Puncta 22 Agustus 2024
PW St. Perawan Maria Ratu Lukas 1: 26-38 PUTRI DIANA yang meninggal pada 31 Agustus 1997 dalam kecelakaan mobil di Pont de Alma Paris dikenal banyak melakukan kegiatan sosial untuk menolong orang miskin di Afrika. Dia juga mengunjungi penderita AIDS dan menolong korban perang di Angola dan di belahan dunia lainnya. Diana juga terkenal akan kepeduliannya terhadap anak-anak terlantar dan berbagai isu global lainnya yang terkait dengan kemanusiaan. Ketulusan hati yang dimiliki Diana membuat banyak orang terinspirasi. Dia menjadi idola banyak orang dan dijuluki “The People’s Princess.” Kematiannya hampir berbarengan dengan peraih nobel perdamaian yakni Suster Teresa dari Kalkuta. Pemakaman Diana berlangsung di Westminster Abbey pada tanggal 6 September1997. Mother Teresa meninggal pada 5 September tahun yang sama. Mengapa justru Mother Teresa yang memperoleh hadiah Nobel, dan bukan Diana, Princes of Wales? Karena Diana, setelah membantu orang miskin kembali ke kerajaan menjadi ratu dengan segala kemegahannya. Sedang Mother Teresa tetap menjadi orang miskin dan hidup di tengah-tengah kaum miskin di India. Penghormatan dunia pada Mother Teresa karena kesetiaannya menjadi orang kecil dan miskin dan menderita. Hari ini kita merayakan St. Perawan Maria Ratu. Kemuliaannya sebagai ratu bukan karena Maria berasal dari lingkungan kerajaan. Bukan seperti Putri Diana yang Princes of Wales. Status ratu yang dikenakan pada Maria justru karena hatinya yang mulia dan setia pada kehendak Allah. Seperti Mother Teresa yang dimuliakan dengan pengakuan Nobel oleh dunia, Maria diberi gelar sebagai Ratu karena keteladannya dalam memenuhi kehendak Allah. Iman ini melanjutkan dogma Maria diangkat ke surga. Maria dimuliakan dengan statusnya sebagai ratu karena imannya yang dalam, hidupnya yang setia dan hatinya yang tegar. Hidup Maria bisa menjadi teladan orang beriman. “Per Mariam ad Jesum” melalui Maria, kita sampai kepada Yesus. Marilah kita meneladan iman Maria, menapaki jalan Tuhan dengan tekun, setia dan rendah hati. Dari Wonosari menuju ke Wonogiri, Sama-sama Wono tapi lebih berseri. Maria yang setia dan rendah hati, Ajari kami setia sampai saat mati. Wonogiri, doakanlah kami ya Maria Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments
Puncta 21 Agustus 2024
PW. St. Pius X, Paus Matius 20:1-16a SEORANG anak menulis surat kepada ibunya. Dia menulis begini; Ibu, di dalam Kitab Suci ada tertulis; seorang pekerja pantas mendapat upahnya. Saya sudah bekerja untuk membantu ibu. Saya disuruh ibu melipat selimut, menyapu lantai, mencuci piring, membersihkan dapur, dan banyak lagi. Sekarang saya minta upahnya.” Ibunya membalas surat anaknya itu; “Anakku, Sembilan bulan aku mengandungmu, cintaku padamu gratis. Tiap malam ibu tidak tidur untuk menjagamu, cintaku gratis. Tiap kamu lapar dan haus, ibu melayanimu siang dan malam, cintaku padamu gratis. Kamu sedih dan sakit, ibu selalu ada untukmu dan cintaku padamu gratis.” Anaknya terharu dan meneteskan air mata di pipi. Ia memeluk ibunya dan berbisik di telinga, “Ibu maafkan aku, cintamu semua gratis dan aku tak mampu membalasnya.” Dalam Injil hari ini Yesus mau mengungkapkan kasih Allah yang tiada batas dan kemurahan hati-Nya diberikan kepada kita. Yesus mengungkapkan perumpamaan tentang pekerja kebun anggur. Ia memberi upah kepada pekerja sesuai dengan kesepakatan mereka. Sehari satu dinar. Ia telah bertindak adil bagi pekerja pertama. Ia masih bermurah hati kepada pekerja terakhir. Tetapi pekerja pertama tidak terima atas kemurahan hati si pemilik kebun anggur itu. Kadang kita iri hati karena Tuhan berbuat baik kepada orang lain yang menurut kita tidak pantas dicintai. Kenapa orang jahat kok hidupnya enak? Kenapa orang tidak pernah ke gereja kok hidupnya mujur? Kita protes kepada Tuhan. Kita tidak bisa membatasi kemurahan Tuhan. Tuhan punya hak untuk bermurah hati kepada siapa pun. Kita tidak boleh menilai diri paling benar dan suci sendiri. “Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?” sabda Tuhan. Pepatah mengatakan, ”Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah.” Kasih Allah tiada batas, kasih kita sering masih ada pamrih dan motivasi egois. Mari kita mohon agar dimurnikan cinta kitakepada-Nya. Dari Denpasar menuju Gumbrih, Di mobil dengerin musik lirih-lirih. Hanya ibu mengasihi tanpa pamrih, Ia rela menahan duka dan hati perih. Wonogiri, kasih yang tiada batas Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 20 Agustus 2024
Selasa Biasa XX Matius 19: 23-30 PADA awalnya kita bingung menelaah kata-kata Yesus; bagaimana mungkin seekor unta dapat masuk ke lubang jarum? Dalam membaca Kitab Suci, kita diajak untuk memahami konteks peristiwa pada waktu itu. Yesus sering menggunakan perumpamaan-perumpamaan dalam mengajar para murid-Nya. Kita juga diajak memahami bahasa perumpamaan di dalam Kitab Suci. Konteks perumpamaan “lebih mudah seekor unta masuk ke dalam lubang jarum,” untuk membandingkan perikope sebelumnya yang berkisah tentang orang muda kaya yang tidak mau melepaskan hartanya demi masuk ke Kerajaan Allah. Lubang jarum yang dimaksud Yesus adalah gambaran sebuah pintu darurat di kota Yerusalem yang berbentuk lengkungan seperti lubang jarum. Pada abad pertama Masehi di kota Yerusalem ada pintu darurat model lorong memanjang, bagian atasnya melengkung seperti lubang jarum. Ada kebiasaan waktu itu pintu gerbang utama ditutup pada sore hari, untuk menghindari serangan musuh, maka pintu darurat yang difungsikan sebagai pintu keluar masuk ke kota Yerusalem dan dijaga oleh pengawal. Kendaraan unta yang masuk kota Yerusalem harus melepaskan bebannya lebih dahulu, agar bisa lewat. Hal ini dipakai Yesus sebagai perumpamaan, kalau kita tidak mau melepaskan harta yang kita bawa, kita tidak bisa masuk ke Yerusalem Surgawi. Orang muda yang banyak hartanya itu tidak rela melepaskan kekayaannya, kendati dia saleh dan baik, tetapi kalau tidak mau mengikuti sabda Yesus, maka dia tidak bisa masuk ke dalam kebahagiaan surgawi. Seperti unta yang rela melepaskan beban dan patuh pada perintah tuannya untuk dituntun masuk lorong sempit, kita juga diajak berani melepaskan beban yang kita bawa dan patuh kepada perintah Tuhan, maka kita akan masuk ke dalam Kerajaan-Nya yang abadi. Apakah orang kaya tidak bisa masuk ke surga? Bisa, Zakheus, Matius adalah orang-orang kaya. Tetapi mereka berani bertobat dan melepaskan diri dari ikatan harta duniawi. Zakheus berani berkata, “Tuhan, separuh dari milikku akan kubagikan kepada orang miskin dan jika ada yang kuperas, akan kukembalikan empat kali lipat.” Orang boleh kaya, tetapi jangan terikat dan lekat pada kekayaan. Harta kekayaan bukan segala-galanya. Tetapi Tuhan adalah segalanya yang menjamin keselamatan kita. Manakah yang anda pilih; harta dunia yang sementara atau hidup kekal di hadapan Tuhan? Harta dunia itu seperti istri muda, Cantiknya hanya sementara saja. Berbagi kasih adalah cara ke surga, Suka menolong bagi yang menderita. Wonogiri, suka menolong adalah investasi abadi Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 19 Agustus 2024
Senin Biasa XX Matius 19: 16-22 KETIKA masih muda Fransiskus hidup dalam kelimpahan dan kekayaan. Ayahnya adalah seorang bangsawan dan pedagang kain yang kaya di Asissi. Ia digadang-gadang menjadi pewaris kekayaan ayahnya. Dia anak dari Pietro de Bernardone dei Moriconi dan Pica de Bourlemont. Lahir dari keluarga yang kaya raya membentuk Fransiskus menjadi seorang pribadi yang suka berfoya-foya dan selalu mencari kesenangan bersama teman-temannya. Namun pada suatu saat, dia merasakan panggilan Tuhan yang datang melalui orang-orang miskin, pengemis, orang kusta, dan orang-orang sederhana. Ia meninggalkan segala kemewahan dan gelimangnya harta dan menjadi pengemis hina. Ia ingin mengikuti Yesus yang miskin dan hidup hanya untuk Tuhan. Beda dengan semangat orang muda yang punya idealisme tinggi ingin hidup baik. Ia bertanya pada Yesus, “Guru perbuatan baik apakah yang harus kulakukan untuk memperoleh hidup kekal?” Pemuda ini baik, punya niat dan cita-cita yang baik. Ia menjawab bahwa semua hukum Taurat sudah dilaksanakan. Dia berkata, “Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?” Dia orang yang saleh, baik dan taat hukum. Namun ketika Yesus berkata, “Jika engkau ingin menjadi sempurna, pergi dan juallah semua yang kaumiliki dan sedekahkan uangnya kepada orang miskin, maka engkau akan mendapat harta di surga.” Disinilah persoalannya. Pemuda kaya itu mempunyai kelekatan terhadap harta kekayaannya. Ia lebih memilih harta dunia daripada mempunyai Tuhan sebagai pemilik harta kekayaan yang sempurna. Ia menyayangkan hartanya dan tidak mau berbagi untuk sesamanya. Maka ketika Yesus berkata, "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku," Orang muda itu pergi dengan sedih karena hartanya banyak. Harta itu hanyalah titipan dari Tuhan. Tidak akan dibawa mati. Tidak ada gunanya harta melimpah jika tidak kita gunakan untuk kebaikan dan kesejahteraan sesama. Pergi ke Pasar Ngadirojo beli manga, Ternyata hanya dapat papaya muda. Kumpulkanlah harta kekayaan di surga, Dengan kebaikan dan berbagi untuk sesama. Wonogiri, lekat harta, hidup tak bahagia Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 18 Agustus 2024
HR. Maria Diangkat ke Surga Lukas 1: 39-56 PRESTASI Quan Hong Chan, peloncat indah asal China sungguh luar biasa. Ia mengumpulkan tiga medali emas untuk negaranya sejak Olimpiade di Tokyo. Waktu itu usianya baru 14 tahun. Ia berasal dari keluarga miskin di China. Ayahnya seorang petani jeruk dan ibunya adalah buruh pabrik. Setelah kecelakaan lalu lintas, ibunya mengalami sakit yang butuh biaya perawatan. Mereka sampai berhutang karena tidak mampu membayar. Quan termotivasi untuk meraih emas agar bisa membantu pengobatan ibunya. “Medali emas ini kupersembahkan untuk ibuku. Dialah yang memberi motivasi aku berjuang selama ini. Ibu pantas mendapatkan semuanya ini,” katanya setelah menerima medali emas di lompatan 10 meter. Peristiwa kecil yang mengharukan ini dapat membantu kita merenungkan Hari Raya St. Maria Diangkat ke Surga. Maria telah dipilih Allah untuk menjadi Bunda Penebus. Maria dengan setia dan tekun telah berjuang menerima tanggungjawab itu. Ia menjadi ibu yang setia, rendah hati, hamba yang baik bagi Keluarga Kudus Nasaret. Ia mengatasi segala hambatan dan tantangan sampai di bawah kaki salib Tuhan. Maria begitu taat dan percaya pada Allah dalam segala penderitaan yang ditanggungnya. “Suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri - supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang," demikian nubuat Simeon menggambarkan penderitaan Maria. Maka sangat pantaslah jika Maria menerima penghormatan ilahi, diangkat jiwa raganya ke dalam kemuliaan Surga. Kita belajar dari kesetiaan dan kerendahan hati Maria. Tidak ada perjuangan yang sia-sia. Tuhan akan memperhatikan hamba-Nya yang dengan tekun, setia, menjalankan panggilannya. Maria adalah contoh nyata pribadi yang percaya. Hidup Maria menjadi teladan kepada kita menuju kesucian. Jika kita meneladan hidup Maria, kita juga akan disatukan dengan Allah dalam kemuliaan. Mari kita mengarahkan diri ke tanah air surgawi, dengan menempuh jalan yang dilalui Maria. Jika kita mau berjuang dengan tekun dan setia, kita juga akan mendapatkan medali emas di surga. Di Olimpiade Paris kita dapat piala, Terimakasih pada dua pria yang perkasa. Mulai dari yang kecil dan sederhana, Mengikuti Maria yang setia dan percaya. Wonogiri, teladan hidup Maria Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 17 Agustus 2024
HR. Kemerdekaan Republik Indonesia Matius 22:15-21 PESTA Olimpiade Paris baru saja ditutup beberapa hari lalu. Indonesia memboyong dua medali emas dari cabang panjat tebing putra dan angkat besi di kelas 73 kg. Dua atlit putra, Veddriq Leonardo di cabang panjat tebing dan Rizki Juniansyah di cabang angkat besi. Medali perunggu diraih Gregoria Mariska Tunjung di cabang olahraga bulu tangkis tunggal putri. Mereka mengharumkan nama Indonesia dengan mengumandangkan lagu kebangsaan Indonesia Raya di ajang Olimpiade. Perjuangan mereka menghasilkan medali emas untuk Bangsa Indonesia yang merayakan Pesta Kemerdekaan ke 79 tahun. Hadiah yang membanggakan seluruh rakyat Indonesia. Tidak banyak orang yang bisa menyumbangkan emas Olimpiade untuk bangsa dan rakyat Indonesia. Tetapi pasti banyak orang yang mencucurkan keringat dan tenaga serta pikiran demi kemajuan Bangsa kita. Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Pada peringatan Hari Kemerdekaan ini kita bisa merenungkan pernyataan Presiden John F Kennedy; “Jangan tanyakan apa yang negara ini berikan kepadamu tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan kepada negaramu.” Begitu pula Yesus menasehatkan kepada kita dengan berkata, “"Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah." Tidak perlu hal-hal yang besar dan sulit yang harus kita berikan kepada bangsa atau negara. Kita bisa mulai dari yang kecil dan sederhana. Misalnya kita bisa mengembangkan budaya bersih dengan membuang sampah di tempat sampah. Tidak membiasakan diri membuang sampah di jalan atau sungai. Kita juga bisa membiasakan diri untuk membangun budaya antri di tempat-tempat umum dan menghormati atau mendahulukan para lansia, ibu hamil, orang sakit, kaum difabel untuk mendapat prioritas. Dengan melakukan tindakan-tindakan kecil yang bermanfaat seperti itu, kita sudah menularkan virus-virus positif kepada masyarakat. Kita menjawab pernyataan Presiden John Kennedy, sekaligus mempratekkan apa yang diajarkan Yesus. Bukan sekedar retorika tetapi dengan tindakan yang nyata. Ikan semah badannya bersisik Sangat enak digoreng sampai garing Mungkin kita merdeka secara fisik Tapi mental dan budaya kita dijajah asing Wonogiri, Merdeka! Merdeka! Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 16 Agustus 2024
Jum’at Biasa XIX Matius 19: 3-12 KALAU kita mendengar pengumuman perkawinan di gereja, ada himbauan; barangsiapa mengetahui halangan perkawinan ini, umat wajib lapor kepada Pastor Paroki. Salah satu halangan perkawinan Katolik adalah ikatan perkawinan sebelumnya. Orang yang terikat pada perkawinan sebelumnya terhalang untuk melakukan perkawinan lagi. Dua orang yang sudah dibaptis menikah secara sah lalu karena suatu hal mereka bercerai secara sipil. Menurut Gereja ikatan mereka tetap sah. Mereka berhalangan untuk melangsungkan perkawinannya lagi. Halangan ini harus dibereskan lebih dahulu lewat Tribunal Gereja atau Panitia Pastoral Perkawinan. Orang sering main tabrak saja, melanggar aturan-aturan hukum perkawinan. Yang penting saya bisa menikah. Merasa dipersulit lalu mencari tempat yang mudah agar bisa menikah. Tak penting dengan keyakinan dan iman yang selama ini dihayati. Begitulah yang dihayati orang-orang Farisi. Mereka bertanya pada Yesus, “Apakah diperbolehkan orang menceraikan istrinya dengan alasan apa saja?” Dengan menyebut 'alasan apa saja,' mereka bertindak semaunya dan sewenang-wenang, tidak mau diajak kompromi. Orang Jawa bilang, 'waton sulaya.' Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." Orang-orang Farisi masih “ngeyel” dan bertanya, “"Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?" Yesus menjawab dengan tegas, "Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian.” Orang yang tegar hati hanya mengejar dan memikirkan dirinya sendiri. Ia tidak mau mendengarkan saran, masukan dan nasehat orang lain. Bahkan aturan-aturan dan hukum dilanggar untuk membenarkan dirinya. Seperti Bangsa Israel, setelah menjadi bangsa besar, mereka lupa kepada perjanjian Tuhan. Hukum-hukum-Nya mereka singkiri dan menyembah dewa-dewa baal. Orang Jawa bilang, “Ora Ngrumangsani.” Dahulu dibebaskan dari Mesir, setelah jadi bangsa besar, lupa diri dan menjauhi Tuhan. Nasehat orang tua, “Jangan jadi sombong dan tegar hati, mengko ndak diwelehke Gusti.” Mari kita tetap setia pada perjanjian dan kehendak Tuhan dengan mendengarkan hukum-hukum-Nya. Jalan pagi-pagi di waduk Wonogiri, Menikmati terbitnya sang Matahari. Janganlah suka menyombongkan diri, Karena Tuhan itu maha mengetahui. Wonogiri, aja waton sulaya... Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 15 Agustus 2024
Kamis Biasa XIX Matius 18:21 – 19:1 LAPANGAN St. Petrus menjadi saksi penembakan atas Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 13 Mei 1981. Waktu itu Paus sedang berkeliling dengan mobil terbuka untuk menyapa umat yang datang di St. Peter Square. Tiba-tiba dari jarak kurang lima meter, seorang pemuda Turki, Mehmet Ali Agca menembak Paus dan mengenai dadanya. Paus langsung dilarikan ke Rumah Sakit dengan ambulans. Antara hidup dan mati, Paus memberi maaf kepada pelaku. Secara terbuka, empat hari setelah usaha pembunuhan yang menggegerkan dunia itu, Paus menyampaikan pengampunannya di tengah khalayak pada tanggal 17 Mei 1981. Bahkan tidak hanya itu, pada tahun 1983 Paus mengunjungi Mehmet di penjara dan berbincang-bincang dengan akrab layaknya saudara. "Apa yang kami bicarakan harus merupakan rahasia antara dia dan saya. Ketika berbicara dengannya saya anggap ia adalah seorang saudara yang sudah saya ampuni dan saya percayai sepenuhnya," kata Paus. Ketikan Petrus bertanya kepada Yesus, berapa kali kita harus mengampuni, Tuhan menjawab, “Bukan hanya sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” Pengampunan yang terus menerus dan tak terbatas. Pengampunan adalah rahmat dari Allah. Kalau berdasarkan logika manusia, mungkin hanya sampai tujuh kali saja, sebagaimana pertanyaan Petrus itu. Tujuh kali mengampuni sudah sangat baik. Tetapi Tuhan mengajarkan bukan hanya tujuh kali, melainkan tujuhpuluh kali tujuh kali dalam memberi pengampunan. “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna,” pinta Yesus. Seperti dalam perumpamaan yang digambarkan Yesus. Tuan yang maha murah itu mengampuni hambanya yang berhutang sepuluh ribu talenta. Maka hamba yang telah diampuni itu juga harus mengampuni sesamanya yang berhutang padanya. Kita seringkali gagal untuk mengampuni. Maka marilah kita mohon rahmat-Nya agar dapat mengampuni semua orang yang bersalah kepada kita, sebagaimana doa Bapa Kami yang tiap hari kita ucapkan. Pergi ke Blabak beli tahu kupat, Tidak cukup satu tapi pesan empat. Mengampuni adalah sebuah rahmat, Mereka yang bisa adalah orang hebat. Wonogiri, belajar mengampuni Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 14 Agustus 2024
PW. St. Maximillian Maria Kolbe Matius 18: 15-20 MEDIA SOSIAL sekarang ini seperti panggung sandiwara dimana orang bisa melihat aneka drama kehidupan. Kalau tidak hati-hati kita bisa menjebloskan orang ke dalam panggung yang sangat kejam. Misalnya kalau kita mengunggah kejelekan dan keburukan orang lain. Kita akan terjebak menjadi pembunuh karakter seseorang. Nama baik seseorang akan tercemar karena rasa benci, iri hati, cemburu, baperan, dan rasa tidak senang pada seseorang. Dengan mengunggah keburukan seseorang di medsos, kita sudah mengadili tanpa prosedur dan menjatuhkan hukuman yang kejam dan tidak adil. Kalau anda diperlakukan seperti itu, bagaimana perasaan anda? Yesus mengajarkan kepada kita bagimana tahap-tahap menyadarkan dan menasehati sesama yang bersalah. Pertama, tegorlah dia di bawah empat mata. Kedua, jika ia tidak mendengarkanmu, bawalah seorang atau dua orang lain sebagai saksi. Ketiga, jika ia tidak mau mendengarkan, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Jika suara jemaat tidak didengarkan, pandanglah dia sebagai orang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai. Janganlah kita mudah sekali menyebarkan kejelekan orang di media sosial. Mari kita kembangkan semangat dialog dari hati ke hati. Jangan berdialog di media sosial, pasti tidak akan selesai masalahnya. Berbicaralah empat mata dengan menggunakan hati, pasti lebih adem, dan menentramkan hati. Komunikasi hati dengan berbicara empat mata, apalagi disertai dengan doa, Tuhan akan hadir di dalamnya. Sebab Yesus berkata, “Di mana ada dua atau tiga orang berkumpul demi nama-Ku, Aku hadir di tengah-tengah mereka.” Itu artinya, jika kita ada masalah, kita diajak bertemu dan berdialog dengan hati. Pertemuan dua orang menggunakan hati dan disertai dengan doa, berarti kita mengundang Tuhan hadir untuk membuka hati dan pikiran kita. Di situ kita diajak saling mendengarkan suara Tuhan yang terbaik bagi kita. Semoga dialog menjadi cara bagaimana kita menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Jangan mudah mengadili orang di depan umum melalui media sosial. Utamakanlah dialog perasaan dan hati untuk saling memahami. Banyak karnaval agustusan di jalan raya, Jalanan macet tetapi semua bersuka cita. Tidak ada manusia yang paling sempurna, Bahkan Tuhan menghargai kelemahan yang hina dina. Wonogiri, jangan suka menjelekkan orang, karena anda belum tentu baik, ya kan? Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 13 Agustus 2024
Selasa Biasa XIX Matius 18:1-5.10.12-14 DALAM Film berjudul The Shaolin, ada seorang juru masak di Biara Shaolin yang tidak sentral perannya. Tetapi mengajarkan kepada kita semangat kerendahan hati. Biksu juru masak itu bernama Wudao ( diperankan oleh Jacky Chan). Ia tidak nampak sebagai biksu yang pandai bermain silat. Tugasnya hanya di belakang, di dapur menyediakan makanan bagi para murid Shaolin. Tutur katanya sopan dan perilakunya menjadi panutan bagi para murid. Hou Jie, sering berdiskusi dengan Juru masak sederhana itu. Hou Jie adalah mantan jendral yang ambisius, kejam dan main kuasa. Ia kalah perang dan bersembunyi di biara itu. Tetapi berhadapan dengan Wudao yang sederhana, rendah hati dan welas asih, Hou Jie akhirnya menemukan kedamaian hidup di Kuil Shaolin. Hou Jie bertobat, mengubah jalan hidupnya. Yesus berkata kepada murid-murid, “Barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Surga. Janganlah menganggap rendah seorang pun dari anak-anak kecil ini.” Kerendahan hati adalah sumber kebijaksanaan. Sejak dini kita sudah diajarkan untuk bersikap sopan santun, menghargai orang lain baik dalam tingkah laku dan tutur kata. Kalau lewat di depan orang kita, membungkuk dan permisi sebagai tanda merendahkan diri dan hormat pada sesama. Jika kita bisa merendahkan diri, kita juga akan dihormati oleh orang lain. Yesus mengambil contoh seorang anak, karena anak biasanya dianggap sebagai pribadi yang lemah, rendah dan tidak punya power apa pun. Jika kita bisa menghargai mereka yang rendah, lemah, tak berkuasa, kita memiliki kebijaksanaan anak-anak Allah. Allah justru menghadirkan Diri-Nya dalam pribadi orang-orang lemah. Maka Yesus berkata, “Barangsiapa menyambut seorang anak kecil ini dalam Nama-Ku, ia menyambut Aku.” Marilah kita menghargai dan mengasihi mereka yang kecil, lemah, tersingkir dan yang tidak punya kekuatan apa pun, karena justru dalam diri merekalah Allah menampakkan Diri-Nya. Makan soto dengan bumbu rempah, Bikin nafsu makan jadi semakin kuat. Merendahkan diri tidak berarti lemah, Ia sedang mengajarkan kekuatan yang dasyat. Wonogiri, hargailah mereka yang kecil Rm. A. Joko Purwanto, Pr |
Archives
December 2034
Categories |