan itu Kristus disambut, jiwa dipenuhi rahmat, dan kita dikurniai jaminan kemuliaan yang akan datang (SC 47).
     Maka dari itu Gereja dengan susah payah berusaha, jangan sampai umat beriman menghadiri misteri iman itu sebagai orang luar atau penonton yang bisu, melainkan supaya melalui upacara dan doa-doa memahami misteri itu dengan baik, dan ikut serta penuh hikmat dan secara aktif (SC 14). Hendaknya mereka rela diajar oleh Sabda Allah, disegarkan oleh santapan Tubuh Tuhan, bersyukur kepada Allah. Hendaknya sambil mempersembahkan Hosti yang tak bernoda bukan saja melalui tangan imam melainkan juga bersama dengannya, mereka belajar mempersembahkan diri, dari hari ke hari –berkat perantaraan Kristus- makin penuh dipersatukan dengan Allah dan antar mereka sendiri, sehingga akhirnya Allah menjadi segalanya dalam semua (SC 48).
     Ekaristi merupakan sumber dan puncak kehidupan kristiani. Maka, kiranya apa yang diterima umat dengan iman dan secara sakramental dalam perayaan Ekaristi, harus memberikan dampak nyata dalam tingkah laku mereka. Oleh karena itu, hendaklah mereka berusaha menempuh seluruh hidup mereka dengan gembira dan penuh rasa syukur ditopang oleh santapan surgawi, sambil turut serta dalam wafat dan kebangkitan Tuhan. Dengan demikian, setiap orang yang mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi, haruslah penuh gairah ingin berbuat baik, menyenangkan Allah dan hidup pantas sambil membaktikan diri kepada Gereja, melaksanakan apa yang diajarkan kepadanya, dan bertumbuh dalam kesalehan. Ia pun akan siap menjadi saksi Kristus di dalam segala hal, dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup manusia, agar dunia diresapi dengan semangat Kristus. Sebab tidak ada satu umat Kristiani pun dapat dibangun, kecuali kalau berakar dan berporos pada perayaan Ekaristi Mahakudus (Eucharisticum Mysterium 13). Mari bergairah dalam iman dan bersemangat dalam Ekaristi.
 
Berkah Dalem – Romo Dhani Pr
1 Comment

Melalui Doa menuju Dialog Ekumenis

1/18/2022

0 Comments

 
“Doa merupakan ‘jiwa’ pembaruan ekumenis dan kerinduan akan kesatuan, sekaligus juga landasan dan dukungan bagi segala sesuatu yang oleh Konsili ditegaskan sebagai ‘dialog’. Kemampuan dialog berakar dalam kodrat serta martabat pribadi manusia. Dialog menjadi langkah yang mutlak perlu pada jalan menuju perwujudan diri manusiawi, realisasi diri baik bagi tiap orang-perorangan maupun bagi paguyuban manusiawi. Dialog bukan semata-mata pertukaran gagasan-gagasan. Dalam arti tertentu selalu berupa pertukaran pemberian-pemberian”. (Ut Unum Sint par. 28)

Paus Yohanes Paulus II dikenal sebagai paus dialog. Gambaran ini muncul karena melihat realita kemendesakan kebutuhan serta tantangan bagi dialog di tengah dunia yang semakin berwajah majemuk ini. Perdamaian hanya bisa dicapai melalui dialog. Hal itu berarti adanya kesadaran untuk mengakui serta menerima secara terbuka adanya perbedaan dan dengannya kemudian mencari apa yang dibutuhkan umat manusia, di tengah segala perbedaan yang ada walaupun upaya pencarian tersebut dilakukan di tengah tegangan, tekanan, dan bahkan konflik satu sama lain. Bagi Paus Yohanes Paulus II, dialog yang paling mendasar dan menantang adalah dialog antar umat beragama dan kepercayaan karena dialog tersebut menyentuh hal yang mendasar dan hakiki dalam kehidupan umat manusia yakni relasinya dengan Allah dan kenyataan sebagai insan beriman. Dialog adalah suatu perjumpaan, saling percaya, serta saling menghormati satu sama lain dengan membiarkan Allah hadir agar kita pun dapat membuka diri pada Allah dan membuka diri satu sama lain. Buah dialog yang diharapkan adalah tumbuhnya kesatuan dan persaudaraan satu sama lain serta kesatuan dengan Allah. Dialog adalah panggilan bagi seluruh umat Kristiani sekaligus jalan yang dipilih Gereja sekarang ini.
         Komitmen Gereja terhadap dialog, kiranya bukan hanya tanggung jawab Tahta Apostolik melainkan termasuk kewajiban Gereja-gereja setempat atau khusus. “Dialog tidak hanya sekedar dilaksanakan, melainkan sungguh menjadi kebutuhan, salah satu prioritas Gereja” (Ut Unum Sint par. 31). “Melalui dialog itu, semua peserta memperoleh pengertian yang cermat tentang ajaran dan perihidup kedua persekutuan, serta penghargaan yang lebih sesuai dengan kenyataan. Begitu pula persekutuan-persekutuan itu menggalang kerja sama yang lebih luas lingkupnya dalam aneka usaha demi kesejahteraan umum menurut tuntutan setiap suara hati Kristiani; dan bila mungkin mereka bertemu dalam doa sehati sejiwa” (Ut Unum Sint par. 32).
         Ada hubungan erat antara dialog dan doa. Doa yang mendalam menjadikan dialog lebih matang dan berbuah. Doa itu sendiri akhirnya juga menjadi buah dari dialog yang semakin matang. Dialog juga berfungsi sebagai ‘pemeriksaan batin’ (Ut Unum Sint par. 34). Dalam surat pertama Yohanes dikatakan bahwa, “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita” (I Yoh. 1:8). Sabda Kitab Suci ini menyadarkan bahwa diri kita adalah seorang pendosa dan hal ini juga terkait dengan semangat yang akan dibawa dalam dialog. “Kalau dialog itu tidak menjadi pemeriksaan batin, semacam ‘dialog antar suara hati’  dapatkah kita mengandalkan jaminan yang kita terima dari surat pertama Yohanes? “Anak-anakKu, kutulis semuanya kepada kamu, supaya kamu jangan berdosa. Akan tetapi kalau ada yang berdosa, kita memiliki perantara pada Bapa, Yesus Kristus yang benar. Dia itulah tebusan bagi dosa-dosa kita, dan bukan hanya bagi dosa-dosa kita, melainkan juga bagi dosa-dosa seluruh dunia” (Ut Unum Sint par. 34). Kesatuan Kristiani masih mungkin, asal dengan rendah hati kita menyadari bahwa kita telah berdosa melawan kesatuan dan memiliki kerinduan untuk bertobat, bukan hanya meninggalkan dosa-dosa probadi tetapi juga dosa-dosa sosial yang kerapkali menghasilkan perpecahan bahkan memperparah perpecahan.
         Dialog menjadi suatu dialog pertobatan. Dengan begitu, seperti diungkapkan oleh Paus Paulus VI, artinya menjadi ‘dialog keselamatan’ yang otentik. “Dialog tidak dapat berlangsung melulu hanya pada taraf horisontal, terbatas pada pertemuan-pertemuan, pertukaran pandangan-pandangan atau bahkan berbagi kurnia-kurnia yang khas bagi masing-masing jemaat. Dialog terutama mempunyai bobot vertikal juga, ditujukan kepada Dia sendiri, yang sebagai penebus dunia dan Tuhan sejarah bagi kita menjadi Pendamaian” (Ut Unum Sint par. 35). Dialog hanya bisa berjalan dalam penghargaan akan segala apa yang merupakan wujud dan tanda karya Roh, yang dalam iman Kristen wujud dan tanda itu dinyatakan secara penuh oleh-Nya berkat Kristus dan dalam Bapa di dalam Gereja tubuh-Nya.
         Dialog menjadi suatu upaya untuk memecahkan perselisihan. “Dialog merupakan upaya kodrati juga untuk membandingkan pandangan-pandangan yang berbeda, dan terutama untuk memeriksa pokok-pokok perselisihan yang menghambat persekutuan sepenuhnya antar umat Kristiani. Maka dibutuhkan cinta kasih terhadap mitra dialog dan kerendahan hati terhadap kebenaran” (Ut Unum Sint par. 36). Dialog menghadapkan umat Kristiani pada perbedaan-perbedaan pandangan yang nyata dan sesungguhnya mengenai iman. Maka hendaknya setiap perselisihan ditanggapi dengan semangat kasih persaudaraan yang tulus, sikap hormat terhadap tuntutan-tuntutan suara hatinya sendiri dan suara hati mitra dialog, dengan kerendahan hati yang mendalam dan cinta akan kebenaran.
 
Berkah Dalem – Rm. Dhani Pr
 
Catatan kecil:
Ut Unum Sint (supaya mereka menjadi satu) merupakan ensiklik yang diterbitkan oleh Paus Yohanes Paulus II  pada 25 Mei 1995. Dokumen ini menunjukkan bahwa Gereja Katolik bergerak menuju kesatuan dengan gereja-gereja protestan (ekumenis)
 
Ensiklik merupakan surat Paus sebagai uskup Roma dan pemimpin Gereja katolik dunia yang berisi ajaran iman dan kesusilaan.
0 Comments

Mengapa ada Misa Jumat Pertama?

12/3/2021

0 Comments

 
Asal-usul Jumat Pertama
Perayaan Jumat pertama menunjuk pada devosi kepada Hati Kudus Yesus yang sebenarnya sudah dimulai pada abad 11 dan 12 Masehi di lingkungan biara Benediktin dan Sistersian. Pada abad 13-16 Masehi, devosi ini menurun dan mulai hidup lagi pada pertengahan akhir abad 16, salah satunya oleh Yohanes dari Salib (1569).   
 
Pada abad 17, berbagai praktek devosi kepada Hati Kudus Yesus dari beberapa tokoh spiritual mulai menjamur, di antaranya Santo Fransiskus Borgia, Santo Aloysius Gonzaga dan Beato Petrus Kanisius. Namun semuanya itu hanyalah devosi yang bersifat pribadi. Beato Yohanes Eudes (1602-1680) membuat devosi ini menjadi devosi umat, yang dirayakan dalam peribadatan. Ia bahkan menetapkan pesta liturgi khusus untuk devosi kepada Hati Kudus Yesus ini. Pada tanggal 31 Agustus 1670, pesta liturgis pertama untuk menghormati Hati Kudus Yesus dirayakan dengan begitu agung di Seminari Tinggi Rennes, Perancis.
 
Walaupun demikian, perayaan Hati Kudus Yesus pada masa itu belum menjadi perayaan resmi gereja sedunia, tetapi merupakan awal devosi kepada Hati Kudus Yesus untuk seluruh Gereja.

Awal Jumat Pertama
Istilah Jumat pertama sebagai devosi kepada Hati Kudus Yesus berawal dari penampakan Yesus kepada Santa Maria Margaretha Alacoque (1647-1690) di Perancis. Dalam penampakan-Nya, Yesus mengungkapkan rupa-rupa misteri rohani dan permintaan untuk penghormatan khusus kepada Allah. Pada penampakan ketiga (1674), Yesus menampakkan diri dalam kemuliaan dengan kelima luka penderitaan- Nya yang bersinar bagaikan mentari, dan dari Hati Kudus Yesus tampaklah Hati Kudus Yesus yang mencinta.

Yesus mengungkapkan, bahwa banyak orang tak menghormati dan menyangkal-Nya. Oleh karena itu, sebagai silih dan pemulih atas dosa-dosa manusia, melalui Maria Margaretha, Yesus meminta untuk menghormati-Nya secara khusus dengan menerima Sakramen Mahakudus sesering mungkin. Secara khusus pula, Yesus meminta untuk menerima Komuni Kudus pada Hari Jumat pertama setiap bulan, dan pada setiap Kamis malam di mana Yesus membagikan penderitaan yang dirasakan-Nya di Taman Getsemani. Hari Jumat Pertama itulah yang dirayakan oleh segenap umat sampai sekarang ini. Dan peringatan Hari Kamis malam masih dirayakan sampai sekarang ini di biara-biara dan oleh sebagian umat dengan perayaan devosional yang disebut Hora Sancta atau Jam Suci.
 
Kita tidak mengetahui mengapa Yesus meminta untuk menerima Komuni Kudus pada hari Jumat Pertama. Jika dikaitkan dengan Hari Kamis malam sebagai kenangan akan derita Yesus di Taman Getsemani, tentu Hari Jumat yang dimaksud Yesus adalah hari wafat-Nya di kayu salib. Mengapa harus hari Jumat Pertama dan bukan setiap hari Jumat? Kita juga tidak menemukan alasannya. Mungkin hari Jumat pada bulan baru menunjuk pada permulaan yang baik untuk kehidupan Kristen sepanjang bulan itu.
 
Setelah penampakan Yesus pada Maria Margaretha Alacoque, devosi kepada Hati Kudus Yesus berkembang pesat. Pada tahun 1856, Paus Pius IX menetapkan Pesta Hati Kudus Yesus pada Hari Jumat sesudah Pesta Tubuh dan Darah Kristus. Hal ini berkaitan langsung dengan permintaan Yesus pada Maria Margaretha Alacoque saat penampakan keempat (1675) untuk menghormati Hati Kudus-Nya secara khusus. Itulah pesta liturgis yang sampai sekarang ini dirayakan oleh gereja kita secara resmi.

Makna Jumat Pertama
Adalah hal yang baik bagi umat untuk meneruskan devosi kepada Hati Kudus Yesus pada hari Jumat pertama setiap bulan, karena anugerah khusus akan diberikan kepada mereka yang menerima komuni pada sembilan hari Jumat pertama berturut-turut. Sebelum meninggal, orang tersebut tidak akan mati dalam dosa, karena diberi pengampunan dosa dan akan mengalami kebahagiaan dalam keluarga dan penghiburan dalam derita.
​Romo Dhani-Berkah Dalem.
0 Comments
<<Previous

    Archives

    December 2034
    July 2025
    June 2025
    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    February 2024
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    July 2021

    Categories

    All
    Hello Romo!
    Katekese
    Puncta
    Rubrik Alkitab

    RSS Feed

Site powered by Weebly. Managed by Rumahweb Indonesia
  • Home
  • Profil Paroki
  • Katekese
  • Pelayanan
  • Berita Paroki