Jika saya mengingatnya, mungkin saya berkenalan dengan Kitab Suci baru menjelang masuk Seminari Menengah Mertoyudan. Artinya usia sekitar 14 tahun. Terus terang, saya tidak langsung akrab dengan Firman Tuhan karena istilah yang mengganggu: ALKITAB. Rasanya itu bukan aku banget deh. Dengan berjalannya waktu, saya semakin dekat dengan Alkitab.
Rupa-rupanya, Alkitab itu istilah bahasa Arab yang artinya ‘The Book’, yaitu sekumpulan tulisan suci menurut tradisi yang panjang, ditulis pada masa yang berlainan oleh penulis dan tradisi yang berbeda-beda, yang oleh Umat Yahudi dan Umat Kristiani diamini sebagai kitab suci. Selanjutnya Gereja Katolik membiasakan diri menyebut Alkitab sebagai ‘Kitab Suci’ saja. Oleh : FX. Agus Suryana Gunadi, Pr
0 Comments
Spiritualitas kerap diartikan sebagai kerohanian karena spiritus berarti roh. Tetapi kata spiritualitas bukan dari kata latin tetapi prancis yakni spiritualite yang pertama-tama bukan kerohanian melainkan corak atau gaya hidup. Spiritualitas adalah semacam sikap dasar berhadapan dengan kenyataan hidup. Spiritualitas tidak dilihat dalam pertentangan dunia, tidak menarik diri dalam keheningan hatinya sendiri, tidak sama dengan kesalehan yang cenderung devosional. Spiritualitas justru sibuk dengan hidup sehari-hari, menurut segala aspek duniawinya. Tekanan ada pada praxis dan bukan pada pemahaman. Dan yang paling dipentingkan adalah hidup yang biasa. Ciri khasnya adalah keterbukaan kepada yang lain baik masyarakat maupun agama-agama yang lain. Tekanan pada hubungan pribadi dengan Allah, khususnya melalui Kristus atau rasul-rasul Allah yang lain. Spiritualitas tidak berarti ‘politisasi’ hidup rohani, betapapun kongkret bentuk pelaksanaannya. Dan selalu ingin dipertahankan kreativitas dan mobilitas. Spiritualitas lebih merupakan mentalitas daripada peraturan atau kebiasaan tradisional.
Pengharapan adalah iman yang dinamis, iman yang menggerakkan hidup, transendensi ke depan. Pengharapan sama seperti iman, tidak boleh dilepaskan dari keterarahan kepada misteri. Kalau orang tidak berpengharapan itu berarti bahwa dinamika hidup hilang, ia tidak hidup lagi, melainkan dihidupkan oleh dunia sekitarnya, ia terpaksa hidup. Pengharapan berarti berani menerima hidup dan mengembangkannya ke arah misteri yang agung. Dasar iman adalah masa lampau, wahyu Tuhan yang telah disampaikan kepada manusia. Pengharapan mengarahkan misteri itu ke masa depan. Pengharapan adalah dinamika yang menggerakkan segala kegiatan dan usaha yang terbatas karena senantiasa mencari yang tidak terbatas. “...Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan” (I Petrus 1:3). Pengharapan adalah keyakinan bahwa Tuhan beserta kita. Pengharapan dapat dikatakan sebagai pengalaman akan Allah dalam kesibukan hidup sehari-hari. Maka tidak terbatas pada pengalaman rohani saja. Pengalaman ini menyangkut hidup seluruhnya dan berarti keterbukaan bagi dunia sekitar. Sebagaimana manusia mengalami keterarahan diri pada misteri, begitu juga ia membuka diri bagi keseluruhan hidup di dalam dan di luar dirinya. Dengan demikian Allah tidak terpisah dari hidup yang real, malahan dalam segala-galanya menjadi dekat. Pengalaman akan Allah yang dimaksud di sini berhubungan langsung dengan pengalaman nilai. Nilai bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, nilai diberikan manusia berdasarkan pengalaman. Yang mendukung hidup adalah nilai positif dan begitu pula sebaliknya. Dalam nilai yang positif dialami juga keterarahan pada nilai mutlak yang harus ada, karena memberi arti penuh pada hidup. Maka dalam perjuangan menuju dan mencari arah, Allah ditemukan. Bukan dalam suatu refleksi yang abstrak dan kering, melainkan dalam ketidakpastian hidup. Allah yang berjalan bersama manusia, Allah yang terlibat dalam perjuangan hidup manusia. Pergulatan hidup manusia merupakan medan juang untuk mewujudkan makna spiritualitas yang sesungguhnya. Dalam arti sekarang ini, masa pandemi merupakan ruang bagi kita untuk semakin bertumbuh dalam roh. Melihat dengan kacamata iman kehadiran Tuhan dalam kehidupan kongkret setiap hari termasuk dalam pandemi yang tak berkesudahan ini. Pengharapan itu adalah sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita (Ibrani 6:19). Jika kita hidup berarti kita harus berani menaruh harapan terlebih kepada Allah yang menjadi sumber kehidupan itu sendiri. Kita dapat terus memaknai hidup kita kendati di tengah pandemi. Karena jiwa kita selalu diisi dengan Roh Allah yang selalu membuat kita berpengharapan dari waktu ke waktu. Sebagaimana Chrisye dalam lagunya...Badai Pasti Berlalu... Awan hitam di hati yang sedang gelisah Daun daun berguguran Satu satu jatuh kepangkuan Kutenggelam sudah ke dalam dekapan Semusim yang lalu sebelum kau mencapai Langkahku yang jauh Kini semua bukan milikku Musim itu telah berlalu Matahari segera berganti Gelisah kumenanti tetes embun pagi Tak kuasa ku memandang dikau matahari Kini semua bukan milikku Musim itu telah berlalu Matahari segera berganti Badai pasti berlalu Badai pasti berlalu Badai pasti berlalu Badai pasti berlalu “Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu”, (Matius 24:35). Yosafat Dhani Puspantoro, Pr |
Archives
December 2034
Categories |