Paroki St. Yohanes Rasul Wonogiri
  • Home
  • Profil Paroki
  • Katekese
  • Pelayanan
  • Berita Paroki

katekese

Bukan Superman

2/21/2025

0 Comments

 
Puncta 21 Februari 2025
Jum’at Biasa VII
Markus 8:34-9:1 

DIALOG Yesus dengan Petrus tentang kemesiasan-Nya ternyata berbeda. Petrus menyebut Yesus adalah Mesias. Namun isi dari ungkapan itu beda dengan yang dipikirkan oleh Yesus.

Kemesiasan menurut Petrus adalah tokoh spektakuler yang akan merubah nasib bangsa yang tertindas secara politis. Mungkin semacam Super Hero yang bisa mengalahkan segala-galanya. 

Kayak Film-film fantasi model Superman, Batman, Iron Man, Captain America, Black Widow, Wonder Woman dan lain-lain.

Mesias dari kaca mata Yesus bukan tokoh super hero. Tetapi Mesias yang memanggul salib, mati dan bangkit pada hari ketiga. 

Maka Petrus ditegor oleh Yesus dengan berkata, "Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia."

Lalu Yesus mengoreksi pemahaman yang salah itu dengan berkata, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya.”

Petrus mempunyai konsep Mesias sebagai pembebas dari penjajahan politis. Bangsa Yahudi dijajah oleh Kekaisaran Romawi, maka seorang mesias yang diharapkan adalah pemberontak melawan penjajah. Ini yang dipikirkan Petrus.

Yesus tidak memikirkan mesias duniawi. Ia adalah pembebas dari penjajahan dosa yang membelenggu setiap manusia. Dengan menderita dan memanggul salib, Yesus menebus dosa-dosa manusia.

Konsep apa yang ada dalam pikiran kita tentang Yesus dan perutusan-Nya? Konsep ini akan mempengaruhi sikap dan tindakan kita akan Tuhan dan bagaimana kita menjalani perutusan-Nya bagi kita.

Pergi ke pasar membeli banyak buah,
Untuk beri makan kera yang kelaparan 
Konsep salah bawa akibat yang salah,
Konsep benar akan bawa pada kebenaran.

Wonogiri, diperbaharui oleh Tuhan
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Kata Orang

2/20/2025

1 Comment

 
Puncta 20 Februari 2025
Kamis Biasa VI
Markus 8: 27-33

KATA orang, ”Romo Joko itu bagus.” Jangan langsung percaya kata orang karena penilaian itu sangat subyektif. 

Orang menilai menurut persepsi seleranya sendiri. Orang melihat apa yang sepintas secara empiris tampak di permukaan. Ia tidak mengenal lebih mendalam dan mendetail.

Penilaian yang hanya didasarkan pada “kata orang” mudah sekali keliru dan tidak tepat. Kadang kita menilai seseorang hanya berdasar pada kesan pertama seperti yang pernah dilihat. 

Maka kita sering terjerumus ke dalam bias penilaian terhadap orang lain. Salah menilai karena hanya mendengarkan “kata orang.”

Yesus bertanya kepada para murid dua kali. Yang pertama, Yesus bertanya, "Kata orang, siapakah Aku ini?" Para murid bisa menjawab berdasarkan kata orang. Ada yang menyebut sebagai Yohanes Pembaptis, Elia atau seorang nabi dahulu.

Yang kedua, Yesus meminta para murid menjawab menurut pemahaman dan pemikiran mereka sendiri, bukan kata orang. 

Selama mengikuti Yesus dari jarak dekat, hidup bersama-Nya, ikut mendengar, melihat dan mengalami sendiri apa yang dilakukan Yesus, apa yang ada dalam pikiran mereka.

Simon Petrus menjawab, “Engkau adalah Mesias.” Jawaban ini tepat tetapi harus diuji dahulu dalam pengertiannya yang benar. Maka Yesus melarang dengan keras agar jangan memberitahukan kepada siapapun juga. Sebab jika para murid keliru memahami kemesiasan Yesus, bisa mengganggu karya penyelamatan-Nya.

Lalu menurut kita sendiri, siapakah Yesus sesungguhnya? Apakah Yesus itu pembantu kita yang harus memenuhi segala kebutuhan kita? Apa yang kita minta harus dilaksanakan? 

Apakah Yesus sungguh Tuhan yang berkuasa atas hidup kita dan kita berserah setia kepada-Nya? Kita mau melakukan sabda ajaran-Nya dengan ikhlas dan setia?

Jalan-jalan ke kota Semarang,
Tersesat sampai di pelabuhan.
Jangan hanya dengar “kata orang,”
Kita bisa tertipu dan mencemarkan.

Wonogiri, kenali diri secara mendalam
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
1 Comment

Misa Penyembuhan

2/19/2025

0 Comments

 
Puncta 19 Februari 2025
Rabu Biasa VI
Markus 8: 22-26

SERING kita mendengar ada misa penyembuhan atau ibadat pengusiran setan atau doa-doa penuh kuasa yang dipertontonkan di atas panggung dengan gegap gempita. Seolah-olah mukjizat itu sebuah pertunjukan hebat yang harus diperlihatkan kepada banyak orang.

Dengan pujian panjang-panjang dan doa-doa membahana, “Halleluya…Halleluya mukjizat nyata! Tuhan membuat mukjizat hari ini. Amin saudara-saudara!” 
Orang yang tadinya sakit itu lalu dipertontonkan kepada semua orang.

Berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Yesus dalam menyembuhkan orang buta di perikope ini. Yesus justru membawa orang buta itu untuk keluar kampung. Ia memisahkan si buta dengan orang banyak.

Bahkan sesudah sembuh, orang itu tidak dipertontonkan kepada khalayak ramai. Yesus melarang orang yang sembuh itu untuk masuk ke kampung. 

Mukjizat tidak perlu dipamer-pamerkan. Untuk apa? Agar orang tidak sombong dan mendewakan dirinya sendiri, dan menggantikan posisi kuasa Allah. 

Kesembuhan itu melalui sebuah proses, sebagaimana iman kepada Yesus juga melalui proses yang panjang. Orang buta itu tidak langsung melihat. Masih samar-samar seperti melihat pohon-pohon berjalan. Baru pada tahap berikutnya dia mengalami penglihatan total. 

Orang yang sembuh dari buta itu dibiarkan merumuskan imannya sendiri, siapakah Yesus yang telah menyembuhkannya. 

Hal ini berbanding terbalik dengan pengalaman para murid. Mereka telah melihat beberapa mukjizat yang dibuat Yesus, tetapi mereka juga belum sampai pada iman yang benar.

Memang untuk percaya membutuhkan proses dan pengalaman yang panjang. Kadang orang harus jatuh bangun, tetapi ada pula yang bisa langsung percaya. Apakah kita masih tidak percaya dan butuh melihat mukjizat?

Makan bakmi kerasnya seperti kawat,
Harus dikunyah dengan gigi yang kuat.
Hidup kita sendiri adalah mukjizat,
Tanpa harus dipamerkan kepada rakyat.

Wonogiri, berproses bersama Tuhan
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Dikuasai Kekawatiran

2/18/2025

0 Comments

 
Puncta 18 Februari 2025
Selasa Biasa VI
Markus 8: 14-21

SUATU kali saya mengantar para suster piknik ke pantai. Di dalam mobil sudah penuh dengan makanan, seperti persiapan sebuah pesta ulangtahun. 

Ada macam-macam cemilan, makanan berat, buah-buahan dan juga permen ringan. Semua serba tersedia. Seperti ada rasa kawatir kalau-kalau di sana tidak ada makanan.

Sampai di pantai, kami menikmati indahnya pemandangan. Ada yang bermain ombak. Ada yang ber-selfi ria. Ada yang main gitar dan menyanyi. Ada yang main pasir dan aktivitas yang disukai. 

Saat tiba membuka bekal untuk makan, semua hanya makan sedikit. Mungkin karena lelah atau memang sangat menikmati suasana. Akhirnya bekal yang banyak itu dibawa pulang kembali, tak termakan. 

Kekawatiran membuat mereka menyiapkan bekal yang terlalu banyak takut terjadi kekurangan. Akibatnya justru malah terbuang sia-sia.

Para murid salah persepsi dengan apa yang dikatakan Yesus tentang ragi. Yesus berbicara agar waspada dan hati-hati tentang ragi kaum Farisi dan ragi Herodes. 

Tetapi para murid menangkapnya itu sebuah peringatan karena mereka tidak punya roti di tangan.

Yesus menegaskan, bukan soal tidak punya roti, tetapi soal pengaruh buruk dari karakter orang-orang Farisi dan Herodes bagi masyarakat. 

Kalau hanya soal tidak ada roti, apakah mereka tidak ingat bagaimana Yesus memberi makan ribuan orang sampai dua kali?

Kekawatiran adalah salah satu tanda ketidak-percayaan. Apakah kita sedang punya banyak kekawatiran tentang hidup, pekerjaan, masa depan, keluarga, hubungan dan study? 

Datanglah pada Tuhan. Dia mampu menjawab kekawatiranmu, asal engkau mau percaya kepada-Nya.

Makan bakso pakai banyak sayuran,
Tambah nikmat pakai sambal trasi.
Janganlah dikuasai oleh kekawatiran,
99% yang kau kawatirkan tidak terjadi.

Wonogiri, hilangkan kekawatiranmu
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Belahlah Dadaku

2/17/2025

0 Comments

 
Puncta 17 Februari 2025
 Senin Biasa VI
Markus 8: 11-13

PEMUDA pemudi yang sedang dimabuk cinta sering kali meminta bukti atau tanda kalau kekasihnya sungguh-sungguh mencintai. 

“Mana buktinya kalau kamu mencintai aku? Coba tunjukkan sekarang?”

Lalu sang pujaan hati 
tidak kalah menjawab, “Belahlah dadaku kalau kamu tidak percaya, kalau aku sungguh-sungguh mencintaimu.” 

Tentu saja jawaban ini hanya kiasan, untuk mengatakan bahwa dia sangat mencintai pacarnya itu. 

Kata-kata seperti itu hanya ada dalam lagu-lagu romantik, tidak dalam realita hidup.

Yana Yulio dan Lita Zein menyatakan itu dalam lagu Emosi Jiwa; “Belah dadaku andai kau ragu. Begitu sayangku padamu. Di setiap mimpi selalu kau hadir, memukau diri ini. Asal kau tahu, betapa hampanya diriku, tanpa kau kasih, pujaanku. Semarak hidup jadi sunyi….”

Kalau dadanya sungguh-sungguh dibelah untuk membuktikan cintanya, pastilah akan mati dan dia akan menyesal seumur hidupnya. 

Orang yang suka menuntut bukti sebenarnya adalah orang yang kurang percaya. 

Pacar yang selalu hadir menemani, setia mengantar setiap hari, sabar mendengarkan keluh kesah dan beban hidup, itu sudah suatu tanda mengasihi. Tidak perlu membelah dada ingin mengetahui isi hatinya.

Dalam perikope Injil hari ini, kaum Farisi datang kepada Yesus dan mereka meminta suatu tanda dari atas, bahwa Yesus sungguh-sungguh datang dari Sorga. Orang-orang macam gini, tidak memahami bahwa cinta itu sebuah proses. 

Mereka baru akan percaya kalau ada tanda hebat, spektakuler dan instan turun langsung dari sorga. Mereka maunya “ujug-ujug mak jegagig” langsung ada. 

Mereka tidak paham bahwa dalam proses penciptaan Allah menggunakan waktu, hari demi hari. Ada proses yang berjalan, tidak serta merta atau instan. Begitu pula cinta selalu ada prosesnya, tidak langsung jadi.

Menghadapi orang yang degil dan keras hati seperti ini, Yesus berkata, "Mengapa angkatan ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberi tanda."

Mari kita berproses memahami tahap demi tahap bagaimana Allah mengasihi kita. Kita tidak perlu menuntut tanda. Kita nanti pasti menemukan dan menyadari dengan sendirinya.

Sore-sore duduk minum kopi,
Ditemani sepasang merpati.
Orang banyak menuntut bukti,
justru tanda tidak percaya diri.

Wonogiri, percaya saja
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Lapar Tetapi Bahagia

2/16/2025

0 Comments

 
Puncta 16 Februari 2025
Minggu Biasa VI
Lukas 6: 17.20-26

SUATU pagi sebuah pengalaman di Tayap. Aku harus masak sendiri agar bisa sarapan pagi. Karena hanya ada nasi putih dan ikan asin, maka kubuat saja nasi goreng ikan asin. Untung masih punya bawang putih dan minyak sedikit.

Sedang menyiapkan nasi goreng di dapur, ada teman dari pedalaman singgah di pastoran. Aku matikan kompor dan menemui teman yang datang. Kami ngobrol sambil asyik ngopi di kamar tamu depan. Kurang lebih satu jam, teman tadi melanjutkan perjalanan ke Ketapang.

Betapa kaget dan mendongkolnya aku ketika masuk dapur, ternyata nasi goreng yang seharusnya kunikmati, sudah didahului oleh beberapa ayam yang kelaparan. Nasi goreng di wajan sudah habis “dithotholi dan dieker-eker” oleh ayamku.

Tidak ada lagi nafsu makan. Kendati perut terus berbunyi tetapi ada kebahagiaan yang menyelinap di dalam hati. Aku dikunjungi teman yang singgah, bisa ngobrol bareng dengan sukacita. 

Perhatian dan penghiburan dari teman lebih dari sekedar kenikmatan nasi goreng. Lagi pula, ayamku juga bisa hidup karena mendapat jatah sarapanku. 

Mereka berkeliaran dengan sukacita di kebun. Aku lapar tetapi aku bahagia. Kebahagiaan yang sulit untuk diceritakan.

Hari ini Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, "Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan.”

Kepuasan itu ternyata bukan hanya karena makanan. Menderita demi teman yang mau datang itu juga sebuah kepuasan. Penderitaan yang bisa dimaknai ternyata mampu memberi kepuasan yang lebih.

Beranikah kita menderita demi kebahagiaan orang lain? Jika anda berani berkorban, anda akan menemukan kepuasan batin yang melebihi segala jenis kelaparan.

Nasi goreng dimakan ayam kesayangan,
Ayamnya bertelur di rumah tetangga.
Menderita demi orang yang tersayang,
Kebahagiaannya sungguh luar biasa.

Wonogiri, berbahagialah yang menderita
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Kehebatan Angka 7

2/15/2025

0 Comments

 
Puncta 15 Februari 2025
Sabtu Biasa V
Markus 8: 1-10 

TIDAK ada angka yang paling favorit menurut banyak orang selain angka 7. Angka ini sering muncul dalam berbagai peristiwa dan kejadian. Istilah “Lucky number seven” sudah dikenal oleh banyak orang di belahan bumi ini.

Orang Jawa menyebut angka tujuh dengan sebutan “Pitu.” Angka ini diartikan sebagai “Pitulungan” atau pertolongan dan keberuntungan dari yang di atas. 

Coba perhatikan ada tujuh warna pelangi, ada tujuh benua di bumi kita. Istilah kuno “Seven Seas” mau menggambarkan luasnya samudera kita. Tuhan menciptakan alam semesta dan pada hari ke-tujuh Tuhan beristirahat. Semua serba tujuh.

Angka Tujuh adalah angka keramat dan bertuah di Klub sepak bola Manchester United. Mereka yang memakai angka tujuh adalah pemain-pemain hebat dan berkharisma seperti George Best, Bryan Robson, Eric Cantona dan David Bekham. 

Pemain grup band Korea, BTS beranggotakan tujuh orang. Mereka mendapat penghargaan grammy award pada tahun ketujuh karier mereka. Angka yang luar biasa bukan?

Dalam Gereja angka tujuh menunjuk jumlah sakramen dalam gereja. Baptis, Ekaristi, Krisma, Pengampunan dosa, perkawinan, imamat dan perminyakan suci. Pusat dari seluruh sakramen itu adalah Ekaristi.

Ekaristi didasarkan pada peristiwa Yesus mengambil roti, mengucap berkat dan membagi-bagikannya kepada orang banyak. 

Yesus membuat mukjizat dari tujuh roti dan memberi makan kepada empat ribu orang. Sisanya ada tujuh bakul.

Bukan soal angkanya yang penting, tetapi peristiwa ini menyatakan bagaimana Allah senantiasa memelihara hidup kita. Dengan memberi makan, Yesus menunjukkan Allah itu berbelas kasih pada kita. Yesuslah Roti Kehidupan bagi kita. Inilah pentingnya Ekaristi bagi kita.

Pagi-pagi duduk di meja kerja,
Ada secangkir kopi dari Toraja.
Ekaristi adalah makanan rohani kita,
Tidak cukup hanya makan roti saja.

Wonogiri, indahnya berbagi cinta
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Tukang Grabah

2/14/2025

0 Comments

 
Puncta 14 Februari 2025
PW. St. Sirilus, Rahib dan St. Metodius, Uskup
Markus 7: 31-37

BAYAT adalah sebuah desa di Klaten. Di sana ada Gua Maria “Marganingsih.” Ingat Bayat, kita ingat almarhum Romo Soenarwijaya SJ dan Romo A. Sandiwan Brata, Pr, karena beliau-beliau berasal dari Bayat, Klaten. 

Sebelum sampai di Gua Maria, kita melewati toko-toko penjual kerajinan dari tanah liat atau orang Jawa menyebut “Grabah.” 

Benda itu bisa berbentuk pot, kendi, cobek, jun atau klenthing, dan barang hiasan lainnya.

Tukang grabah menciptakan pot atau kendi dari tanah liat. Tanah diolah dengan air sampai lembut. Lalu dibentuk dengan tangannya di meja pencetakan. 

Kadang belum sempurna, harus dirusak dan dimulai dari awal lagi, sampai jadi indah dan baik.

Peristiwa Yesus menyembuhkan orang yang tuli dan yang gagap kali ini mengingatkan akan kisah penciptaan manusia dalam Kitab Kejadian. 

Hal ini dipertegas dengan kalimat orang banyak yang menyatakan: "Ia melakukan segala-galanya dengan baik; yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata."

Kita diingatkan akan pernyataan bahwa "Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik." 

Kita menjadi Katolik tidak otomatis menjadi sempurna. Masih ada banyak cacat cela dan kerusakan dalam diri kita. Maka kita terus memohon kepada Tuhan untuk memperbaiki kita.

Kita ini berasal dari tanah. Biarkan Tuhan yang membentuk kita. Kita hanya siap sedia jika proses penciptaan itu terus berlangsung. Kadang hidup kita hancur, berantakan, gagal, jatuh dan pecah. 

Biarlah Tuhan membentuk kita kembali menjadi indah dan bagus lagi. Ingatlah bahwa kita masing-masing diciptakan baik adanya oleh Tuhan. 

Bisa jadi sekarang kita sedang mengalami pembentukan kembali untuk diperbaiki oleh Tuhan.

Setelah jalan di Pantai Drini,
Jangan lupa santap ikan dan nasi.
Cobaan datang silih berganti,
Jangan biarkan doamu berhenti.

Wonogiri, dibentuk kembali
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Perempuan yang Sabar dan Rendah Hati

2/13/2025

0 Comments

 
Puncta 13 Februari 2025
Kamis Biasa V
Markus 7: 24-30

SEORANG ibu datang dengan menangis karena kakaknya masuk ke rumah sakit harus menjalani operasi di kepala. Ada pembuluh darah yang pecah di otaknya. 

Harus segera dilakukan pembedahan. Dia membutuhkan biaya yang tidak sedikit karena kebetulan BPJS-nya sudah lama nunggak.

Ibu ini menghadapi beban kesulitan yang berat. Ia terus berdoa semoga Tuhan menolong memberi jalan bagi kesembuhan kakaknya. 

Di saat bersamaan anaknya sedang menjalani test masuk di SMA di Muntilan. 

Doanya tidak pernah berhenti. Hanya Tuhan saja yang menjadi andalan. Untunglah anaknya diterima. Tuhan mendengarkan doanya. Tetapi dia membutuhkan surat pengantar dari Pastor Paroki.

Dia ditolak pastor paroki yang berasumsi bahwa dia meminta surat keringanan biaya. “Saya tidak bisa menolong. Tidak bisa lewat “orang dalam,” kata Pastor. 

Ibu ini menjelaskan bahwa yang diperlukan adalah surat keterangan sebagai umat dan aktif di paroki. Ia dikira mencari "katebelece."

“Saya umat miskin, tetapi saya berusaha membiayai anak semampu saya. Hanya surat keterangan saja yang saya perlukan agar anak saya bisa melengkapi persyaratan masuk sekolah,” katanya sambil “ngelus dada.”

Yesus ditemui oleh seorang ibu dari Siro Fenisia, yang anaknya sakit kerasukan setan. Mungkin karena lelah seharian telah bekerja, kedatangan-Nya dirahasiakan supaya orang tidak mengetahui-Nya. Tetapi Ibu ini tahu dan langsung sujud memohon kepada-Nya.

Karena tidak mau diganggu, Yesus tidak menanggapi dan berkata, "Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." 

Perempuan itu ditolak. Bahkan direndahkan seperti anjing. Tetapi dia tidak putus asa. "Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak."

Dia tetap sabar dan rendah hati disamakan dengan anjing. Yang penting anaknya sembuh. Dan benar, Tuhan melihat iman ibu ini sangat kuat. 

Tuhan berkata, "Karena kata-katamu itu, pergilah sekarang sebab setan itu sudah keluar dari anakmu."

Tuhan kadang menguji kesabaran dan ketekunan kita. Ibu dari Siro Fenisia itu menunjukkan kerendahan hati, ketekunan dan kesabarannya. 

Mari kita terus sabar dan tekun meminta dengan percaya kepada Tuhan.

Jalan-jalan di Negeri Gajah,
Singgah dulu di Singapura.
Orang sabar dikasihi Allah,
Yang rendah hati disayangi-Nya.

Wonogiri, tetap sabar dan rendah hati
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Segala Sesuatu Berasal dari Hati

2/12/2025

0 Comments

 
Puncta 12 Februari 2025
Rabu Biasa V
Markus 7: 14-23

DARI Kitab Kejadian kita membaca bagaimana Tuhan menjadikan segala sesuatu baik adanya. Manusia ditempatkan di Taman Eden dalam kondisi yang baik, bersih, damai sejahtera. Semua diciptakan baik demi keselamatan kita.

Kehancuran mulai ketika hati manusia diliputi keserakahan. Apa yang dilarang oleh Tuhan dilanggar manusia karena hati yang jahat dan serakah. Segala kebaikan dan kejahatan dimulai dari hati manusia sendiri.

Pesawat terbang diciptakan untuk sarana transportasi yang cepat. Tetapi ada orang yang punya niat jahat untuk menghancurkan Gedung WTC di Amerika sana. 

Aplikasi-aplikasi modern seperti FB, WA, TikTok, Youtube, Instagram diciptakan untuk membantu manusia. Tetapi orang jahat menggunakannya untuk menipu, memeras, menyebarkan berita bohong dan lainnya.

Alfred Nobel menemukan dinamit pada awalnya bukan untuk membunuh orang, tetapi untuk memecahkan bebatuan. Tetapi oleh tentara dinamit dipakai untuk senjata perang. 

Nobel menyesali temuannya yang disalahgunakan orang. Dia mempersembahkan seluruh kekayaannya untuk perdamaian dunia sebagai Hadiah Nobel.

Begitu juga pisau, keris, atau benda tajam lainnya. Benda-benda itu diciptakan untuk membantu manusia, bukan untuk berbuat jahat. Hati manusia yang jahatlah yang membuat benda itu menjadi alat mematikan.

Yesus berkata, “Dari hati yang kotor akan timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, dan kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang“.

Ia mengajar kepada kita bahwa bukan karena kodratnya alam ciptaan menjadi baik atau jahat, haram atau halal; melainkan karena sikap hati kita. 

Kalau hatinya jorok, pikirannya “ngeres,” nafsunya tak terkendali, ngeliat patung telanjang saja sudah panas dingin basah kuyub. Lalu patung harus ditutupi kain. Patung tidak salah. Yang ngeres itu hati manusianya.

Mari kita mengelola hati kita. Karena bukan dari luar yang menajiskan kita tetapi justru dari dalam hatilah segala yang jahat bisa terjadi.

Terhuyung-huyung harus dipapah,
Karna disepak kaki Jerapah.
Hati yang tulus membawa berkah,
Hati yang jahat karena serakah.

Wonogiri, murnikanlah hatimu
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments
<<Previous
Forward>>

    Archives

    December 2034
    June 2025
    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    February 2024
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    July 2021

    Categories

    All
    Hello Romo!
    Katekese
    Puncta
    Rubrik Alkitab

    RSS Feed

Site powered by Weebly. Managed by Rumahweb Indonesia
  • Home
  • Profil Paroki
  • Katekese
  • Pelayanan
  • Berita Paroki