Puncta 31 Oktober 2024
Kamis Biasa XXX Lukas 13:31-35 SUKA nonton film action serial The Ip Man? Film ini mengisahkan tokoh bela diri Wing Cun yakni Ip Man (Donnie Yen) yang sering mengalami diskriminasi dan ketidakadilan. Ia berusaha memperjuangkan kebaikan dan kebenaran. Tetapi banyak kelompok yang menentangnya. Dalam menghadapi perlawanan itu, Ip Man kadang berusaha mengalah. Ia mundur dan menghindari perkelahian. Tetapi jika ditekan dan ditantang, Ip Man melawan demi membela kebenaran. Film laga ini terinspirasi dari kisah hidup pendiri Wing Cun yakni Ip Kai-man atau Ip Man yang menjadi guru Bruce Lee. Suatu kali ia menasehati muridnya dengan berkata, “Hal yang terbaik adalah dengan tidak bertarung sama sekali.” Atau kali lain dia juga berkata, “Jangan bertarung dengan kekuatan, serap kekuatan itu dan alirkanlah, gunakan kekuatan itu." Maksud pesan itu adalah jika kita mau hidup damai maka janganlah bertarung atau berkelahi dengan siapa pun. Kekerasan yang dilawan dengan kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah. Balas dendam bukan cara menyelesaikan persoalan antar manusia. Yesus mendengar ada ancaman yang membahayakan Diri-Nya. Ada orang yang datang kepada-Nya dan berkata, "Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau." Yesus tidak melawan dengan kekerasan. Tetapi Dia juga tidak berhenti melakukan kebaikan; menyembuhkan orang sakit, menolong orang miskin dan menderita. Dia terus membawa kebaikan pada orang lain. Yesus tidak takut pada ancaman, intimidasi dan hambatan. Ia terus berkarya menularkan kebaikan Allah kepada manusia. Tidak seperti Ip Man yang mengajarkan gerakan bela diri untuk mengalahkan lawan-lawannya. Yesus mengajarkan gerakan aktif tanpa kekeransan ( active non violence movement). Banyak pejuang-pejuang kemanusiaan menjunjung gerakan aktif membela hak asasi manusia tanpa kekerasan. Kita diajarkan oleh Yesus untuk tidak melawan kekerasan dengan kekerasan. Kita bertindak berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Marilah kita terus berjuang kendati selalu mendapat hambatan, ancaman dan perlawanan. Jalan-jalan ke Kota Bunga, Lihat pemandangan indah di mata. Jangan lelah kita terus bekerja, Dengan belas kasih dan bela rasa. Wonogiri, terus bekerja dengan cinta Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments
Puncta 30 Oktober 2024
Rabu Biasa XXX Lukas 13: 22-30 ADA orang yang datang kepada Yesus tentang siapa yang akan diselamatkan, apakah hanya sedikit saja mereka yang akan selamat? Bahkan Saksi Jehova menyatakan bahwa mereka yang diselamatkan hanya 144.000 orang. Mereka mengutip Kitab Wahyu secara hurufiah, “Dan aku mendengar jumlah mereka yang dimeteraikan itu: seratus empat puluh empat ribu yang telah dimeteraikan dari semua suku keturunan Israel.” Yesus tidak menjawab tentang berapa jumlah orang yang diselamatkan. Tetapi lebih menekankan untuk berusaha sekuat tenaga agar bisa memasuki pintu yang sempit supaya bisa masuk ke dalam perjamuan Tuhan. Usaha atau proses berjuang agar bisa masuk ke pintu perjamuan Tuhan itulah yang lebih diutamakan. Bukan soal berapa banyak atau sedikitnya orang yang akan diselamatkan. Berapa jumlahnya itu bukan urusan kita. Yang menjadi urusan kita adalah bagaimana usaha kita. "Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat,” pesan Yesus. Berjuang dengan sekuat tenaga itulah pesan yang mau disampaikan Yesus. Banyak orang yang berusaha dengan keras, namun tidak berhasil. Maka kita harus terus konsisten berjuang sampai mendapatkannya. Keselamatan itu juga sebuah anugerah Allah. Hal ini dikatakan Yesus bahwa orang akan datang dari mana-mana, segala penjuru dunia. “Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah. Dan sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang terdahulu dan ada orang yang terdahulu yang akan menjadi orang yang terakhir." Keselamatan atau ikut dalam perjamuan Tuhan adalah mutlak kuasa Tuhan yang memberikan. Belas kasih dan kerahiman Tuhanlah yang kita harapkan. Maka marilah kita tetap berjuang agar kita diperkenankan memasuki pesta perjamuan Tuhan yang abadi. Kita percaya akan belas kasih dan kemurahan Tuhan. Dia tidak akan membiarkan kita tersesat dan terlantar. Makan pagi dengan banyak sayuran, Jangan lupa juga makan buah-buahan. Dengan amal kasih dan pertobatan, Kita mengetuk pintu kerahiman Tuhan. Wonogiri, tetap tekun berusana dan beriman Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 29 Oktober 2024
Selasa Biasa XXX Lukas 13: 18-21 SALAH satu tugas yang harus dilakukan para frater di Tahun Rohani Jangli, Semarang waktu itu adalah membuat roti tawar. Secara bergilir kami disuruh membuat roti tawar pada hari Rabu siang, supaya bisa disajikan sebagai menu sarapan pada Kamis paginya. Di ruang dapur Susteran, kami menyiapkan bahan-bahan membuat roti. Ada terigu protein tinggi, air secukupnya, ragi instan, madu, minyak goreng, tepung gandum dan garam yang cukup. Alat-alat masak semua sudah disiapkan. Kami campur bahan-bahan itu dengan ragi sampai lembut kalis elastis. Adonan itu didiamkan di loyang selama satu jam biar mengembang. Ragi yang dicampur itu bekerja untuk mengembangkan tepung roti. Setelah mengembang, roti bisa dipanggang sampai matang dengan oven. Dengan gambaran ragi yang diaduk di dalam tepung terigu sehingga bisa mengembang makin besar, Yesus menjelaskan tentang tumbuhnya Kerajaan Allah di tengah-tengah kita. Juga dengan tumbuhnya biji sesawi menjadi pohon yang besar, Yesus mengumpamakan proses berkembangnya karya Allah di dunia ini. Seperti para petani yang tidak menyadari tumbuh kembangnya benih yang ditabur, demikian kita pun tidak sadar bahwa karya Allah itu berproses secara alami di tengah-tengah kita. Kerajaan Allah itu seperti matahari yang terus berputar membuat pagi berjalan menuju sore dan malam. Besuknya muncul kembali tanpa kita perintah dan kita sadari. Allah pun terus berkarya menumbuhkan kehidupan di alam semesta. Seperti Pemasmur yang memperingatkan kita, laksana rumput yang pagi hijau segar dan sore harinya menjadi kering layu, kita pun mengikuti proses kehidupan yang dianugerahkan Tuhan. Mari kita menjalaninya agar bisa tumbuh berkembang dalam proses dan berguna bagi sekitar kita. Seperti ragi yang mengubah tepung menjadi roti dan berguna untuk hidup, demikian pun diri kita semoga bisa berguna bagi sekitarnya agar dunia semakin tumbuh dalam kasih dan persaudaraan. Seperti benih biji sesawi, tumbuh jadi pohon yang tinggi. Hidup harus terus kita dijalani, Kasih Allah tak pernah berhenti. Wonogiri, mari terus bertumbuh kembang Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 28 Oktober 2024
Pesta St. Simon dan Yudas, Rasul Lukas 6: 12-19 DALAM sebuah kelompok atau komunitas, ada lingkaran-lingkaran kedekatan. Ada kelompok inti, tetapi juga ada kelompok luar atau pinggiran. Mereka mempunyai peran dan tugas masing-masing yang sama pentingnya. Di antara duabelas rasul Yesus juga ada circle atau lingkaran. Circle terdekat yang sering disebut adalah Petrus, Yakobus dan Yohanes. Dua orang yang kita rayakan hari ini, Simon yang sering disebut “Orang Zelot” dan Yakobus anak Tadeus jarang diceritakan kisahnya. Bukan karena jarang disebut, lalu mereka dianggap tidak penting. Bukan! Mereka tetap bagian penting yang melambangkan Israel baru. Dari sebutannya “Orang Zelot” bisa jadi Simon adalah pengikut fanatik kelompok Yahudi yang melaksanakan Hukum Taurat secara murni dan memberontak melawan penjajah. Dia termasuk bagian dari kelompok Yahudi yang menantikan Mesias secara politis. Yudas, yang bukan Iskariot, adalah saudara dari Yakobus Muda. Dia dikenal sebagai pribadi yang pemberani dan gigih dalam menghadapi situasi sulit dan rumit. Dalam tradisi banyak orang berdoa melalui perantaraannya untuk menghadapi masalah-masalah berat dan sulit dalam kehidupannya. Kita bisa berdoa melalui Santo ini. Secara tradisi kedua rasul ini mewartakan Injil sampai ke Persia, Iran dan menjadi martir di sana sekitar tahun 107 Masehi. “Darah para martir menyuburkan benih iman Gereja” atau “Sanguis Martyrum Semen Christianorum,” pesan Tertulianus ini menegaskan perutusan dua rasul ini. Merayakan kehidupan para rasul berarti menimba semangat pelayanan dan pewartaan mereka. Gereja berkembang karena mereka bersaksi dan berani diutus bahkan rela berkorban demi Injil-Nya. Pengalaman dikasihi oleh Yesus sampai rela mati di kayu salib, mereka wujud-nyatakan sampai pada kemartiran mereka sendiri. Apakah kita punya pengalaman dikasihi Tuhan Yesus sedemikian rupa sampai kita juga berani membalas kasih-Nya sampai tuntas? Orang yang dilunaskan hutangnya yang besar, pasti akan membalas kebaikan dengan sepenuh hidupnya. Kita ini adalah orang-orang yang berhutang pada Tuhan seperti para rasul itu. Mari kita membalas kebaikan Tuhan sekuat tenaga. Ke Banyuwangi naik kapal, Langsung sandar di kota Tabanan. Jadi martir di zaman milenial, Siap wartakan kasih dan kebenaran. Wonogiri, marilah kita bersaksi Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 27 Oktober 2024
Minggu Biasa XXX Markus 10: 46-52 DALAM kunjungan ke Indonesia Paus Fransiskus bertemu dengan para penyandang disabilitas. Mimi Lusli, wanita penyandang tuna netra, yang meraih gelar Doktor dari Vrije Universiteit Amsterdam- Netherland tahun 2016 ini menyapa Paus Fransiskus. “Bapa Suci, nama saya Mimi Lusli, dan saya kehilangan penglihatan pada usia 17 tahun. Sebagai seorang Katolik muda, saya menemukan penghiburan dalam Jalan Salib. Di sinilah saya bertemu Yesus." "Dia tidak meninggalkan saya; sebaliknya, Yesus mengajari saya cara bagaimana hidup tanpa penglihatan fisik. Yesus, mercusuar harapan kita, selalu memperjuangkan kebutuhan mereka yang difabel. Saya sangat percaya bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan kemampuan unik untuk memperkaya keragaman dunia kita, dan disabilitas hanyalah salah satu dari aspek unik ini," tambahnya. Peran Gereja sangat penting dalam memastikan martabat pribadi manusia. Kita harus mengambil tanggung jawab dan secara aktif mengadvokasi hak-hak disabilitas. Bapa Suci, belas kasih Anda memberi kami pengharapan, dan kehadiran Anda memastikan bahwa kami tidak pernah ditinggalkan.” Itu harapannya. Bapa Fransiskus menanggapi sharing dari Mimi, “Kalian adalah bintang yang bersinar di langit Nusantara ini, para anggota yang paling berharga dari Gereja ini, kalian harta karunnya seperti apa yang dikatakan Diakon dan Martir St. Laurensius pada awal gereja. Perjumpaan Mimi dengan Paus kemarin seperti perjumpaan Bartimeus dengan Yesus di Yerikho. Bartimeus memang buta secara jasmani, tetapi hati rohaninya terbuka terang dan percaya bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Daud. Begitu juga Mimi mengalami perjumpaan dengan Yesus. “Sebagai seorang Katolik muda, saya menemukan penghiburan dalam Jalan Salib. Di sinilah saya bertemu Yesus,” demikian katanya. Kendati tuna netra, tetapi ia bisa menemukan Tuhan. Kita harus malu senyatanya karena dengan mata terbuka, kita justru tidak mampu menemukan Tuhan dan kasih-Nya yang nyata di tengah-tengah kita. Kita mesti belajar rendah hati melalui Bartimeus dan Mimi Lusli yang mengalami perjumpaan kasih dengan Yesus. Bulan depan sudah mulai hujan, Mohon dikurangi acara jalan-jalan. Tuna netra bukanlah halangan, Untuk bisa berjumpa dengan Tuhan. Wonogiri, imanmu menyelamatkan engkau Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 26 Oktober 2024
Sabtu Biasa XXIX Lukas 13:1-9 Dikutip dari Psychology Today, dalam bahasa Jerman secara harafiah Schadenfreude berarti "membahayakan kegembiraan" dan mengacu pada tindakan menikmati kemalangan orang lain. Orang merasa bahagia di atas penderitaan sesamanya. Kalau tidak hati-hati, schadenfreude bisa mengarah pada sadisme, narsistis dan psikopatik. Ada perilaku menyimpang jika ada orang yang merasa puas kalau bisa menyakiti, melukai atau menyiksa. Tindakan sederhana yang sering kita lakukan kalau melihat orang lain menderita adalah “nyokurke.” Kalau ada orang lain gagal, jatuh atau susah, kita tidak berempati tetapi justru merasa puas dengan menyalahkan, menghakimi atau mengharapkan sialnya. Orang merasa senang melihat penderitaan sesamanya. Sebaliknya kalau ada teman yang sukses atau berhasil dia akan merasa iri, cemburu dan tidak suka. Inilah gejala-gejala schadenfreude yang membahayakan perkembangan kepribadian seseorang. Orang-orang yang datang kepada Yesus dan mengabarkan nasib sial yang dialami orang-orang Galilea yang darahnya dicampur dengan darah korban persembahan oleh Pilatus itu mungkin juga punya perilaku schadenfreude. Seolah mereka membenarkan diri atas nasib sial yang dialami orang lain. Yesus mengoreksi lagi atas sikap “nyokurke” dengan berkata, “Atau sangkamu kedelapan belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya dari pada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem?” Tidak!! Yesus lebih menekankan sikap tobat daripada menyalahkan atau menghakimi orang lain yang sedang menderita. Pertobatan diri lebih penting daripada menilai jelek orang lain. “Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian," kata Yesus. Mari kita kembangkan empati bagi mereka yang susah, bukan malah bersukacita di atas derita orang lain. Jalanan sepi di hari Jum’at, Semua orang sembahyang sholat. Lebih baik kita bertobat, Daripada kita suka menghojat. Wonogiri, mari kita berempati Rm. A.Joko Purwanto, Pr Puncta 25 Oktober 2024
Jumat Biasa XXIX Lukas 12: 54-59 MANUSIA zaman ini sulit membedakan mana fakta dan mana hoax. Ribuan berita berseliweran di medsos. Entah itu berita keliru, salah, hoax atau berita yang benar dan valid butuh disaring kebenarannya. Maka banyak orang mengalami kebingungan, kawatir, stress dan bahkan ada yang bunuh diri karena berita-berita yang menyesatkan. Kita telah memasuki era Post Truth dimana kebenaran dan kebohongan bercampur baur. Paul Joseph Goebells pernah mengatakan, “Kebohongan yang diceritakan sekali adalah kebohonan. Tetapi kebohongan yang diceritakan ribuan kali bisa menjadi kebenaran.” Dia adalah menteri propaganda Nazi pada zaman Hitler. Tekniknya yang paling terkenal dalam membuat propaganda disebut “Argentum ad nausem” atau Big Lie (Kebohongan Besar). Prinsipnya adalah menyebarluaskan berita bohong melalui media massa sebanyak mungkin dan sesering mungkin hingga kemudian kebohongan tersebut dianggap sebagai suatu kebenaran umum. Sederhana namun membahayakan dan mematikan. Yesus sudah mengingatkan kepada masyarakat umum untuk waspada menilai tanda-tanda zaman. Orang diajak untuk mencari kebenaran dengan hati nuraninya. Tidak boleh hanya mendengar berita-berita palsu di luar sana yang tidak jelas sumbernya. Yesus berkata kepada orang banyak: "Apabila kamu melihat awan naik di sebelah barat, segera kamu berkata: Akan datang hujan, dan hal itu memang terjadi. Dan apabila kamu melihat angin selatan bertiup, kamu berkata: Hari akan panas terik, dan hal itu memang terjadi. Hai orang-orang munafik, rupa bumi dan langit kamu tahu menilainya, mengapakah kamu tidak dapat menilai zaman ini? Dan mengapakah engkau juga tidak memutuskan sendiri apa yang benar?” Saat ini ribuan putaran kebohongan diciptakan di tengah-tengah kita. Akibatnya kebohongan buatan itu kita terima sebagai kebenaran. Kita terpengaruh dan tidak bisa membuat keputusan sendiri secara benar. Maka Yesus menegaskan, “Mengapa engkau juga tidak memutuskan sendiri apa yang benar?” Teknik Goebells ini sering digunakan dalam dunia politik. Korbannya adalah orang-orang yang mudah dibodohi karena kurang baca, dan pikirannya sempit. Apakah kita adalah orang-orang yang mudah dibodohi sehingga tidak bisa berpikir jernih dan benar? Sabda Yesus hari ini mengusik benak dan pikiran kita sebagai orang beriman. Pesta nikah pakai nasi box, Berisi ayam dan dua telurnya. Jangan percaya berita hoax, Luas wawasan agar bijaksana. Wonogiri, carilah kebenaran Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 24 Oktober 2024
Kamis Biasa XXIX Lukas 12: 49-53 SEORANG ibu yang rajin dan aktif menggereja menghadapi dilema yang sulit. Anak gadisnya yang sedang mekar bak madu manis diisap oleh kupu-kupu muda yang menggelegak. Pesan dan nasehat ibu yang selalu mengingatkan tak digubrisnya. Kedua insan yang dimabuk asmara ini nekad melangkah jauh. Hamil tak bisa disembunyikan. Anak gadis itu dikeluarkan dari sekolah. Pergi meninggalkan rumah dan keluarga. Gadis itu dibutakan oleh cinta masa remaja. Ibunya hanya dapat berdoa mengeluh tanpa kata di depan Patung Pieta. Ketika hidup tidak seperti yang dicitakan, kupu-kupu muda itu tetap terbang ke sana kemari tanpa henti, si gadis ditinggalkan tanpa rasa berdosa. Ia merintih pedih dengan bayi merah di pangkuannya. Akhirnya dengan rasa sesal mendalam, dia datang mengetuk pintu hati ibunya. Kasih mamanya seperti api yang tak pernah padam. Ibu itu menerima anak dan sekaligus cucunya. Kasih pengampunan menghapus marah dan dendam. Di depan salib Tuhan, mereka merenda masa depan. Yesus datang untuk melemparkan api ke dunia. Api cinta kasih yang harus tetap dijaga nyalanya. Cinta Yesus yang berkobar itu harus dibasuh oleh air pembaptisan. Baptisan yang sesungguhnya adalah salib pengurbanan. Cinta sejati harus terwujud dalam pengurbanan diri. Karena cintanya kepada Yesus, ibu tadi minta anaknya menikah dengan kekasihnya di gereja. Namun sang lelaki ngotot cukup nikah adat. Si gadis tak bisa berkutik. Ia melawan ibunya. Ia lari meninggalkan rumah dan gereja. Ketika jalan buntu akhirnya gadis itu kembali bersimpuh di kaki ibu dan Salib-Nya. Salib Yesus memang tidak enak. Kadang kita ingin lari mencari kesenangan dan kenikmatan sendiri. Muncullah pertentangan di dalam keluarga. Yang satu ingin tetap setia pada salib, seperti ibu tadi. Yang lain ingin lari mencari kesenangan duniawi, seperti sang gadis. Pada akhirnya api cinta Yesus tetap menyala. Api kasih itu terwujud dalam pengampunan dan penerimaan ibunya. Api cinta Yesus menyadarkan gadisnya akan kebodohannya. Api kasih Yesus menerangi gelapnya hati di mabuk asmara. Kini dia memanggul salib untuk membesarkan buah hati yang tak tahu bapaknya. Ibu itu bahagia dengan salib yang diterima. Ia hidup damai bersama anak gadis dan cucunya. Mereka bersama-sama memanggul salib dengan cinta yang tak pernah padam. Hanya api kasih Yesus yang mampu membawa damai kendati harus memanggul salib setiap hari. Sabda Yesus itu penguat sekaligus pegangan untuk terus menatap masa depan, “Aku datang melemparkan api ke bumi, dan betapa Kudambakan agar api itu selalu menyala.” Semoga kita pun setia menjaga api cinta kasih Kristus agar terus menyala, sehingga perjalanan kita memanggul salib menjadi wujud nyata mangasihi Tuhan dan sesama. Operasi kecil di kaki kanan, Cukup istirahat seharian. Api Yesus api pengorbanan, Salib Yesus salib pengampunan. Wonogiri, puji Tuhan kasihNya berlimpah Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 23 Oktober 2024
Rabu Biasa XXIX Lukas 12:39-48 SUATU kali, Bapak saya memberi nasehat pada adik-adik, “Kalau kamu ikut kerja di tempat orang, kamu harus berbuat melebihi tuntutan orang itu. Misalnya, tuan rumah bangun jam lima pagi. Kamu harus bangun lebih pagi, jam empat atau setengah lima. Kalau dia minta menyelesaikan tugas satu hari, kerjakan kurang dari satu hari. Kalau sudah selesai, dan masih ada waktu luang, mintalah tugas lain yang bisa dikerjakan. Pimpinan pasti akan senang dan akan memberi tanggungjawab yang lebih besar lagi kepadamu.” Saat itu orangtua mendidik anak-anaknya dengan keras, karena dunia akan memperlakukan kita lebih keras lagi. Kalau kita lulus dari didikan orangtua, maka kita juga akan siap menghadapi kerasnya tuntutan dunia yang kejam. Tuhan Yesus berkata: "Jadi, siapakah pengurus rumah yang setia dan bijaksana yang akan diangkat oleh tuannya menjadi kepala atas semua hambanya untuk memberikan makanan kepada mereka pada waktunya? Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya.” Santo Aloysius Gonzaga punya semboyan yang bagus, “Ad Maiora Natus Sum.” Artinya aku dilahirkan untuk melakukan hal-hal yang lebih besar. Kita ini diberi talenta oleh Tuhan untuk bisa melakukan hal-hal yang lebih besar. Sebagai hamba yang baik, kita diminta selalu siap siaga melakukan apa pun melebihi tugas dan tanggungjawab kita. Dengan demikian kita akan dipercaya oleh tuan kita dengan hal-hal yang lebih besar. Tuhan Yesus bersabda, “Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut." Marilah kita menjadi hamba yang tekun dan siap sedia melakukan tugas panggilan kita. Tuhan akan mempercayakan kepada kita hal-hal besar untuk kita kerjakan. Pergi ke Turki makan nasi kebab, Nasinya empuk dagingnya sungguh lezat. Kalau kita setia dan bertanggungjawab, Akan dipercaya kerjakan tugas yang hebat. Wonogiri, jadilah orang yang bisa dipercaya Rm. A.Joko Purwanto,Pr Puncta 22 Oktober 2024
Selasa Biasa XXIX Lukas 12: 35-38 CARA kreatif tapi sedikit nakal dilakukan para siswi menyambut kedatangan Guru Bahasa Jerman di kelas. Waktu itu ada pelajaran Bahasa Jerman di SMA Stella Duce Yogyakarta. Para murid yang semuanya adalah perempuan punya ide nakal. Mereka sengaja menyambut Ibu Guru yang akan masuk kelas dengan pura-pura tidur di kursinya masing-masing. Sambil menutup mata seperti orang tidur, mereka menyandarkan tubuhnya di kursi. Disambut dengan cara yang kompak tapi nakal itu, Bu Guru Jerman ini tidak marah. Ia masuk ke kelas dengan tenang. Ia kemudian berdiri di depan kelas dan kemudian menyanyikan sebuah lagu dalam Bahasa Jerman. Lagu itu berjudul, “Näher, mein Gott, zu dir.” Kalau Inggrisnya berjudul, “Nearer My God to Thee. Itu adalah lagu untuk mengiringi kematian. Dalam Buku Puji Syukur lagu itu diterjemahkan begini, “Tuhan, Berikanlah istirahat. Abadi dan tenang bagi yang wafat. Beri pengampunan segala dosanya. Kar’na mahamurah hati-Mu, Allah.” Sontak para murid berteriak-teriak ketakutan dan bangun dari tidurnya. Ibu guru itu hanya senyum-senyum melihat tingkah mereka dan pelajaran Bahasa Jerman dimulai. Murid-murid kagum pada Ibu Guru yang cerdas itu. Yesus berpesan kepada murid-murid-Nya, "Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala. Dan hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang menanti-nantikan tuannya yang pulang dari perkawinan, supaya jika ia datang dan mengetok pintu, segera dibuka pintu baginya.” Selalu berjaga-jaga dan siap sedia jika Tuhan datang itulah warta Yesus. Kapan saja Tuhan datang, kita selalu siap. Kita tidak tahu kapan Tuhan datang. Seperti juga kita tidak tahu kapan kematian akan menjemput kita. Maka pentinglah kita menyiapkan diri dengan berjaga-jaga. Berjaga-jaga itu tidak dengan tidur-tiduran santai seperti anak di kelas tadi. Berjaga-jaga adalah sebuah sikap yang siap melakukan apa pun dalam setiap kesempatan. Yesus memuji mereka yang berjaga-jaga. Orang yang demikian pantas mendapatkan apresiasi dari Tuannya. “Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia akan mengikat pinggangnya dan mempersilakan mereka duduk makan, dan ia akan datang melayani mereka. Dan apabila ia datang pada tengah malam atau pada dinihari dan mendapati mereka berlaku demikian, maka berbahagialah mereka.” Marilah kita gunakan waktu hidup kita ini untuk berjaga-jaga. Banyak melakukan kebaikan adalah wujud nyata dari semangat berjaga-jaga. Kematian pasti akan datang, Namun kita tidak tahu saatnya. Lebih baik kita persiapan, Jika waktunya telah tiba. Wonogiri, siap siaga senantiasa Rm. A. Joko Purwanto, Pr |