Puncta 31 Agustus 2025
Minggu Biasa XXII Lukas 14:1.7-14 MARI kita belajar dari nasehat nenek moyang kita dalam untaian tembang Pangkur: Jinejer ing Weddhatama. Mrih tan kemba kembenganing pambudi Mangka nadyan tuwa pikun. Yen tan mikani rasa. Yekti sepi sepa lir sepah asamun Samangsane pakumpulan. Gonyak-ganyuk nglelingsemi. Nggugu karsane priyangga. Nora nganggo peparah lamun angling Lumuh ingaran balilu. Uger guru aleman. Nanging janma ingkang wus waspadeng Semu Sinamun samudana Sesadoning adu manis. Artinya: Disajikan dalam serat Wedhatama. Agar jangan miskin pengetahuan Walaupun sudah tua pikun. Jika tidak memahami rasa sejati (batin) Niscaya kosong tiada berguna bagai ampas. Percuma sia-sia. Di dalam setiap pertemuan sering bertindak ceroboh memalukan. Mengikuti kemauan sendiri. Bila berkata tanpa dipertimbangkan (asal bunyi) Namun tak mau dianggap bodoh. Selalu berharap dipuji-puji (sebaliknya) Ciri orang yang sudah memahami (ilmu sejati) tak bisa ditebak, berwatak rendah hati. Selalu berprasangka baik pada sesama. Yesus diundang dalam sebuah pesta oleh orang Farisi. Tapi undangan itu bukan karena menghormati, tetapi ingin melihat kalau-kalau Yesus berbuat suatu kesalahan. Yang datang pasti banyak golongan Farisi, orang-orang kaya dan terhormat. “Semua yang hadir mengamat-amati dia dengan saksama.“ Sudah jelas undangan ini adalah cermin besar untuk mencari kesalahan yang dilakukan Yesus. Dalam pesta itu Yesus meninggalkan pesan, “Jangan sibuk mengundang orang Farisi yang hanya mengajak kelompoknya yang kaya-kaya, elit dan glamour. Kalau mau undang pesta, undanglah orang miskin.” Orang-orang yang sibuk berebut kursi kehormatan pasti merasa tersinggung, ditegur dengan keras. Malah tuan rumah juga mendapat teguran. Yesus tidak sedang mengajar etika moral kepada orang Farisi. Tetapi Dia mengajar tentang keselamatan. Orang yang diselamatkan adalah orang yang mau merendahkan diri di hadapan Allah. Sama seperti Yesus bercerita tentang dua orang yang berdoa di Bait Suci. Yang satu orang Farisi, satunya adalah pemungut cukai. Orang Farisi itu berpikir bahwa dia sempurna dan tidak membutuhkan pertolongan Allah. Namun pemungut cukai tahu bahwa dia tidak sempurna dan membutuhkan pertolongan Allah. Dia dengan rendah hati memohon Allah untuk mengampuninya. Marilah kita bersikap rendah hati dan tidak menyombongkan diri, merasa paling sempurna dan paling hebat sendiri. Ke alun-alun lihat kobaran api, Sambil duduk di pinggir rerumputan. Mari membangun sikap rendah hati, Tak terlena pujian, tak surut oleh hinaan. Wonogiri, semoga Indonesia aman Rm. A.Joko Purwanto,Pr
0 Comments
Puncta 30 Agustus 2025
Sabtu Biasa XXI Matius 25:14-30 SESUDAH terpilih jadi presiden dan wakil presiden, biasanya tidak lama kemudian ditunjuklah pembantu-pembantu presiden yaitu para menteri yang dipercaya dapat memperlancar tugas presiden menjalankan program-programnya. Ada menteri yang mampu bekerja dan langsung gass poll menjalankan tugasnya dengan baik. Ada menteri yang masih belajar menyesuaikan diri. Tetapi ada menteri yang malah terjerat kasus korupsi. Menteri yang memang punya kapasitas atau talenta dapat bekerja dengan baik. Tetapi menteri yang tidak punya talenta malah menghambat kinerja kabinet dan merugikan pemerintahan. Apalagi kalau sampai terjerat kasus korupsi. Tidak menjamin kalau nama menteri itu sangat religius dan biblis pasti tidak korupsi. Lihat itu yang baru menjabat delapan bulan! Yesus menggambarkan hal itu dalam perumpamaan. “Hal Kerajaan Sorga itu seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Masing-masing hamba diberikan talenta menurut kesanggupannya. Yang seorang diberikan lima talenta, yang seorang lagi dua telenta, dan yang seorang lain lagi satu talenta.” Ada yang bisa mengembangkan laba lima talenta. Ada yang dua talenta. Tetapi ada pula yang sulit mengembangkan talentanya. Malah hanya disimpan dan tidak digunakan. Disini kita belajar menjadi orang yang dapat dipercaya. Kalau kita dipercaya, kembangkanlah kepercayaan itu dengan tekun, setia dan berdaya guna. Tuan itu memuji hamba yang berhasil mengembangkan talenta. Hamba yang jahat dan malas, tidak berguna akan dihukum. Mari kita gunakan potensi, kemampuan atau talenta untuk mengembangkan diri dan berdaya guna bagi sesama kita. Hidup itu harus berguna bagi orang lain. Urip kudu urup. Tugu Monas ada di kota Jakarta, Stasiun Gambir ada di sebelahnya. Tiap orang dianugerahi dengan talenta, Mari kembangkan agar hidup sejahtera. Wonogiri, talenta yang berharga Rm. A.Joko Purwanto,Pr Puncta 29 Agustus 2025
Pw. Wafatnya St. Yohanes Pembaptis, Martir Markus 6:17-29 KISAH cinta Ki Ageng Mangir dengan Putri Pembayun, anak Panembahan Senopati, raja Mataram pertama menjadi cerita tutur turun temurun. Sering cerita ini dimainkan dalam lakon pertunjukan ketoprak Jawa. Ki Ageng Mangir sangat sakti. Dia bisa menjadi “klilip” atau pesaing Mataram. Maka Panembahan Senopati berkeinginan menundukkan pemuda sakti dari Mangiran itu. Namun usahanya gagal karena prajurit Mataram bisa dikalahkan di Mangiran. Dengan tipu daya “rantai emas” dia mengutus putrinya yang cantik, Putri Pembayun untuk menjadi “Ledhek” atau penari tayub yang ngamen ke Mangiran. Singkat cerita Ki Ageng Mangir terpesona dengan putri raja yang menyamar sebagai ledhek bernama Lara Kasihan. Mereka akhirnya menikah. Betapa kagetnya Ki Ageng Mangir, ketika Lara Kasihan mengungkapkan jati dirinya sebagai Putri Panembahan Senopati yang adalah musuhnya. Karena terpikat oleh kemolekan, Ki Ageng Mangir diajak menghadap mertua sekaligus musuh. Dalam cerita rakyat, Ki Ageng Mangir dibunuh Panembahan Senopati saat menyembah mertuanya di atas tahta “watu gilang.” Demi cintanya kepada Putri Pembayun, Ki Ageng Mangir menyerahkan diri dan dibunuh. Demi kehormatan dan kewibawaan, Senopati membunuh menantunya sendiri. Hari ini kita memperingati wafatnya St. Yohanes Pembaptis. Dia dibunuh oleh Herodes karena terpikat oleh kecantikan dan kemolekan putri Herodias yang menari bak ledhek penuh erotisme sehingga Herodes bersumpah akan memberi hadiah apa saja kepada gadis molek itu. Oleh Herodias, anak ini dijadikan alat balas dendam terhadap Yohanes Pembaptis yang melarang perkawinannya dengan Herodes. Ia minta kepala Yohanes di atas talam. Dilema antara cinta dan kehormatan, Herodes memenggal kepala Yohanes. Yohanes mati demi kebenaran yang diperjuangkan. Kita diajak meneladan ketaatan dan perjuangan Santo Yohanes Pembaptis. Teguh berdiri demi kebenaran. Beranikah kita berjuang demi kebenaran walau menghadapi hambatan? Jalan-jalan di kota Medan, Jangan lupa makan babi panggang. Berdiri teguh di atas kebenaran, Yohanes tetap setia dalam berjuang. Wonogiri, berjuang demi kebenaran Rm. A.Joko Purwanto, Pr Puncta 28 Agustus 2025
Pw. St. Agustinus, Uskup dan Pujangga Gereja Matius 24:42-51 PENJAGAAN perbatasan Israel itu dikenal super ketat. Tentara berada dimana-mana. Mereka sadar bahwa musuh bisa datang kapan saja dan pada waktu yang tidak diduga-duga. Hal ini terjadi pada awal Oktober 2024 ketika pasukan Hamas tiba-tiba pada hari sabtu pagi menyerang dengan roket-roketnya ke wilayah Israel. Kendati penjagaan sangat ketat namun pada saat-saat tertentu bobol juga. Serangan tiba-tiba itu menewaskan ratusan orang dan beberapa tentara dan rakyat sipil disandera Hamas. Inilah pemicu perang Israel dan Hamas yang sampai sekarang tidak pernah berhenti dan telah memakan korban yang besar serta penderitaan rakyat yang memprihatinkan. Ada pepatah Latin berkata, “Si vis Pacem Para Bellum” artinya jika ingin damai, siapkanlah perang. Ungkapan ini sering digunakan dalam dunia militer sebagai filosofi dasar untuk membangun kesiapsiagaan. Si Vis Pacem Para Bellum menjadi landasan untuk membangun pertahanan suatu negara yang modern dan efektif dalam rangka berjaga-jaga secara pertahanan dan keamanan. Berjaga-jaga itulah yang dinasehatkan Yesus kepada para murid dan orang-orang banyak. Yesus mengingatkan kepada kita, “Berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang.” Sama seperti kedatangan pencuri yang tidak bisa diduga-duga, demikian juga kedatangan Anak Manusia. Kalau tuan rumah tahu kapan pencuri datang, pastilah dia berjaga-jaga, jangan sampai rumahnya dibobol maling. Seperti sistem pengamanan di perbatasan yang terus menerus diperbaharui dan diperketat, demikianlah hidup kita juga harus selalu siap siaga, terus memperbaharui diri agar selalu berjaga jika Tuhan datang. Apa yang anda gunakan untuk berjaga-jaga saat kedatangan Tuhan? Mungkin lebih mudah membayangkan kematian datang daripada hari kedatangan Tuhan. Dengan cara apa anda menyiapkan datangnya kematian itu? Bermain air di pinggir Pantai Bali, Terbawa ombak sampai Pulau Babi. Tanda kematian tak bisa diprediksi, Kita harus siap sedia menjaga diri. Wonogiri, berjaga-jagalah, Rm. A.Joko Purwanto, Pr Puncta 27 Agustus 2025
Pw. St. Monika, Matius 23:27-32 SAYA pernah diminta memberkati sebuah makam pada peringatan seribu hari orang yang meninggal. Makam itu besar, bagus dengan gambar Tuhan Yesus dan Bunda Maria, serta patung relief perjamuan malam terakhir. Pasti biaya pembangunan makam itu bisa mencapai ratusan juta. Mereka beranggapan makam adalah rumah masa depan yang harus bagus dan indah. Agar orang yang meninggal krasan tinggal di sana dan bangunan ini juga sebagai wujud penghormatan kepada yang telah berpulang. Saya hanya bertanya dalam hati, “Mengapa menghormati saat orang sudah mati. Apakah waktu masih hidup mereka juga dihormati atau malah dibuang di rumah jompo, disingkirkan dari keluarga supaya tidak merepoti?” Yesus mengkritik orang-orang Farisi dan para Ahli Taurat seperti kuburan yang luarnya dilabur putih bersih tetapi dalamnya penuh tulang belulang dan kotoran. Kritik ini kiranya bukan hanya untuk mereka, tetapi juga untuk murid-murid Yesus dan kita semua. Sikap munafik itu terlihat dari apa yang ada di luar berbeda dengan apa yang ada di dalam. Antara tutur kata dan tindakan berbeda dengan suara hati yang ada di dalam. Luarnya kelihatan bagus-bagus, tetapi dalamnya punya niat jahat, dendam, benci dan iri hati. Ada ungkapan-ungkapan Jawa yang menggambarkan kemunafikan atau kepura-puraan ini. Misalnya, “inggih-inggih ora kepanggih” (mengatakan iya-iya tapi gak pernah melakukan), “mesam-mesem atine kucem,” (mulutnya tersenyum tetapi hati dongkol), “nundhuk-nundhuk pengin ngepruk.” (menunduk tapi pengin menghancurkan), “tangan sedhakep nanging ngawe-awe, nggutuk lor kena kidul.” Yesus tidak seperti orang Jawa. Dia berkata langsung keras dan tegas pada sikap kemunafikan para ahliTaurat dan Farisi. Orang Jawa tidak berani langsung kritik tajam. Mereka muter-muter dengan bahasa halus agar tidak menyakiti. Yesus langsung to the point. “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran.” Bisa jadi saya, anda, kita semua seperti kuburan itu. Luarnya kelihatan bagus, indah, sopan dan saleh. Tetapi dalamnya penuh kejahatan dan kotoran. Benar gak? Sakit gula bisa bikin mata rabun, Kalau bisa tiap hari makan telur kalkun. Jalani imamat tigapuluh satu tahun, Tetap sukacita walau harus jatuh bangun. Wonogiri, marilah bertobat Rm. A.Joko Purwanto, Pr Puncta 26 Agustus 2025
Selasa Biasa XXI Matius 23:23-26 SEKARANG ini orang melakukan korupsi seperti makan kacang bawang saja. Orang melakukan korupsi semakin enjoy tanpa beban. Tidak cuma pejabat tinggi, pejabat rendahan pun kalau ada kesempatan akan bertindak korupsi. Kasus wamenaker makin menambah deretan pejabat yang korupsi. Modal jadi pejabat sangat besar, hanya mengandalkan gaji tak mungkin bisa kembali. “Untung-untunganlah, kalau tidak ketahuan KPK ya melenggang, kalau ketangkap ya sedang sial saja. Dihukum paling hanya beberapa tahun, tetapi uang yang didapat bisa untuk tujuh turunan.” Kalau mental kita seperti itu, kita tidak akan maju. Sementara rakyat kecil dikejar-kejar harus membayar pajak. Para pejabat yang berkedudukan hidup dalam gelimang harta dan berfoya-foya; mobil mewah, gaji besar (Kompas menulis gaji DPR tembus 230 juta per bulan), fasilitas serba mahal. Rakyat harus hidup miskin dan menderita. Kehidupan seperti inilah yang dikecam oleh Yesus pada zaman itu. Ahli Taurat dan kaum Farisi adalah kelompok elit yang suka makan rejeki orang kecil. Mereka menindas rakyat dengaan ayat-ayat Kitab Suci. “Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan. Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan.” Selama hukum tidak dijalankan secara benar, maka korupsi akan tetap merajalela. Maka Yesus memberi solusi dengan memberi perhatian pada keadilan, belas kasih dan kesetiaan. “Bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih,” kata Yesus. Perbaharui diri dari dalam melalui sikap tobat hati dan mental baru nanti mengalir pada tindakan nyata dari luar. Kalau mental koruptif dari dalam itu tidak dibenahi, godaan untuk korupsi akan terus menjerumuskan kita. Tidak mengherankan kalau dari tahun ke tahun selalu saja akan ada pejabat dicongkok KPK karena korupsi. Rompi oranye jadi seragam pejabat, Bagi mereka yang makan uang rakyat. Mari kita memperbaharui semangat, Gunakan pikiran dengan akal sehat. Wonogiri, berani berkata tidak pada korupsi Rm. A.Joko Purwanto,Pr Puncta 25 Agustus 2025
Senin Biasa XXI Matius 23:13-22 KAUM Farisi dicela oleh Yesus karena mereka bersikap munafik. Mereka senang mencari-cari kesalahan orang untuk menghakimi, atau menjatuhkan di depan umum supaya mereka dianggap pinter, saleh, suci dan peduli. Padahal mereka tidak berbuat apa-apa untuk kebaikan bersama. Orang munafik kelihatan dari tutur katanya. Antara apa yang dikatakan dan dilakukan tidak seiring sejalan. Orang zaman sekarang menyebut “Omdo” omong doang atau NATO “Not Action Talk Only.” Di mata orang Farisi, apa yang dilakukan orang lain itu tidak ada yang benar. Semua serba salah. Dia suka mengkritik, menyalahkan orang lain, menghakimi segala perilaku orang dan suka memamerkan diri biar dilihat baik di mata orang. Kaum Farisi ini menindas orang kecil, kaum lemah dengan ayat-ayat Kitab Suci, tetapi mereka sendiri hidup berfoya-foya. Mereka lebih mengedepankan formalisme agama. Mulutnya mengajarkan kasih sayang, tetapi dari mulut yang sama keluar ujaran kebencian, hasutan, penghinaan dan penindasan terhadap kelompok yang berbeda. Orang lain dianggap musuh, bukan sesama saudara. Yesus mengecam mereka karena sikap kepura-puraan atau kemunafikan ini. “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.” Mari kita merenungkan sabda Yesus ini. Apakah kita sendiri juga bertindak munafik seperti kaum Farisi itu? Suka mengkritik orang tetapi tidak mau melakukan kritikannya sendiri. Suka memprotes tetapi tidak pernah mau diberi tanggungjawab? Hampir di tiap lingkungan, wilayah, paroki atau kelompok-kelompok ada orang-orang yang berlaku munafik. Dengan sabda Yesus itu, kini saatnya bertobat dan terlibat. Lebih baik terlibat daripada hanya banyak” nyacat.” Ke ladang bawa parang, Banyak pohon harus dibabat. Mengkritik itu gampang, Terlibat itu butuh niat kuat. Wonogiri, Jangan Omong Doang Rm. A.Joko Purwanto, Pr Puncta 24 Agustus 2025
Minggu Biasa XXI Lukas 13: 22-30 WILLIAM Holman Hunt adalah seorang pelukis Inggris yang hidup pada tahun 1827-1910. Salah satu karyanya yang terkenal adalah lukisan Yesus mengetuk pintu rumah. Sebelum dilaunching lukisan itu ditunjukkan ke teman-temannya. Hunt ingin agar mereka mencari titik lemah atau kekurangan dari karyanya itu. Teman-teman yang meneliti tidak melihat kekurangan lukisannya. Mereka memuji karya Hunt sangat bagus. Sekali lagi dia mengundang banyak orang lagi untuk memberi komentar. Salah satu pemerhati lukisan mengatakan ada satu kekurangan fatal dalam lukisan itu. Yaitu tidak ada handle atau pegangan di pintu. “Ada satu kekurangan fatal dalam lukisanmu, yaitu pintu ini tidak mempunyai handle untuk membuka,” kata teman yang disetujui oleh pengunjung lainnya. “Ini bukan kekurangan, tetapi kesengajaan.” Jawab Hunt. “Pintu ini tidak sekedar pintu. Tetapi ini adalah pintu hati kita. Yesus mengetuk hati kita. Yang membuka adalah kita sendiri dari dalam,” jelasnya. Ketika ditanya orang, “Sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” Yesus menjawab, "Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat.” Mengapa tidak dapat? Karena ketika Yesus mengetuk pintu hati manusia, mereka tidak berusaha membukanya. Untuk bisa membuka hati dibutuhkan perjuangan. Orang harus berjuang sendiri. Yesus hanya mengetuk pintu hati. Dia tidak memaksa dengan kuasa-Nya. Kita bebas memilih mau diselamatkan atau hidup dalam dosa. Semua tergantung dari kesediaan kita untuk berjuang. Perjuangan itu akan menentukan keberhasilan. Maka Yesus mengingatkan, “Sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang terdahulu dan ada orang yang terdahulu yang akan menjadi orang yang terakhir." Kalau kita sudah dibaptis sejak bayi tetapi tidak mau bertobat, kita akan menjadi yang terakhir. Namun penjahat yang disalib di samping Yesus walau dia baru pada akhir-akhir bertobat, dia menjadi yang terdahulu masuk ke dalam Kerajaan Tuhan. Maka maukah kita membuka pintu untuk bertobat? Makan gratis bikin perutku kenyang. Di kelas otakku jadi melayang-layang. Ikut Yesus bukan soal senang-senang, Harus bertobat dan mau berjuang. Wonogiri, bertobat dan berjuang Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 23 Agustus 2025
Sabtu Biasa XX Matius 23:1-12 ORANG Parisi adalah orang yang berusaha mentaati hukum Taurat sedetil-detilnya, tetapi motivasinya adalah agar dilihat dan dihormati orang. Mereka mengajarkan, menasehati orang lain, tetapi tidak mau melakukannya. Kadang saya, anda, kita juga sering jatuh seperti orang-orang Parisi itu. Yesus menunjukkan motivasi jahat mereka, “Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat. Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya.” Di kalangan kita sering terlihat orang yang suka pamer kemunafikan; memakai baju agamis, tetapi perilaku dan tutur katanya kasar, tidak sopan, menghakimi dan menjelek-jelekkan orang lain. Ada yang suka mengkritik, tetapi tidak mau terlibat di dalam kegiatan. Anak sekarang bilang, ”OMDO, Omong Doang.” Merasa sok pinter, menyalahkan orang lain; ketua RT, ketua umat, pimpinan atau direktur, suka “nggerundel, slinthutan” ngomong di belakang tetapi kalau diberi tanggungjawab gak pernah mau. Ada yang suka cari hormat, ngejar posisi atau kedudukan, tetapi cuma pengin disanjung-sanjung. Suka dipanggil “Bos atau Tuan Besar,” tetapi suka menindas bawahan atau orang lemah. Mari kita belajar dari karakter padi yang bernas. Padi yang berisi atau bernas adalah padi yang merunduk ke bawah. Kalau padi itu menjulang ke atas, tanda bahwa tak ada isinya alias “gabuk atau kopong.” Padi yang baik justru merunduk, merendahkan diri. Mirip dengan prinsip padi, Yesus juga berkata, “Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” Orang akan dinilai dari tutur kata dan tindakannya. Orang Jawa bilang, “Ajining dhiri gumantung ana ing kedhaling lathi,” harga diri seseorang tergantung dari ucapannya. Apa yang diucapkan mesti terwujud dalam tindakan. Mungkin kita juga termasuk orang-orang Parisi atau ahli-ahli kitab yang dikritik Yesus pada zaman ini. Penyanyi Dangdut namanya A.Rafiq, Lagu hitnya “Pandangan Pertama.” Kalau kita jadi orang munafik, Tidak disukai dimana-mana. Wonogiri, belajar dari padi yang bernas Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 22 Agustus 2025
Pw. St. Perawan Maria Ratu Matius 22: 34-40 TIDAK secara kebetulan bahwa sila pertama dan kedua dalam Pancasila berbicara tentang Tuhan dan manusia. Sila pertama berbunyi, Ketuhanan yang mahaesa. Sila kedua langsung berkata, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Cinta pada Allah dan sesama itulah yang tertuang dalam Pancasila. Sebagai seorang Katolik kita selalu membuat tanda salib. Salib terbuat dari dua palang kayu. Palang vertikal dan palang horisontal. Palang vertikal melambangkan relasi kita dengan Allah. Palang horisontal melambangkan relasi dengan sesama manusia. Relasi vertikal mengarah pada hukum kasih kepada Allah. Sedangkan relasi horisontal menggambarkan hukum kasih kepada sesama manusia. Dua hukum itu seperti dua sisi dalam sekeping mata uang. Keduanya menyatu tidak bisa dipisahkan. Seorang ahli Taurat bertanya kepada Yesus untuk mencobai Dia, “Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?” Terasa aneh bahwa seorang ahli kitab yang setiap hari mempelajari Taurat tidak tahu mana hukum yang terutama. Yesus menjawab, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan segenap akal budimu. Dan hukum yang kedua yang sama dengan itu ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kasih kepada Allah diwujudkan dengan kasih kepada sesama. Tidak mungkin mengasihi Allah tanpa mengasihi sesama. Begitu pun sebaliknya. Tidak mungkin mengasihi sesama dengan mengabaikan kasih kepada Allah. Sejalan dengan pemikiran itu, kita pantas bersyukur mempunyai Pancasila. Karena dalam butir-butir Pancasila itu juga terkandung cinta kepada Tuhan dan sesama. Presiden Sukarno adalah peletak pondasi bangsa yang visioner jauh ke depan. Kita harus melandaskan hidup pada kasih dengan Tuhan dan sesama. Pancasila itu bisa dikatakan sebagai perwujudan dari Hukum Kasih yang diajarkan Kristus. Mengamalkan Pancasila berarti juga mengamalkan Hukum Kasih. Dalam kehidupan berbangsa, Pancasila itu adalah hukum tertinggi yang menjadi rel bagi seluruh warga negara. Hukum Kasih adalah rel bagi kita seluruh umat manusia dalam membangun kehidupan damai dan sejahtera. Dekat stasiun ada Pasar Kembang, Tempat orang berjualan bunga. Hidup kita harus seimbang, Mengasihi Tuhan dan sesama. Wonogiri, kasih tiada membedakan Rm. A.Joko Purwanto, Pr |
Archives
December 2034
Categories |