Paroki St. Yohanes Rasul Wonogiri
  • Home
  • Profil Paroki
  • Katekese
  • Pelayanan
  • Berita Paroki

katekese

Puncak Gunung Penuh Pesona

8/6/2025

0 Comments

 
Puncta 6 Agustus 2025
Pesta Yesus menampakkan kemuliaan-Nya
Lukas 9:28b-36

KETIKA kita naik gunung, perjuangan berat semalam suntuk akan sirna saat kita berada di puncak dan menikmati keindahan terbitnya matahari. 

Perjalanan mendaki dalam gelap terasa berat. Kita harus menyusuri jalan berliku dan menanjak di antara rumput-rumputan dan ilalang.

Namun ketika semburat merah keemasan muncul di ufuk timur dan perlahan-lahan matahari memancarkan sinarnya, perasaan lega, damai, bahagia, bersyukur, kagum, terpesona akan indahnya alam menghapus kantuk, lelah, pegal dan capek di sekujur badan. 

Kita merasakan kedekatan dengan Yang Ilahi. Kita merasa kecil sekali di hadapan Tuhan yang Maha besar. 

Allah yang transenden sekaligus imanen merasuk dalam pengalaman kecil nan indah di atas gunung.

Demikianlah yang dialami oleh ketiga murid Yesus, terutama Petrus saat mereka diajak naik ke sebuah gunung untuk mengalami transfigurasi Allah. 

Saking bahagianya Petrus berkata, "Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia." 

Di sela-sela segala kesibukan hidup yang penuh beban, kita butuh “me time” yang bisa memberi kelegaan atau kebahagiaan. Retret, rekoleksi, menyepi untuk mundur sejenak dari kebisingan dunia sangat diperlukan agar kita bisa menimba semangat dan gairah baru.

Penyakit kita zaman ini adalah mengejar kesibukan. Orang sibuk ke sana ke mari sampai lupa berjumpa dengan dirinya sendiri. 

Akibatnya banyak orang kehilangan identitas diri dan takut bertemu dengan dirinya sendiri. Dibutuhkan waktu sejenak untuk hening dan menikmati kebesaran Tuhan.

Ketika kita berani sendirian bersama Yang Ilahi, Tuhan akan mewahyukan diri dan menyampaikan pesan, ”Inilah Putra-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia!” 

Lalu apa yang kita dengar dari Putra-Nya itulah yang menjadi pedoman langkah kita selanjutnya. Kita berjalan bersama Tuhan siap 
menuju ke Yerusalem penuh tantangan. 

Berakit-rakit ke hulu,
Berenang-renang ke tepian.
Bersakit-sakit jalani usaha baru,
Bersenang-senang di akhir perjalanan.

Wonogiri, hening sejenak
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Mata Buta oleh Derita Lara

8/5/2025

0 Comments

 
Puncta 5 Agustus 2025
Selasa Biasa XVIII
Matius 14:22-36

PENGALAMAN sakit yang sangat parah dan berat sampai pada batas daya kemampuan pernah dialami oleh Rm. Didiek yang sekarang menjadi anggota Trapist di Tilburg Belanda. Dia mengalami kritis dan koma selama sebelas hari. Kalau tidak ada mukjizat Tuhan, hampir tak tertolong. Dia sudah mengintip pintu sorga.

Perlahan tapi pasti dia pulih dari sakitnya. Kini dia bisa menjalani kehidupan secara normal kembali. Sungguh mengagumkan karya Tuhan. 

Dalam sharingnya, sesudah sembuh, dia ditanya oleh Romo Abas, pemimpinnya. “Apakah kamu marah kepada Tuhan dengan keadaan ini?” 

Romo Didiek balik bertanya, “Marah?  Saya tidak bisa marah pada Tuhan. Tuhan itu baik. Dia sangat mengasihi saya.” 

Seringkali kalau kita menghadapi sakit yang parah, atau beban penderitaan yang berat, kita memberontak pada Tuhan. Kita marah dan protes kepada Tuhan karena pencobaan yang berat ini. 

Mengapa harus saya yang menderita seperti ini? Mengapa Tuhan tidak menolong saya? Mengapa Tuhan tidak bertindak?

Mata hati kita dibutakan oleh penderitaan atau beban kesulitan sehingga kita keliru memandang Tuhan. 

Begitulah yang dialami para murid ketika mereka menyebarang dengan perahu, menantang badai dan angin sakal.

Perahu murid-murid-Nya sudah beberapa mil jauhnya dari pantai dan diombang-ambingkan gelombang, karena angin sakal. Kira-kira jam tiga malam datanglah Yesus kepada mereka berjalan di atas air. Ketika murid-murid-Nya melihat Dia berjalan di atas air, mereka terkejut dan berseru: "Itu hantu!", lalu berteriak-teriak karena takut.

Ketika hidup terombang-ambing oleh permasalahan dan angin sakal menerjang mereka, para murid tidak melihat Tuhan datang, tetapi mereka mengira itu “hantu.” 

Mereka dibutakan oleh penderitaan. Mereka sangat ketakutan. Dalam kecemasan, Tuhan tidak tampak.

Begitu pula Petrus saat diberi kesempatan bisa berjalan di atas air, karena ada angin sakal, dia ragu-ragu dan tenggelam. Dia tidak merasakan bahwa Tuhan ada di dekatnya. 

"Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?"  kata Yesus.

Masalah yang berat bisa membuat mata kita tidak jernih melihat Tuhan. Padahal “Gusti mboten sare,” Tuhan tidak tidur. Dia ada di dekat kita dan siap menolong. Tetapi karena kurang percaya, kita malah tenggelam. 

Semakin ujian kita berat, semakin kita ajak Tuhan untuk mendekat. Semakin beban hidup tak tertanggung, kita mohon Tuhan mendukung. 

Semakin rasa takut mendera, kita harus makin percaya pada-Nya. Jika harapan kita makin pudar, Tuhan menanti kita dengan sabar.

Jangan patah semangat, Tuhan akan bertindak dengan tepat. Jangan pernah bimbang, tanpa diundang Tuhan pasti datang.

Kalau sakit baiknya minum jamu,
Cepat sembuh tidak tidur melulu.
Apapun derita dan kesulitanmu,
Mohonlah, Tuhan akan membantu.

Wonogiri, jangan bimbang dan ragu
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Terlibat Berbagi Berkat

8/4/2025

0 Comments

 
​Puncta 4 Agustus 2025
Pw. St. Yohanes Maria Vianney, imam
Matius 14: 13-21

“DULU awalnya saya keberatan ketika Romo minta saya jadi prodiakon. Saya merasa tidak pantas naik ke altar dan tidak fasih berbicara di depan banyak orang. Saya tidak punya kemampuan apa-apa,” kata seorang Prodiakon di lingkungan.

“Nanti lama-lama akan terbiasa,” kata Romo meneguhkan saya. Waktu pelayanan berjalan beberapa tahun. Pak Prodiakon itu kini merasa bersyukur diberi kesempatan melayani umat di lingkungan dan Paroki.

“Berkat Tuhan itu melimpah tiada henti. Saya sering mendapat kiriman buah, kue-kue, makanan dari mereka yang saya doakan. Anak-anak saya bisa lancar sekolah dan mendapat pekerjaan yang layak,” sharingnya di sebuah pertemuan. 

Yesus tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak yang mengikuti-Nya. Sudah berhari-hari mereka kelaparan. Para murid mengusulkan agar mereka disuruh pergi ke desa-desa untuk membeli makanan.

Para murid merasa tidak mampu mengatasi orang banyak itu. Mereka ingin lari dari masalah yang dihadapi. Tetapi Yesus meminta mereka, "Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan."

Murid-murid masih beralasan, "Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan." Tidak mungkin lima roti dan dua ikan digunakan untuk memenuhi sedemikian banyak orang. Itulah pikiran mereka. 

Bagi Yesus asal kita mau dan ikhlas, yang kecil dan sedikit bisa disumbangkan untuk keperluan orang banyak. Dengan mengucap syukur kepada Allah, lima roti dan dua ikan itu dipecah-pecah dan diberikan kepada mereka.

Mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, dua belas bakul penuh. Mukjizat terjadi ketika apa yang ada disyukuri dan dibagi-bagi.

Seperti Pak Prodiakon itu awalnya juga ragu-ragu dan menolak untuk melayani. Ia merasa tidak punya kemampuan apa-apa. 

Tetapi ketika dia rela melayani, berkat Tuhan melimpah bukan hanya untuk dirinya, keluarganya, tetapi juga banyak orang yang dilayaninya.

Naik kereta ke Banyuwangi,
Naik ke Ijen lihat api abadi.
Mari kita terlibat ikut berbagi,
Walau kecil akan sangat berarti.

Wonogiri, melayani dengan hati
Rm. A.Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Lebah dan Sang Miliarder

8/3/2025

0 Comments

 
Puncta 3 Agustus 2025
Minggu Biasa XVIII
Lukas 12: 13-21

SIAPA orang India yang tidak mengenal Sunjay Kapoor? Dia adalah miliarder dengan perusahaan manufaktur otomotif terbesar di India. Hidupnya bergelimang harta dan kemewahan. 

Ia pernah beristri bintang Bollywood terkenal Karisma Kapoor. Posisinya di perusahaan sangat cemerlang. Gaya hidupnya bersinar laksana bintang.

Harta, tahta, wanita. Semua sudah diraihnya. Mahkota kehidupan dunia sudah ada di tangannya. Mobil mewah, hunian megah, harta melimpah, pesawat pribadi, liburan eksotik di seluruh penjuru dunia telah dinikmatinya. 

Hari itu, 12 Juni 2025 Sunjay sedang main polo di Guards Polo Club, tempat bergengsi para bangsawan dan jutawan berolahraga di sekitar Istana Windsor Castle. Ketika sedang bermain, ia tiba-tiba berkata, “Aku seperti menelan sesuatu.”

Tak disangka seekor lebah masuk ke mulutnya. Sengatan lebah itu membuatnya jatuh dari kudanya. Ia mengalami anafilaksis yaitu  reaksi alergi ekstrem yang menyebabkan saluran napas tertutup dan jantung berhenti berdetak. 

Sunjay tak dapat diselamatkan. Ia meninggal saat itu juga sebelum dokter ahli datang.

Sangat ironis seorang milyarder tak mampu menyelamatkan nyawanya dari sengatan lebah. Kematian dapat datang tiba-tiba tanpa menunggu si kaya merampungkan permaianan polonya. 

Di depan kematian, kekayaan, harta dan kuasa tidak berkutik sama sekali. Tak ada daya untuk menundanya. 

Yesus berkata kepada mereka: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu."

Ia memberi perumpamaan orang kaya yang menimbun harta berlimpah-limpah. Sesudah itu orang kaya berkata: “Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!”

Tetapi firman Allah kepadanya: “Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?”

Kematian Sunjay Kapoor mengingatkan kepada kita semua bahwa hidup adalah milik Tuhan. Kita bisa merencanakan, tetapi Tuhan yang menentukan. 

Mari kita menjadi kaya di hadapan Tuhan, bukan dengan harta tetapi dengan berbuat baik dan berbagi untuk sesama.

Orang berlomba-lomba korupsi,
Nanti diberi abolisi atau amnesti.
Hidup adalah titipan ilahi,
Tiap waktu akan diambil kembali.

Wonogiri, apa artinya kekayaan?
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Cerdik Memilih Moment

8/2/2025

0 Comments

 
Puncta 2 Agustus 2025
Sabtu Biasa XVII. Sabtu Imam
Matius 14:1-12

SETIAP orang memiliki kelemahan atau kekuarangan. Kalau tidak hati-hati kelemahan itu bisa dimanfaatkan orang lain untuk mencapai tujuannya. 

Gila penghormatan bisa menjadi titik lemah seseorang. Maka dia akan dijejali terus menerus sanjungan, hormat, pujian sampai dia lupa diri.

Kalau orang sudah berhutang budi atas sanjungan dan pujian, dia akan mudah dimanfaatkan. Momen itulah yang digunakan Herodias untuk melakukan serangan menohok yang tak bisa dielakkan. Itulah yang dialami oleh Herodes Antipas.

Herodes mengadakan pesta ulangtahun dan mengundang raja-raja dan pembesar kerajaan. Pada pesta itu menarilah anak Herodes dari perkawinannya dengan Herodias. 

Semua tamu sangat senang dan bersukaria atas penampilan gadis itu. Sangat mempesonakan.

Saking gembiranya, Herodes mengucapkan sumpah, akan memberikan apa saja yang diminta. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Herodias. 

Inilah saatnya membalas dendam atas tindakan Yohanes Pembaptis yang mengkritik perkawinannya yang tidak sah. 

Maka setelah dihasut oleh ibunya, anak perempuan itu berkata: "Berikanlah aku di sini kepala Yohanes Pembaptis di sebuah talam." 

Sumpah terlanjur diucapkan di hadapan banyak orang dan tak mungkin dicabut. Herodes termakan oleh sumpahnya sendiri. Herodias memanfaatkan kelemahan sang raja untuk tujuannya sendiri. Ia cerdik memilih moment yang tepat.

Pengalaman ini juga bisa menimpa kita. Kelemahan kita dimanfaatkan orang untuk menjatuhkan. Kita perlu waspada untuk selalu mengendalikan diri. 

Kesenangan sering membuat orang lupa diri. Tidak sadar kita digiring oleh kesenangan untuk masuk dalam jebakan. Saat itu kita sudah terkurung dan sulit melepaskan diri.

Setan itu pinter “angon mangsa.” Setan sabar menunggu saat yang tepat. Ia cerdik memilih moment saat kita lupa diri. 

Maka berhati-hatilah dengan kepuasan dan kesenangan yang dicurahkan pada kita. Bisa jadi itu adalah jebakan untuk menjatuhkan kita.

Banyak orang pergi ke bank,
negara memblokir rekeningnya.
Godaan itu sangat menyenangkan,
Tanpa sadar kita dijatuhkannya.

Wonogiri, hati-hati dengan kesenangan
Rm. A.Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Kacamata Hitam

8/1/2025

0 Comments

 
Puncta 1 Agustus 2025
Pw. St. Alfonsus Liguori, Uskup dan Pujangga Gereja
Matius 13:54-58

“ISTRIKU selalu bilang mencintaiku, tetapi di matanya aku selalu salah,” kata seorang suami. 

“Aku selalu dinilai bodoh oleh orangtuaku, di mata mereka aku pemalas, padahal aku sudah berusaha belajar,” kata seorang anak yang sering minder dalam pergaulannya.

Kita mudah sekali menilai seseorang dari sisi negatif. Penilaian itu tergantung dari pikiran atau persepsi apa yang ada di dalam benak kita. Kalau kita sering memakai kacamata hitam maka dunia sekitar kita akan terlihat gelap.

“Aku sudah berusaha belajar, atau istri yang mencintai” adalah hal-hal baik dan positif. Tetapi mereka lebih melihat sisi negatif daripada yang positif. Melihat kejelekan atau keburukan orang lain memang lebih mudah. 

Maka ada pepatah mengatakan “Don’t judge the book by it’s cover.” Jangan menilai sebuah buku dari sampul luarnya. Salah dalam penilaian mengakibatkan salah dalam bertindak.

Demikianlah yang dialami oleh orang-orang Nasaret. Yesus menjadi korban pikiran dan prasangka negatif orang-orang di kampung-Nya. Mereka hanya melihat sisi negatif atau kekurangan warganya tanpa mau menerima sisi positifnya.

“Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?" 

Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka: "Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya."

Dibutuhkan kerendahan hati untuk dapat melihat dan mengakui hal-hal positif orang lain. Lebih baik kita bertanya pada diri sendiri, ‘Apa yang sudah saya lakukan?” daripada menilai negatif dan mencari keburukan orang lain.

Karena ketertutupan hati orang-orang Nasaret, maka tidak banyak mukjizat yang terjadi. Seandainya mereka menerima dan membuka hati pada nilai-nilai positif, pasti ada hal besar dan bermanfaat bagi iman dan kehidupan mereka. 

Sekarang tergantung pilihan kita, mau memakai kacamata negatif sehingga semua kelihatan serba gelap, buruk, jelek atau pakai kacamata positif sehingga kita bisa melihat dengan terang benderang?

Tong kosong berbunyi nyaring,
Banyak omong mulutnya garing,
Tong sarat bebannya menjadi berat,
Lebih baik terlibat jangan cuma melihat.

Wonogiri, buanglah kacamata hitammu
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

    Archives

    December 2034
    August 2025
    July 2025
    June 2025
    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    February 2024
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    July 2021

    Categories

    All
    Hello Romo!
    Katekese
    Puncta
    Rubrik Alkitab

    RSS Feed

Site powered by Weebly. Managed by Rumahweb Indonesia
  • Home
  • Profil Paroki
  • Katekese
  • Pelayanan
  • Berita Paroki