Puncta 7 Juli 2025
Senin Biasa XIV Matius 9: 18-26 SEORANG ibu setiap hari ke gereja rajin mengikuti misa pagi. Doanya yang diminta hanya satu saja yaitu supaya suaminya percaya kepada Yesus. bertahun-tahun doanya kepada Tuhan hanya itu saja. Anak, menantu dan cucu-cucunya sudah mengikuti Yesus. Mereka sering mengajak ayah atau kakeknya pergi ke gereja, tetapi dia tak bergeming sedikit pun. Ibu tetap rajin pergi ke gereja sendirian. Setelah misa pagi ibu itu selalu berlutut di depan Bunda Maria. Dia percaya suatu saat pasti doanya dikabulkan. Dia tidak putus asa, tidak kendor terus datang memohon kepada Tuhan untuk satu permintaan. Dia sangat senang ketika suaminya mau diajak ikut Weekend Marriage Encounter (ME). Siapa tahu Tuhan membuka jalan baginya untuk makin mengenal Yesus. Kisah kepala rumah ibadat dan seorang perempuan yang sakit pendarahan duabelas tahun lamanya menggambarkan perjuangan iman yang sesungguhnya. Iman tidak berhenti oleh hambatan dan kesulitan. Iman yang kuat tetap percaya bahwa Allah akan menjawab segala perkara yang sedang dihadapi. Iman juga menyertakan pengharapan yang tiada batas. Wanita itu sudah duabelas tahun menderita. Tetapi ia percaya asal dapat menjamah jubah-Nya aku pasti sembuh. Apakah kita punya iman sekuat itu? Tuhan kadang menguji seberapa besar iman yang kita miliki. Maka jangan pernah berhenti berdoa dan berharap pada Tuhan. Mukjizat Tuhan kadang datang tanpa kita duga dan perkirakan. Bersiap-siaplah! Pergi misa di Stasi Bubakan, Langsung dilanjut ke Magetan. Tetaplah berharap pada Tuhan, Bahkan ketika banyak hambatan. Wonogiri, tetap punya harapan Rm. A.Joko Purwanto,Pr
0 Comments
Puncta 6 Juli 2025
Minggu Biasa XIV Lukas 10:1-12.17-20 AKHIR Juni kemarin saya menghadiri tahbisan imam di Kentungan. Saya berjumpa dengan Pak Ponijo dan ibu yang putranya akan ditahbiskan menjadi imam, yakni Diakon Benediktus Tri Widiatmoko. Saya menyalami dan ikut bergembira. Bu Ponijo berkata, “Ini gara-gara Romo Joko mengajak anak-anak Live in di Seminari Mertoyudan dulu, sekarang sudah memanen hasilnya.” Ya, sungguh luar biasa, keluarga ini mempersembahkan dua anaknya menjadi imam. Rm. Oktavianus Eka Novi Setyanta tahbisan tahun 2018 sekarang sedang study di Roma. Kita selalu diajak berdoa meminta kepada Tuan yang empunya tuaian agar mengirim pekerja-pekerja di ladang-Nya. "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu,” sabda Yesus. Kemarin kami mengajak lagi anak-anak Paroki Wonogiri untuk live in di Seminari Mertoyudan. Ada 47 remaja yang tinggal dan mengalami kehidupan di seminari sembari mengisi liburan. Ada 51 remaja putri kami ajak live in di komunitas Biara CB di Yogyakarta. Semoga nanti ada yang terpanggil menjadi imam atau suster. Tidak mudah memang mengikuti perutusan Tuhan. Yesus mengingatkan ada banyak tantangan menghadang. Para utusan itu digambarkan sebagai domba yang masuk ke tengah-tengah serigala. Di tengah-tengah kawanan ada banyak serigala siap menerkam. Tugas utama para utusan adalah menyampaikan warta damai sejahtera. “Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini. Dan jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali kepadamu.” Jangan berpikir tentang hasil atau sarana prasarana. Percayakan saja semuanya pada penyelenggaraan Tuhan. Fokuskan saja pikiran pada tugas perutusan. Tidak usah kawatir dengan bekal, pundi-pundi, makanan atau pakaian. Semuanya akan dicukupkan oleh Tuhan. Tidak usah sibuk ngurusi orang lain dengan memberi salam, ngerumpi, geguyon, gojekan atau ngobrol sana-sini yang tidak penting. Fokuslah pada tugas untuk membawa damai sejahtera. Tugas utama para utusan adalah membawa damai kepada semua orang. Jika atas kehadiran kita, orang merasa ayem tentrem, jenjem, happy, krasan, enjoy dan gembira, itu tandanya ada damai. Namun sebaliknya, jika kehadiran kita bikin bingung, cekcok, cemas, gelisah, “usrek padudon,” maka kita tidak mewartakan damai sejahtera. Naik kereta dari Bandung ke Jakarta, Sambil menikmati menu piza Italia. Jadilah pembawa damai sejahtera, Rukun bersaudara dengan siapa saja. Wonogiri, siap diutus kemana saja Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 5 Juli 2025
Sabtu Biasa XIII Matius 9: 14-17 ANAK zaman milenial mungkin tidak paham dengan tradisi puasa. Untuk apa kita harus puasa dan mempersulit diri sedang kenikmatan makanan dan minuman tersedia melimpah di sekitar kita? Orang melakukan puasa untuk mengendalikan diri dari hawa nafsu yang menggoda kita. Puasa juga dilakukan sebagai oleh batin atau olah rohani, agar hidup menjadi seimbang dan harmoni. Dengan hidup yang seimbang, jiwa dan raga menjadi sehat, bugar. Badan kuat sehat dan batin tenang dan damai. Nenek moyang kita punya umur panjang karena terjaga dan terkendali kebutuhan jasmani dan rohani. Di Jawa, ada macam-macam tradisi puasa yang dijalani. Misalnya; puasa mutih (hanya makan nasi dan minum air putih), puasa ngrowot (makan umbi-umbian), puasa pati geni (tinggal di dalam rumah tanpa penerangan), puasa wungon (tidak tidur semalam suntuk) dan lainnya. Begitu pula di kalangan Yahudi ada banyak aturan puasa. Maka murid-murid Yohanes bertanya pada Yesus, “Mengapa kami dan kaum Farisi berpuasa, sedang murid-murid-Mu tidak?” Puasa dilakukan saat orang ingin mendekatkan diri pada Tuhan, saat sedang berduka atau berkabung, saat mengalami kesedihan, penderitaan. Yesus memberi jawaban dengan dua perumpamaan. Pada saat pesta perkawinan, orang tidak berpuasa karena mempelai ada bersama mereka. Yesus adalah Sang Mempelai yang sedang berpesta. Kita bersukacita dengan Yesus. ketika mempelai diambil yakni saat Yesus tidak bersama kita, saat itulah kita berpuasa. Perumpamaan tentang anggur baru dan kantong baru bermakna hukum baru. Yesus membawa hukum yang baru yaitu hukum cintakasih. Yesus membawa semangat baru yang dilandaskan pada kasih yang sejati. Kita sebagai murid-murid Yesus melakukan sesuatu berdasarkan hukum baru yakni hukum kasih. Motif kita melakukan puasa juga dilandasi kasih yang diajarkan Yesus. Puasa dibuat untuk semakin mengasihi Tuhan dan sesama, bukan sekedar mengikuti aturan buta, apalagi malah mencurigai sesama atau merugikan orang lain. Menanam benih-benih padi, Di antara jagung dan umbi-umbi. Puasa kita untuk melatih diri, Agar tahan segala derita dan uji. Wonogiri, hukum baru, kasih yang baru Rm. A.Joko Purwanto, Pr Puncta 4 Juli 2025
Jumat Biasa XIII Matius 9: 9-13 KALAU kita melamar pekerjaan, biasanya diminta membuat curiculum vitae atau data pribadi dengan segala latar belakang pengalaman kerja. Pasti yang tercantum di sana adalah prestasi baik dan kesuksesannya. Semua perusahaan pasti menuntut nama baik, prestasi dan track record yang unggul dari para calon pegawainya. Tidak ada orang yang sering gagal dan punya nama buruk akan diterima. Tidak begitu dengan Yesus. Ia melawan arus dalam memilih pengikut-Nya. Ia tidak mengutamakan prestasi atau nama baik. Contohnya, Matius si pemungut cukai. Di tengah masyarakat, Matius dicap sebagai pendosa. Pemungut cukai punya konotasi pengkhianat bangsa, penjilat penjajah dan pemeras rakyat. Maka mereka dijauhi dan dikelompokkan sebagai kaum pendosa. Mereka dimusuhi dan dibuang dalam pergaulan. Kenapa kok Yesus malah memilih Matius? Jawaban-Nya, "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa." Yesus ingin mengajak orang untuk bertobat, berubah dari pendosa menjadi orang benar. Yesus tidak memerlukan track record yang hebat. Tetapi Yesus butuh orang yang mau bertobat memperbaharui diri. Kaum Farisi itu merasa diri benar dan tidak butuh pertobatan. Mereka dikatakan sebagai orang yang tegar tengkuk. Orang Jawa bilang, “mbeguguk makutha waton.” Orang salah tetapi tidak merasa salah, malah membenarkan diri dan menyalahkan orang lain. Matius menjadi contoh orang yang dianggap buruk oleh masyarakat, tetapi mau bertobat dan menjadi baik. Dia berubah dan mengikuti Yesus menjadi murid-Nya. Orang yang terbuka, mau bertobat dan berani melihat hal baru itulah yang ada pada diri Matius. Beranikah kita menanggapi panggilan Tuhan seperti Matius? Dua ekor kuda menarik pedati, Lewat tengah kota yang ramai sekali. Ikut Tuhan bukan karena prestasi, Tetapi karna ingin memperbaharui diri. Wonogiri, pertobatan diri Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 3 Juli 2025
Pesta St. Tomas, Rasul Yohanes 20:24-29 SEORANG mahasiswa pernah berkata pada dosennya, “Bu, apakah Tuhan itu ada? Selama ini saya mencari Dia tetapi tak pernah menjumpainya?” Mahasiswa ini putus asa dengan hidupnya. Jarang masuk kelas ikut kuliah. Hidupnya hanya mencari kepuasan diri sendiri. Dia tak mengurusi dirinya sendiri. Rambut gondrong, mata cekung, tubuh kurus kerempeng, wajahnya kehilangan aura kegembiraan. Bu Dosen itu berkata, “Moses, bukan kamu yang akan menemukan Tuhan, tetapi Tuhan yang akan menemukan kamu.” Di akhir tahun, dosen itu mendengar mahasiswanya terbaring sakit, tak berdaya. Ia datang dan berbicara di dekat pembaringannya. Mahasiswa itu dengan lirih berkata, “Benar kata ibu setahun lalu, bukan aku yang menemukan Tuhan, tetapi Tuhan yang mencari aku. Dia menemukan aku terbaring di sini.” “Apalah artinya hidup tanpa cintakasih ya Bu. Aku baru sadar Tuhan mengasihi aku lewat banyak orang di sekitarku. Kemarin-kemarin aku mengabaikan orangtuaku, adikku dan teman-temanku. Terimakasih ya Bu, telah hadir menyadarkanku.” katanya lirih hampir tak bersuara. Mahasiswa itu akhirnya meninggal. Tetapi dia bersyukur Tuhan telah menemukan seorang lagi anak-Nya yang tak percaya. Tomas adalah seorang rasul Yesus. Tetapi dia tidak percaya kalau Yesus bangkit. Tomas ingin mendapatkan bukti nyata. Maka Yesus datang menemui dia bersama murid yang lain. Manusia berusaha mencari, tetapi Tuhanlah yang menemukan kita. Ketika Tomas diminta untuk mencucukkan jari di bekas paku dan lambung-Nya, dia baru yakin, “Ya Tuhanku dan Allahku.” Yesus dengan lembut berpesan, “Jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah." Ketika ada orang yang tidak percaya, atheis, tersesat dan hilang, namun Tuhan yang akan menemukannya. Kita sering mencari Tuhan, tetapi tidak menemukan. Namun kalau Tuhan yang mencari kita, Dia akan menemukannya. Sabda Yesus kepada Tomas menyadarkan kita, “Jangan engkau tidak percaya lagi, tetapi percayalah.” Mengajak anak-anak main ke biara, Ketemu suster-suster yang ceria. Berbahagialah orang yang percaya, Hidupnya disertai Tuhan selamanya. Wonogiri, teruslah mencari Tuhan Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 2 Juli 2025
Rabu Biasa XIII Matius 8: 28-34 KITA sering menyebut Indonesia negara paling toleran. Tetapi mungkin itu hanya lips service belaka. Kejadian-kejadian intoleransi di akar rumput sering kali ditutup dengan alasan demi menjaga keselarasan atau harmoni. Misalnya, pernah terjadi di Tangerang Selatan, sejumlah mahasiswa Katolik sedang mengadakan doa bersama dibubarkan oleh warga. Bahkan ketua RT yang seharusnya mengayomi semua warga, juga ikut terlibat. Mengapa masyarakat takut dengan orang berdoa? Sedangkan perjudian dan tindak kemaksiatan dibiarkan saja? Belum lama ada kelompok mengadakan retret di Sukabumi dibubarkan warga. Kenapa mereka tidak membubarkan acara retret di Lembah Tidar Magelang beberapa waktu yang lalu? Mereka bilang doa itu mengganggu. Padahal para mahasiswa itu berdoa hanya di rumah dan tidak pakai pengeras suara. Kecuali kalau mereka memakai TOA dan dilakukan saat warga sedang tidur nyenyak, pasti akan mengganggu. Cara berpikir atau logika kita itu terbalik-balik dan ambigu. Berdoa dianggap mengganggu, tetapi main judi dan maksiat dianggap biasa saja. Orang berbuat baik diusir, sedang judi, sabung ayam, mabuk, miras, narkoba dan sejenisnya didiamkan saja. Itulah yang terjadi di daerah Gadara. Yesus datang ke sana. Ia menyembuhkan orang yang kerasukan setan. Mereka sangat berbahaya. Tetapi warga justru mengusir Yesus untuk pergi dari mereka. Mereka tidak mau menerima Yesus yang menyelamatkan dan menyembuhkan. Mereka hanya memikirkan keuntungan sendiri. Mereka takut kehilangan mata pencaharian yang lebih banyak. Nilai keselamatan manusia dikalahkan dengan keuntungan finansial atau nilai ekonomis. Semestinya kita lebih mengutamakan nilai-nilai luhur bermartabat daripada nilai-nilai egoistik demi keuntungan pribadi atau kelompok. Orang yang melakukan kebaikan semestinya diberi ruang dan kesempatan, bukan malah diusir atau disingkirkan. Mari kita berpikir secara sehat dan waras. Tidak hanya berpikir sempit dan picik menurut kacamatanya sendiri dan suka memaksakan kehendaknya. Contohnya seperti orang-orang Gadara itu. Orang cerdas berpikir dengan hati, Orang kerdil otaknya di dengkul. Kaum intoleran sukanya membenci, Kalau mau damai harus merangkul. Wonogiri, lakukan dengan hati tulus Rm.A.Joko Purwanto,Pr Puncta 1 Juli 2025
Selasa Biasa XIII Matius 8:23-27 SUATU kali saya harus turun ke Ketapang. Dari Nanga Tayap naik motor dengan membawa laptop, handpone di dalam tas ransel. Saya mau ikut rapat di keuskupan. Sehari sebelumnya hujan turun dengan derasnya. Jalan sangat buruk dan banyak mobil terjebak lumpur. Sebelum masuk kampung Sungai Kelik ada mobil tronton macet terjebak lumpur. Banyak kendaraan tidak bisa lewat. Saya dengan motor masih bisa mencari “jalan tikus” melipir lewat pinggir. Rintangan pertama terlewati. Saya mencoba lewat jalur pendek, - pikir saya supaya cepat sampai Ketapang - tidak melewati Sumber Priangan dan Siduk. Setelah kampung Sei Kelik saya belok kiri lewat Tanjungpura di pinggir Sungai Pawan. Alamak! Ternyata banjir besar melimpah sampai di jalanan setinggi dada orang dewasa. Motor-motor harus naik perahu bersama penumpangnya. Terpaksalah saya ikut naik perahu kecil. Sedang siap-siap perahu jalan. Dari arah berlawanan lewat perahu mesin yang agak besar. Karena kami bersisihan dekat, gelombang besar menghantam perahu kecil yang saya tumpangi. Kami oleng dan terbalik dengan motor dan segala bawaan. Jatuh ke sungai! Motor, Laptop, HP dan juga kamera terendam bersama ranselnya. Mungkin karena tadi tidak berdoa dan kurang percaya. Dengan “njedhindhil” basah kuyub saya dituntun sampai ke jalan. Para murid pergi naik perahu bersama Yesus. Di tengah jalan diterjang angin ribut. Mereka ketakutan dan berteriak, ““Tuhan, tolonglah, kita binasa.” Mereka meminta pertolongan dari Tuhan. Yesus berkata, “Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?” Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali. Dari pengalaman jatuh itu, saya kurang percaya pada Tuhan dan tidak menyebut nama-Nya dalam doa. Kalau kita menghadapi kesulitan dan mau datang pada-Nya, pasti Dia akan menolong kita. Kita diajak untuk percaya. Tuhan mampu mengatasi segala perkara, karena Tuhan mahakuasa. Angin badai cobaan sebesar apa pun, kalau kita percaya, pasti Tuhan mampu mengatasinya. “Mengapa kamu tidak percaya” sabda Yesus itu ditujukan pada kita yang sedang mengarungi peziarahan hidup di zaman ini. Ke Semarang lewat Salatiga, Naik bus sambil gelak tawa. Kalau Tuhan bersama kita, Jangan takut dan percaya saja. Wonogiri, percaya ke Dia Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 30 Juni 2025
Senin Biasa XIII Matius 8:18-22 Mengikuti Yesus itu tidak untuk mencari kenyamanan. Orang yang ingin menjadi murid-Nya tidak boleh puas dengan zona nyaman. Yesus mengingatkan agar mereka siap terhadap segala kondisi dan kemungkinan. Kepada ahli Taurat yang menawarkan diri dengan mantap mau mengikuti-Nya, Yesus berkata; “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya.” Sebagai pengikut-Nya kita harus siap sedia untuk tidak terikat pada satu tempat atau kondisi yang tetap. Sebagaimana Yesus yang selalu berkeliling dan berkarya untuk menolong dan menyelamatkan domba-Nya, murid-murid-Nya juga harus siap lepas bebas terhadap segala keterikatan. Ketika bermisi di pedalaman Kalimantan, kita harus siap terhadap segala keadaan. Jangan berharap segala yang kita maui selalu tersedia atau sesuai dengan keinginan kita. Jangan kawatir dengan tempat, fasilitas atau prasarana. Semua itu akan dicukupi Tuhan, kalau kita fokus pada perutusan kita. Jangan berpikir tentang kamar AC, tempat tidur empuk dan bersih, makanan sesuai selera dan fasilitas serba bagus dan deluxe. Kalau kita berpikir seperti itu, lebih baik jangan ikut Yesus. kamu akan kecewa seperti orang kaya yang disuruh menjual hartanya. Kepada orang yang masih mementingkan relasi kekeluargaan juga diingatkan. Ada orang yang berkata, “Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku.” Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka.” Keluarga seringkali justru menghalangi orang untuk fokus mengikuti Yesus. Banyak masalah-masalah dan urusan-urusan dengan keluarga yang membuat tidak fokus menjadi murid Yesus. “Biarlah orang mati menguburkan orang mati” maksudnya adalah fokuslah dengan panggilanmu. Jangan dipengaruhi oleh relasi-relasi keluarga yang merintanginya. Kalau mau ikut Yesus tetap lurus ke depan, jangan menoleh ke belakang karena urusan-urusan tetek bengek yang mengganggu. Beranikah kita hanya fokus pada perutusan Tuhan dan menyerahkan segalanya pada pemeliharaan-Nya? Tuhan yang mengutus, Tuhan yang akan mengurus, yang penting kita tulus. Serigala memiliki sebuah liang, Kalau burung pasti ada sarang. Ikut Yesus jangan mentang-mentang, Menuntut fasilitas serba cemerlang. Wonogiri, ugahari dan lepas bebas Rm. A. Joko Purwanto,Pr Puncta 29 Juni 2025
HR. St. Petrus dan Paulus, Rasul Matius 16:13-19 DUA nama ini tak bisa dipisahkan dalam sejarah Bangsa Indonesia. Soekarno Hatta adalah pendiri Bangsa yang memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Jasa mereka dikenang dimana-mana. Mata uang rupiah terbesar nominal Seratus Ribuan diberi gambar dua tokoh ini untuk menghormati mereka. Mereka adalah dwitunggal yang tak terpisahkan. Kendati cara berpikir mereka berbeda namun sebagai pendiri Bangsa mereka bersatu padu. Perjuangan mereka menghantar Indonesia menjadi Bangsa yang merdeka. Hari ini kita memperingati dwitunggal dalam Gereja. Mereka adalah St.Petrus dan Paulus. Keduanya bisa disebut sebagai soko guru Gereja. Mereka adalah peletak dasar bagi Gereja perdana. Petrus adalah seorang nelayan di Betsaida. Ia mengenal Yesus karena Andreas, saudaranya. Yesus memberi nama kepadanya Kefas atau Petrus yang berarti batu karang. Yesus berkata, “Di atas batu karang ini akan Kudirikan Gereja-Ku.” Walaupun pernah menyangkal Yesus sampai tiga kali, tetapi Petrus tetap mengikuti Yesus sampai mati. Ia disalib di Roma oleh Kaisar Nero. Kemartirannya justru makin menyuburkan iman kekristenan. Paulus lahir di Tarsus, Asia Kecil. Ia dibesarkan dalam tradisi kaum Farisi dibawah bimbingan Gamaliel. Karenanya Saulus sangat membenci murid-murid Tuhan. Ia mengejar, menangkap dan memenjarakan mereka. Tetapi di Damsyik, Saulus mendapat penampakan. Yesus memanggilnya menjadi rasul untuk bangsa-bangsa lain. Sejak saat itu dia gigih mewartakan Yesus kemana-mana. Kata-katanya yang terkenal adalah; “Celakalah aku jika tidak mewartakan Injil.” Dia juga pernah berikrar, ”Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” Karena dua tokoh ini, Gereja Kristus tetap kokoh berdiri hingga kini. Gereja Katolik mewarisi iman atas dasar para rasul. Succesio Apostolica atau estafet kepemimpinan diteruskan oleh para paus pengganti Santo Petrus sampai Paus Leo XIV sekarang ini. Kita bersyukur karena dua tokoh rasul ini, yang menanam benih iman pada kita. Ikut misa di GOR Jatidiri Semarang, di stadion panasnya “ngenthang-enthang.” Gereja tetap kokoh sampai sekarang, Atas dasar St. Petrus sang Batu Karang. Wonogiri, belajar dari Petrus Paulus Rm. A. Joko Purwanto,Pr Puncta 28 Juni 2025
Pw. Hati Tersuci St. Perawan Maria Lukas 2:41-51 SETIAP orang pasti pernah mengalami gagal atau jatuh. Saya juga pernah mengalami jatuh. Rasa-rasanya semua orang mengadili saya. Mereka mempergunjingkan, rasanya seperti pesakitan yang dihukum tanpa ada kesempatan membela diri. Semua orang menjauhi sepertinya saya sedang kena virus covid atau penyakit kusta yang menjijikkan. Di saat-saat yang berat itu saya pulang ke rumah. Datang kepada ibu yang melahirkan dan menyusui saya. Ibu mengerti perasaan dan kegalauan saya. Hati ibu juga tersayat-sayat mendengar komentar banyak orang tentang saya. Tetapi ibu berkata, “Sak elek-eleke suarane wong akeh, kowe tetep anakku,” (Sejelek-jeleknya suara orang banyak, kamu tetap anakku). Ibu menguatkan saya. “Aku ora kendhat nyuwun lan ndedonga. Gusti ora sare.” (Ibu terus berdoa, Tuhan tidak tidur). Hari ini kita peringati Hati Tersuci St. Perawan Maria. Maria mengalami banyak peristiwa hidup bersama Putranya. Ia sabar dan setia mendampingi Yesus menghadapi kesulitan dan hambatan. Dari awal sampai di bawah salib-Nya. Maria juga ikut menanggung salib Yesus di dalam hatinya. Kutipan Injil hari ini menggambarkan sikap seorang ibu: “Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.” Maria menyimpan segala peristiwa Yesus, anaknya dengan hati seluas samudera. Kendati Yesus dihujat, didera, diludahi, sampai disalibkan, Maria berdiri di samping puteranya. Ia menerima Yesus di pangkuannya. Hati seorang ibu adalah tempat aman untuk berteduh dan berlindung. Apakah kita mau meneladan hati Bunda Maria? Ataukah kita lebih suka mengadili, menghujat, menggosipkan dan menghukum orang lain hanya berdasar katanya-katanya saja? Maria lebih suka menyimpan semua perkara di dalam hatinya. Ia tidak menyebarkan kemana-mana. Baginya hati yang sabar dan legawa adalah perlindungan yang aman bagi semua. Ke Batu naik ke Gunung Panderman, Menikmati indahnya pemandangan. Hati ibu tempat perlindungan aman, Kita dikuatkan agar mampu berjalan. Wonogiri, meneladan Hati Maria Rm. A. Joko Purwanto, Pr |
Archives
December 2034
Categories |