|
Puncta 12 November 2025
Pw. St. Yosafat, Uskup dan Martir Lukas 17:11-19 atau Ruybs KISAH Malin Kundang memberi pelajaran kepada kita supaya kita tahu berterimakasih kepada orang yang telah berjasa dalam hidup kita. Malin Kundang adalah anak durhaka yang tidak mau mengakui ibunya setelah dia sukses dan kaya raya. Konon, Malin Kundang berasal dari keluarga miskin. Ia dididik oleh ibunya sendiri, karena ayahnya pergi berlayar tidak kembali. Oleh didikan ibunya, Malin menjadi anak yang pintar, tetapi sedikit nakal. Ia minta ijin ibunya untuk berlayar ikut nakhoda kapal. Ibunya berkeberatan, tetapi karena kemauan Malin yang kuat, akhirnya ia melepaskan anak satu-satunya, dengan pesan, "Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang sukses, jangan lupa dengan ibumu dan kampung halamanmu ini, Nak." Singkat cerita, Malin berhasil menjadi saudagar kaya raya. Ia kembali ke kampung halamannya. Namun ia tidak mau mengakui ibunya yang miskin, tua renta. Akhirnya ibunya mengutuk Malin Kundang menjadi batu di pinggir pantai. Yesus menyembuhkan sepuluh orang kusta. Tetapi yang kembali mengucap syukur hanya satu yaitu orang Samaria. Yang lainnya lupa untuk berterimakasih kepada Tuhan. Yesus berkata: "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?" Kita harus menanamkan sikap hormat, tahu berterimakasih kepada orang yang telah menolong kita. Kalau kita sedang butuh - seperti sepuluh orang kusta itu, mereka berteriak-teriak; Guru, kasihanilah aku.” – kita mengiba-iba minta dibantu. Tetapi setelah dibantu, mengucap terimakasih saja tidak. Bahkan kadang malah berpura-pura lupa kalau sudah ditolong, dicarikan pekerjaan, dipinjami modal, dan lain sebagainya. Yesus tidak minta dihargai atau dipuji. Tetapi Dia mengajak orang untuk bersyukur atas pertolongan Tuhan. Syukur itu menunjukkan imannya pada Tuhan. Dengan iman, kita akan melihat pengalaman yang lebih besar lagi yakni keselamatan hidup. Ada unta malah makan pisang, Badannya lemah tak bisa berdiri. Jangan lupakan kebaikan orang, Lupakanlah kebaikanmu sendiri. Wonogiri, tahu berterimakasih Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments
Puncta 11 November 2025
Pw. St. Martinus dari Tours, Uskup Lukas 17: 7-10 atau RUybs PARA Ksatria Pandawa memiliki abdi atau hamba yang disebut Punakawan. Mereka adalah Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Punakawan artinya sahabat atau kawan yang baik. Mereka juga disebut sebagai “Batur” atau pangembating catur artinya sebagai teman berdiskusi atau berdialog. Tidak jarang para punakawan ini memberi nasehat kepada para ksatria agar mereka memilih jalan yang benar dan menjauhi segala hal yang buruk. Mereka tidak hanya melayani bendara atau tuannya tetapi juga menjadi pamomong, penjaga yang mengingatkan. Yesus juga mengajarkan kepada para murid-Nya untuk menjadi hamba yang taat dan setia kepada Tuannya. “Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." Pelajaran penting yang dapat kita petik dari ajaran Yesus ini adalah; Pertama, Tanpa pamrih dan tulus, ketika seorang hamba menjalankan tugas, ia tidak mengharapkan pujian atau imbalan. Dengan tulus ikhlas ia menjalankan kewajibannya. Kedua, bertanggungjawab. “Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum.” Perintah tuannya adalah tanggungjawab yang harus dikerjakan oleh hambanya. Ia mengerjakan tugasnya dengan baik dan benar. Ketiga adalah sikap tahu diri. Seorang hamba mengerti akan posisinya. Ia tahu dan sadar diri sebagai pelayan bertugas untuk melayani. Semestinya demikian juga sikap para pelayan gereja. bukan minta dilayani tetapi mau melayani. Kita harus berefleksi apakah sudah menjadi pelayan atau hamba yang baik bagi Tuhan. Tidak jarang para pelayan gereja itu tidak melayani umat tetapi malah minta dilayani, dan mencari kesenangannya sendiri. Tuhan akan menilai melalui umat yang melihat bagaimana pelayanan, ketulusan dan tanggungjawab para hamba Allah. Semoga kita bisa menjalankan tugas pelayanan ini dengan tulus dan bertanggungjawab. Naik ke Dieng menikmati kopi, Cuaca dingin sampai ke pori-pori. Melayani dengan tulus hati, Adalah teladan dari para abdi. Wonogiri, setia sebagai abdi Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 10 November 2025
Pw. St. Leo Agung, Paus Lukas 17:1-6 atau Ruybs SUATU hari Christy Jones menerima surat elektronik di alamat emailnya. Surat itu berasal dari seorang perempuan yang tidak dikenalnya. “Kamu tidak mengenalku. Tetapi ketahuilah, aku sudah tidak berpacaran lagi dengan suamimu. Maafkan aku… atas segala rasa sakit yang telah kuperbuat terhadapmu.” Demikian isi surat itu. “Saat itu saya merasa hancur dan tak berdaya,” kata Christy Jones. Ia berusaha tenang untuk menghubungi suaminya di kantor. “Maafkan aku sayang, aku telah mengkhianatimu,” kata sang suami penuh sesal. Suami Christy mengaku telah empat bulan berselingkuh dengan rekan kerjanya di kantor. Christy mengalami perang batin antara memaafkan atau meninggalkan suaminya. Namun dengan berani dia mengambil keputusan untuk memaafkan. Ini (memaafkan) adalah hal yang paling sulit saya lakukan,” ujar Christy. “Tetapi Tuhan menolong saya untuk tidak menyimpan dendam. Itu lebih melegakan dan membuat ringan.” Mereka kemudian memperbaharui janji perkawinan di hadapan imam. Christy berkata, “Kini kami menjalani perkawinan lebih kuat. Dan saya tidak menyesal mengalami peristiwa ini. Pengampunan adalah obat yang menyembuhkan” Yesus mengajarkan kepada para murid-Nya agar berani mengampuni kesalahan sesama. “Jagalah dirimu! Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia. Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia." Tidak ada orang yang sempurna di hadapan Tuhan. Kita pasti pernah berbuat salah. Tetapi dengan pengampunan kita bisa menyelamatkan relasi dengan sesama. Memang kata itu mudah diucapkan, namun sulit dilakukan. Walau sulit, tetapi tidak berarti tidak bisa dilakukan. Ada banyak tokoh besar bisa hidup damai dengan pengampunan. Sebutlah misalnya Nelson Mandela. Mahatma Gandhi dan lainnya. Yesus tidak hanya mengajarkan dengan nasehat, tetapi Dia sendiri mengampuni orang yang telah menyalibkan-Nya. “Ya Bapa, ampunilah mereka, karena mereka tidak mengetahui apa yang mereka perbuat.” Hidup akan menjadi damai dan bahagia, kalau kita berani mengampuni orang-orang yang menyengsarakan kita. Mancing ikan di pinggir kali, Ikannya direbus pakai kuali. Dibutuhkan kerendahan hati, Agar kita bisa mengampuni. Wonogiri, rela mengampuni sesana. Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 9 November 2025
Pesta Pemberkatan Basilika Lateran Yohanes 2:13-22 PADA Pesta pemberkatan Basilika Lateran ini, kita disajikan bacaan Injil Yohanes yang mengisahkan tindakan Yesus yang mengobrak-abrik para pedagang di Bait Suci. Yesus marah karena Bait Suci sudah berubah fungsi menjadi tempat transaksi mencari keuntungan pribadi. Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya. Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: "Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan." Kemarahan Yesus itu bisa jadi ditujukan pada kita juga sekarang. Gereja menjadi tempat mencari keuntungan, baik finansial, ekonomi, kehormatan maupun kedudukan. Gereja menjadi ajang persaingan untuk mengejar kekuasaan. Ada banyak peluang dan kesempatan untuk mencari keuntungan di Gereja. Para hamba Allah berubah jadi pedagang yang mengejar kekayaan dengan mengatasnamakan pelayanan sakramental. Gereja menjadi institusi yang kaku bukan sebagai paguyuban cinta kasih. Para pastor lebih menjadi manager administrasi daripada jadi pelayan jemaat. Kekuasaan lebih diutamakan. Banyak petugas gereja lebih otoriter, suka main kuasa karena jabatan. Tidak mau mendengarkan kritik dari umat. Merasa paling hebat dan tidak menghargai aspirasi umat. Para pelayan gereja lebih suka pada kemapanan, hidup dalam zona nyaman. Orang Jawa bilang, “jirih ora wani nggetih,” tidak ada totalitas, tidak berani keluar dari zona nyaman. Paus Fransiskus sampai mengharapkan seorang “Gembala yang berbau domba.” Pada Pesta Pemberkatan Basilika Lateran ini, kita bisa bertanya Gereja atau umat macam apa yang akan kita bangun agar semakin mengikuti kehendak Kristus? Apakah Gereja hanya menjadi institusi administratif yang kaku atau tempat orang menimba kasih dan kerahiman Allah? Visi seperti itu pasti juga akan menyangkut mentalitas para pelayannya. Pelayan macam apa yang ditawarkan agar Gereja menjadi tempat orang menemukan belas kasih Allah yang menghidupkan. Tindakan Yesus adalah pembaharuan bagi mentalitas pelayanan Gereja. Mari kita mengikuti semangat-Nya agar Gereja menjadi tempat orang bertemu dengan Allah yang mengasihi dan menyelamatkan. Jalan-jalan di atas pematang, Melihat padi menguning di persawahan. Yesus mengusir para pedagang, Gereja Allah bukan sebuah perusahaan. Wonogiri, mari membaharui diri Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 8 November 2025
Sabtu Biasa XXXII Lukas 16:9-15 KESUKSESAN tidak jatuh dari langit begitu saja. Untuk bisa mencapai sukses orang harus berjuang dengan keras. Banyak tokoh-tokoh sukses yang harus memulai usahanya dari nol. Ambil contoh misalnya, Bob Sadino atau Ciputra. Mereka tidak langsung jadi pengusaha sukses dan besar. Tetapi memulai dengan usaha kecil-kecilan dan dengan ketekunan. Bob Sadino misalnya pernah menjadi kuli bangunan, sopir taxi dan pengantar telur ayam. Namun tugas dan pekerjaan kecil itu dijalani dengan tekun dan setia, penuh dedikasi dan komitmen yang tinggi. Akhirnya mampu menghasilkan kesuksesan juga. Jika kita setia dalam perkara kecil, maka kita juga akan dipercaya dalam perkara yang besar. “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar,” demikian ajaran Yesus kepada para murid-Nya. Laksamana Angkatan Laut Amerika Serikat William H. McRaven pernah berpidato, "If you can't do the little things right, you will never do the big things right." (Jika kamu tidak bisa melakukan hal-hal kecil dengan benar, kamu tidak akan pernah bisa melakukan hal-hal besar dengan benar.) Dalam pidatonya itu ia menjelaskan bahwa melipat selimut setelah bangun pagi adalah tugas kecil yang mesti dilakukan. Jika itu dilakukan terus menerus akan memberi dorongan untuk penyelesaian tugas-tugas besar selanjutnya. Tindakan kecil ini menekankan pentingnya disiplin dan perhatian terhadap detail sebagai fondasi untuk mencapai hal-hal yang lebih besar dalam hidup. Maka lakukanlah hal-hal kecil dalam hidupmu, maka engkau akan mampu menyelesaikan hal-hal yang besar yang jadi tanggungjawabmu. Pak Ogah lari mengejar Unyil, Mereka ditertawai sama Meylan. Setialah dalam perkara kecil, Tugas besar akan menanti di depan. Wonogiri, kerjakan yang kecil-kecil Rm.A. Joko Purwanto, Pr Puncta 7 November 2025
Jumat Biasa XXXI Lukas 16:1-8 PERUMPAMAAN Yesus tentang perbuatan bendahara ini terasa rumit dan kontroversial. Kita tidak bisa memahaminya hanya dengan membaca kata per kata atau kalimat per kalimat. Apakah benar bendahara ini tidak jujur? Apakah anda mau bersahabat dengan orang yang tidak jujur? Apakah anda mau menerima orang yang tidak jujur menjadi teman anda? Apakah tidak mungkin anda juga diperlakukan dengan tidak jujur nantinya. Kepada para murid-Nya Yesus berkata, “Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya.” Bendahara itu dituduh menghamburkan harta milik tuannya. Ia berbuat boros dengan harta majikannya. Dalam hukum agama Yahudi, orang tidak boleh meminjamkan dengan bunga kepada orang sebangsanya. Tetapi dunia bisnis sangat menggiurkan, maka kaum Farisi menepis aturan ini dan membiarkan ada pinjaman bunga berbunga. Jika si bendahara itu memotong bunga dari si peminjam, maka dia sedang berbuat baik. Ia meringankan beban si peminjam. Seratus tempayan minyak, artinya ia berhutang 50 tempayan kepada majikannya dan dikenai bunga 50 tempayan. Bunga untuk komoditas minyak cukup mahal, seratus persen. Sedangkan gandum, suku bunga yang berlaku untuk gandum berkisar antara 20-25%. Jadi nasabah yang satunya lagi telah meminjam 80 pikul gandum dengan hutang yang berbunga sehingga ia harus melunasinya dengan 100 pikul gandum. Ia hanya disuruh melunasi 80 pikul saja. Tindakan bendahara ini tidak merugikan majikannya. Sang Majikan tetap mendapat miliknya. Yang dipuji bukan tidak jujurnya. Tetapi kecerdikannya memikirkan masa depan hidupnya agar selamat. Menghambur-hamburkan harta tidak sama dengan tidak jujur. Menghamburkan itu mungkin konotasinya seperti kita yang suka mentraktir makan teman-teman di warung atau restoran. Ia tidak berpikir tentang uang, tetapi suka membahagiakan dengan mengajak temannya makan-makan. Perumpamaan ini lebih mengajak kita memikirkan keselamatan yang kekal. Mari kita menaburkan kebaikan untuk kehidupan abadi. Harta, uang, kedudukan atau milik kita adalah sarana mencari kebahagiaan kekal. Semua harus digunakan dengan sebaik-baiknya. Mencari ijasah sampai Australia, Kaya orang nganggur tak punya kerja. Berbuat kebaikan dimana-mana, Kita akan banyak sahabat dan saudara. Wonogiri, teruslah berbuat baik Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 6 November 2025
Kamis Biasa XXXI Lukas 15:1-10 FILM “Not One Less” mendapat penghargaan Golden Rooster kategori sutradara terbaik. Film ini menggambarkan kondisi sekolah dasar di pedalaman China yang amat miskin. Tokoh utamanya adalah Guru kecil Wei Minzhi yang harus menggantikan Guru Gao yang cuti karena ibunya sakit. Guru Wei diberi pesan agar tak satu pun murid boleh pergi dari sekolah. Guru kecil yang hanya lulus SD, polos, lugu, tak berpengalaman ini mulai mengajar dengan mengikuti pesan Guru Gao. Namun belum lama bertugas, ada dua anak pergi dari sekolah. Yang satu diambil pencari bakat dari kota. Yang lain adalah Zang Huike, murid badung di kelas, yang minggat dari sekolah karena mau mencari kerja di kota untuk menebus hutang ortunya. Dari sinilah kisah kegigihan Wei dimulai. Ia berusaha ke kota untuk menemukan Zang Huike. Dengan berjerih lelah, segala usaha ditempuh agar murid badung itu ditemukan. Dengan menahan lapar, haus, kelelahan dan putus asa, Wei sampai di depan kantor stasiun TV lokal. Ia akhirnya dipanggil manager TV dan diwawancarai. Adegan yang sangat mengharukan ketika ia disorot kamera dan memohon agar Zang Huike kembali ke sekolah. Sementara Zang terlunta-lunta menjadi gelandangan cilik di kota. Ketika ia sedang meminta makan di warung, pemilik warung melihat acara “Mencari Anak Hilang” di TV. Ia memanggil Zang untuk melihat Guru Wei di TV. Akhirnya anak hilang ini ditemukan. Mereka kembali ke desa dengan membawa banyak sumbangan dari warga yang tersentuh oleh perjuangan Guru kecil Wei. Yesus menceritakan perumpamaan tentang domba yang hilang. Bagi Tuhan seorang manusia sangat berarti. Ia akan mencari sampai bisa menemukan yang tersesat itu. Tak seorang pun dibiarkannya hilang, tidak selamat. Allah akan terus mencari sampai diketemukan. Sorga akan bergembira atas satu orang yang bertobat melebihi mereka yang tidak membutuhkan pertobatan. Sangat besarlah kasih dan kerahiman Allah sehingga Dia mau mencari sampai menemukannya karena yang Ia kehendaki hanya satu: keselamatan umat-Nya. Beli buah-buahan di dalam pasar, Banyak ibu juga sedang berbalanja. Kerahiman Tuhan sungguh besar, Orang berdosa diselamatkan-Nya. Wonogiri, mencari dan menyelamatkan Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 5 November 2025
Rabu Biasa XXXI Lukas 14:25-33 DALAM lakon Mahabarata, terkisah seorang pangeran dari Kerajaan Ekalaya bernama Palgunadi. Ia ingin menjadi murid Pandita Dorna, guru yang terkenal dari Hastinapura. Tetapi karena Dorna sudah berjanji hanya ingin memberi ilmu kepada para pangeran darah Kuru, maka Palgunadi ditolak. Merasa kecewa dan sedih, Palgunadi pergi ke hutan dan belajar otodidak agar lihai dalam ilmu memanah. Di dalam hutan ia membayangkan Resi Dornalah yang hadir memberi ilmu kesaktian. Berbulan-bulan Palgunadi belajar sendiri dalam keseriusan dan ketekunan. Suatu malam, terdengarlah lolongan anjing hutan membelah kesunyian. Palgunadi ingin menguji kesaktiannya. Ia mengarahkan mata batinnya kepada anjing yang melolong di kegelapan. Panah diarahkan pada sumber suara di kejauhan. Pada saat yang tepat ia melepaskan sembilan anak panah sekaligus. Anjing hutan itu terdiam seketika dan mati di tempatnya. Para kstaria Pandawa yang sedang berburu di hutan menemukan anjing itu mati terpanah. Ada sembilan anak panah menancap di mulut anjing itu. mereka heran campur kagum pada orang yang mampu menyaingi kemampuan Arjuna. Arjuna marah, merasa tersaingi dan bilang kepada Dorna, bahwa ada orang yang mampu menyaingi kemampuan memanahnya. Dorna memanggil Palgunadi yang ingin diterima sebagai murid. Dorna meminta satu syarat kepada Palgunadi. Ia harus rela menyerahkan jimat kekuatannya yaitu Mustika Ampal yang melekat di ibu jarinya. Demi bisa menjadi murid Dorna, Palgunadi merelakan ibu jarinya di potong. Ia kehilangan kesaktiannya. Untuk mengikuti Yesus ada harga yang harus diberikan oleh para murid-Nya yaitu kesetiaan total pada Sang Guru. Mengikut Tuhan Yesus berarti mengasihi Dia secara total. Mengikut Yesus berarti rela melepaskan dirinya secara total dari segala miliknya. "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” Beranikah kita merelakan apa yang kita miliki dan meninggalkan segala sesuatu untuk dapat menjadi murid Yesus? Sungguh totalkah kita menjadi murid Yesus? Pergi ke Bromo naik ke puncak atas, Walau badan capek nafas terengah-engah. Yesus menuntut semangat totalitas, Jadi murid tidak boleh setengah-setengah. Wonogiri, totalitas pelayanan Rm.A. Joko Purwanto, Pr Puncta 4 November 2025
Pw. St. Carolus Boromeus, Uskup Lukas 14: 15-24 SUATU kali saya mendapat undangan pesta perkawinan yang diadakan warga Melayu di Nanga Tayap. Saya tidak kenal keluarga yang mengundang. Undangan itu diedarkan tanpa nama melalui orang yang tidak saya kenal juga. Nampaknya memang undangan disebarkan kepada siapapun, bahkan yang tidak dikenal pun juga diundang ikut pesta resepsi pernikahan. Saya pernah datang di sana untuk ikut resepsi demi menghormati yang mengundang. Dalam Injil, ajaran Yesus ditanggapi oleh orang yang hadir mendengar-Nya. Orang itu berkata, "Berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan Allah." Mungkinkah ia berpikir bahwa Allah memilih-milih orang yang akan dijamu di dalam perjamuan-Nya? Yesus memberi perumpamaan tentang perjamuan besar. Tetapi orang-orang yang diundang memberi alasan tidak bisa datang. Ada yang membeli ladang. Ada yang membeli lembu dan mau mencobanya. Ada pula yang sedang kawin dan tidak bisa datang. Untuk itu Tuan yang empunya pesta menyuruh siapa saja diundang datang. Mereka yang ada di jalan-jalan, orang miskin, orang cacat, orang buta dan orang lumpuh. Tuan pesta belum akan puas jika tempat pesta masih ada yang tersisa. Siapa pun boleh datang ke perjamuan pesta. Kebaikan Allah ini harusnya ditanggapi dengan antusias dan sukacita. Bukan malah mencari aneka alasan untuk menolaknya. Kita sering mengabaikan kebaikan Tuhan. Tidak punya waktulah, sibuklah, banyak urusan dan pekerjaanlah. Sampai-sampai kita lupa tidak sempat datang ke pesta perjamuan-Nya. Jangan menyesal di kemudian hari, jika pintu perjamuan ditutup dan orang lain sudah masuk ke pesta itu. Kita terlalu sibuk dengan urusan diri sendiri, sehingga pintu Kerajaan Allah sudah tertutup bagi kita. Ke Pantai Jepara mencari udang, Udangnya lari ke Karimunjawa. Tuhan mengundang semua orang, Untuk memperoleh damai sejahtera. Wonogiri, datang ke undangan pesta Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 3 November 2025
Senin Biasa XXXI Lukas 14: 12-14 KETIKA adik saya menikah, mereka berdua sepakat untuk tidak mengadakan pesta resepsi. Mereka hanya mengundang rekan kerja dan beberapa orang ikut misa pemberkatan di gereja. Sesudah itu tidak ada acara pesta-pesta. “Yang penting bukan pestanya. Apa gunanya pesta besar-besaran kalau harus hutang banyak dan nanti sulit mengembalikannya. Yang penting kami sudah diberkati rama di gereja. Sudah sah resmi sebagai suami istri sakramental menurut aturan gereja,” begitu alasan mereka. Di rumah pun, mereka hanya mengadakan kenduri untuk tetangga sekitar untuk syukuran dan mohon doa restu bahwa mereka sudah diberkati di gereja. Sesudah itu keluarga berjalan dengan lega, gembira dan siap menjalani masa depan. Memang tidak mudah mengubah kebiasaan di desa. Orang menikah mesti harus pesta mengundang banyak orang. Walaupun harus berhutang, pinjam sana pinjam sini. Keluarga baru akan bertambah bebannya karena harus menanggung hutang. Yesus mengubah kebiasaan orang dalam mengadakan perjamuan. "Apabila engkau mengadakan perjamuan siang atau perjamuan malam, janganlah engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau saudara-saudaramu atau kaum keluargamu atau tetangga-tetanggamu yang kaya, karena mereka akan membalasnya dengan mengundang engkau pula dan dengan demikian engkau mendapat balasnya.” Yesus mengajak kita untuk berbagi kepada mereka yang miskin, lemah dan tersingkir. “Apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta.” Yesus mau menegaskan bahwa perbuatan baik tidak harus dipamer-pamerkan agar diketahui banyak orang. Kita juga diajak untuk tidak menuntut balasan atas kebaikan yang kita berikan kepada orang lain. “Engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar." Memberi tanpa pamrih itulah yang dikehendaki Tuhan. Maukah kita berbagi tanpa mengharapkan balasan agar kemuliaan Tuhan makin diwartakan bagi semua orang? Bikin sambal bawang putih, Dicocol sama daging bergajih. Rela berbagi tanpa pamrih, Agar Tuhan dimuliakan lebih. Wonogiri, sepi ing pamrih Rm. A.Joko Purwanto, Pr |
Archives
December 2034
Categories |
RSS Feed