Puncta 21 Oktober 2024
Senin Biasa XXIX Lukas 12: 13-21 BEBERAPA waktu lalu terjadi perkelahian antara dua kakak beradik di Tasikmalaya. Percekcokan berbuntut perkelahian dengan senjata tajam itu terjadi karena mereka memperebutkan harta warisan. Di tempat lain, juga terjadi perseteruan antar saudara karena harta warisan. Rumah orangtua mereka tergusur oleh proyek jalan tol. Karena pembagian uang dari ganti untung jalan tol yang tidak disepakati, menimbulkan pertengkaran antar saudara kandung. Mereka tidak mau bertegur sapa dan "jothakan" antar saudara. Ada banyak kasus pertengkaran, perkelahian bahkan pembunuhan hanya karena rebutan harta warisan. Dalam Injil hari ini, Yesus juga dihadapkan pada persoalan berebut harta kekayaan. Ada orang datang kepada Yesus dan meminta, "Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku." Yesus menolak untuk membantu. Ia justru menasehati orang itu. "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu," kata-Nya. Keserakahan membuat orang lupa segalanya. Nafsu serakah sering membawa korban dari orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Ia bisa lupa pada saudara, teman baik dan tetangga. Nafsu serakah akan harta bisa membuat orang menjadi buta hatinya. Yesus mengingatkan bahwa harta tidak dapat menyelamatkan. Siapa yang bisa menyelamatkan nyawa dengan hartanya? Yesus membuat perumpamaan orang yang serakah dengan harta. Lalu Ia bertanya, “Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?” Orang bisa memperoleh kekayaan dengan sekejap lewat korupsi, atau tindakan kotor lainnya. Tetapi dengan sekejap pula harta kekayaan bisa lenyap. Kehendak Tuhan siapa yang bisa menduga? Orang bisa tiba-tiba serangan jantung, kecelakaan, mati. Tiba-tiba ada bencana, tsunami, gempa bumi, harta langsung lenyap tertelan bumi. Lalu untuk apa semua itu? Selamatkanlah nyawa dan hidupmu, jangan serakah akan harta yang tak bisa menyelamatkan dirimu. Jadikanlah dirimu kaya di hadapan Allah dengan banyak berbuat amal kasih. Hidup ini tidak lama, hanya sebentar saja. Rebutan harta antar saudara, Menjadikan dunia seperti neraka. Harta tak akan dibawa ke surga, Berbuatlah baik sebanyak-banyaknya. Wonogiri, mari suka beramal Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments
Puncta 20 Oktober 2024
Minggu Biasa XXIX Markus 10: 35-45 HARI ini adalah hari pelantikan pemimpin baru di negeri ini. Pasangan Prabowo dan Gibran dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Bertepatan dengan peristiwa itu, bacaan Injil hari ini sangat cocok direnungkan. Injil berbicara tentang para murid yang rebutan kedudukan. Kita masih ingat bagaimana proses pemilu kemarin. Ada yang pengin berkuasa lebih lama. Ada yang mengubah UU supaya bisa berkuasa. Ada yang menggunakan dana-dana bansos untuk kampanye. Ada yang menggunakan wewenang untuk menggiring suara. Ada yang pakai medsos untuk menjatuhkan lawan. Pokoknya segala cara dipakai agar orang bisa berkuasa. Semua orang berusaha untuk mengejar pangkat dan jabatan. Itulah yang dianggap sebagai tanda kesuksesan seseorang. Walau kadang harus menggunakan cara-cara yang tidak halal. Hal ini dapat terjadi bukan saja di dunia bisnis dan politik tetapi juga di lingkungan pelayan-pelayan gereja. Ada orang yang berambisi menjadi Wakil Ketua Dewan Paroki dan menjegal orang lain yang dianggap saingannya. Permintaan Yohanes dan Yakobus menggambarkan bagaimana mereka berebut kedudukan atau jabatan. "Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah kiri-Mu." Pinta mereka. Para murid meributkan hal ini. Mereka sibuk berebut mencari kedudukan. Bisa jadi mereka bertengkar dan saling menjatuhkan. Ada black campaign di antara mereka. Dalam situasi krisis itu, Yesus mengajarkan bahwa siapa yang ingin menjadi besar justru harus menjadi pelayan dan hamba. Untuk itu, Tuhan Yesus memberi teladan yang total dan nyata. Dia yang sebenarnya adalah Anak Allah, datang ke dunia untuk melayani dan memberi diri sebagai kurban penebusan. Bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani. Keributan yang dialami para murid ini mengingatkan kita bahwa terkadang ada orang yang bernafsu dengan jabatan sehingga ia tidak mau diganti atau dimutasi. Banyak pejabat yang mati-matian mempertahankan posisinya, mulai dari menyombongkan diri sebagai yang terbaik hingga tega menjatuhkan orang lain. Yesus mengingatkan bahwa inti dari jabatan adalah pelayanan. Kita bisa mengambil teladan dari sikap Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang menggunakan tahtanya untuk kesejahteraan rakyat. Tahtanya bukan untuk mencari keuntungan diri, kekayaan dan harta, tetapi demi kebaikan masyarakat. Tahta untuk Rakyat. Semangat melayani Tuhan dan sesama, itulah yang harus dipertahankan dan digelorakan dalam diri kita sepanjang waktu. Semoga di tengah-tengah kita muncul kembali pemimpin seperti HB IX yang berani berkorban secara nyata demi kesejahteraan rakyatnya. Melintasi hutan-hutan jati, Mengunjungi kawan di Wonogiri. Jiwa melayani dengan hati, Itulah jiwa pemimpin yang sejati. Wonogiri, sukacita melayani sesama Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 19 Oktober 2024
Sabtu Biasa XXVIII Lukas 12: 8-12 KAUM muda Katolik pasti tahu siapa Beato Carlo Acutis. Dia adalah remaja Italia kelahiran Inggris yang diberi gelar beato oleh Paus Fransiskus tahun 2020. Dialah calon santo remaja abad milenial. Dia digelari sebagai Santo Pelindung Internet. Sewaktu Acutis dibeatifikasi, Paus Fransiskus mengatakan remaja itu “mengetahui cara menggunakan teknik komunikasi baru untuk mewartakan injil dan mengkomunikasikan nilai-nilai dan keindahan. Ia menggunakan teknologi modern untuk mengungkapkan iman dan mewartakannya kepada banyak orang. Sebelum meninggal, Acutis membuat akun pribadi di internet untuk mengumpulkan mukjizat-mukjizat ekaristi dan mendorongnya untuk berbagi kepada semua orang. Dia menjadi orang pertama dari generasi milenial yang diangkat menjadi orang suci karena tindakannya yang spektakuler. Hidupnya digunakan untuk menjadi saksi kebaikan Tuhan melalui ekaristi. Kendati masih muda, namun ia telah berani dan getol berjuang agar Ekaristi dikenal banyak orang. Ia sendiri rajin setiap hari mengikuti Ekaristi. Karena kesuciannya itu, ada beberapa mukjizat penyembuhan terjadi. Salah satunya dialami Valeria Valverde, 21 yang mengalami pendarahan otak karena kecelakaan. Ibunya berziarah ke makam Acutis dan berdoa. Saat itu dokternya mengatakan bahwa pendarahan anaknya sudah hilang. Yesus bersabda, “Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Anak Manusia juga akan mengakui dia di depan malaikat-malaikat Allah.” Kata-kata ini diyakini oleh Carlo Acutis. Dia yakin bahwa Ekaristi adalah peristiwa kehadiran akan kasih Allah yang nyata. Ia berani mengakui Yesus yang hadir dalam Ekaristi kudus. Ia mewartakan Ekaristi itu melalui media internet yang dikuasainya. Media internet menjadi wahana untuk mencapai kekudusan. Itulah yang dilakukan Acutis. Mari kita juga berani mengakui Yesus sebagai Tuhan yang mengasihi kita dan mewartakannya kepada semua orang agar mereka juga mengalami kasih Allah. Tidak lama lagi datang hari Natal, Kita bikin gua dari bahan dedaunan. Orang muda bisa jadi Santo milenial, Internet bisa jadi wahana kesucian. Wonogiri, berani mengakui Yesus Tuhan Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 18 Oktober 2024
Pesta St. Lukas, Pengarang Injil Lukas 10: 1-9 HARI ini kita merayakan Pesta St. Lukas, penulis Injil. Dua tulisannya memberi gambaran yang runtut dan terperinci tentang karya keselamatan Allah melalui Yesus Kristus, dan bagaimana Gereja awal tumbuh berkembang dalam tulisan keduanya yakni Kisah Para Rasul. Lukas bukan penulis Injil pertama. Ia mendengarkan cerita-cerita sebelumnya, tradisi lisan yang berkembang, lalu mengumpulkan dan meneliti kisah-kisah tentang Yesus dan merangkainya sesuai dengan maksud penulisannya. Lukas juga seorang kawan sekerja Paulus yang giat mewartakan Injil kemana-mana. Ia menemani Paulus dalam perjalanannya, bahkan sampai di Roma saat Paulus menghadapi pengadilan. Kalau kita membaca Injilnya, nampak sekali bahwa Lukas ingin menunjukkan Allah yang sangat mengasihi orang-orang kecil, miskin, sakit menderita dan tersingkir. Bahkan Allah menjelma menjadi manusia yang miskin dan menderita dalam Kristus Yesus, Sang Mesias. Dengan tulisannya, Lukas menuntun kita bahwa sejarah keselamatan itu terjadi sampai kini, sekarang. Tiga kali Lukas mengatakan bahwa keselamatan Allah terjadi pada hari ini. Yang pertama ketika malaikat Gabriel berkata pada para gembala. “Hari ini telah lahir bagimu Sang Juru selamat di kota Daud.” Kedua, saat Yesus makan di rumah Zakeus. “Hari ini telah terjadi keselamatan di rumah ini.” Yang terakhir pada saat di kayu salib. Kepada penjahat yang bertobat, Yesus berkata, “Hari ini engkau akan bersama-sama dengan Aku di Firdaus.” Injil Lukas dibaca dua ribu tahun lalu, berbunyi, ”Hari ini.” Warta keselamatan itu sekarang dibaca ya tetap “Hari ini.” Sampai kapan pun karya keselamatan Allah tetap berjalan pada “Hari ini.” Inilah teologi Lukas, bahwa keselamatan Allah terjadi pada hari ini. Untuk itu kita diajak mengimaninya. Pada bacaan hari ini, Lukas bercerita tentang tujuhpuluh murid yang diutus Yesus mewartakan Injil. Tidak disebutkan satu nama pun dari mereka. Nampaknya ini disengaja oleh Lukas. Karena siapa kita yang diutus tidaklah penting. Yang utama adalah siap dan mau diutus. Fokus pada tugas perutusan lebih penting daripada nama atau status yang harus dicantumkan. Kita sering marah kalau nama kita tidak dituliskan di daftar kepanitiaan. Padahal kita tidak bekerja apa-apa. Orang hanya mencari hormat, tetapi tidak berperan sedikit pun dalam tugas. Harusnya kita malu karena tidak berbuat apa-apa. Yang penting fokus pada tugas dan bekerja sungguh-sungguh daripada cuma namanya terpampang tapi tidak kerja. Sering bangga jadi panitia, Tapi tak pernah kerja apa-apa. Allah telah menjadi manusia, Kabar sukacita bagi sluruh dunia. Wonogiri, siap diutus Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 17 Oktober 2024
Pw. St. Ignatius Antiokhia, Uskup dan Martir Lukas 11: 47-54 PADA zaman Orde Baru, setiap tanggal 30 September kita disuruh menonton Film G30S PKI. Film itu menceritakan kekejian dan pembantaian oleh para anggota PKI di Jakarta. Para jenderal diculik, disiksa, dibunuh di daerah Lubang Buaya. Film itu dibuat oleh penguasa zaman itu untuk mengindoktrinasi rakyat. Setelah reformasi, film itu tak pernah beredar lagi. Yang tinggal hanya monumen Lubang Buaya yang menjadi kenangan pahit bagi bangsa ini. Kenangan kelam ketika permusuhan dan kebencian menelan jutaan korban. Lubang Buaya menjadi catatan kelam sejarah sebuah bangsa yang keji terhadap saudaranya sendiri. Kita pernah membiarkan kekejaman dan permusuhan terjadi antar sesama bangsa karena beda ideologi dan keyakinan. Banyak rakyat dibunuh, dibuang, dikucilkan, dan dipenjara. Banyak orang dihukum tanpa proses pengadilan. Banyak kuburan tanpa nama. Banyak orang kehilangan saudara. Lubang Buaya menjadi monumen yang dibangun untuk mengenang perbuatan dan kekejaman mereka. Yesus mengecam tindakan dan sikap kaum Farisi. Ia berkata, “Celakalah kamu, sebab kamu membangun makam nabi-nabi, tetapi nenek moyangmu telah membunuh mereka. Dengan demikian kamu mengaku, bahwa kamu membenarkan perbuatan-perbuatan nenek moyangmu, sebab mereka telah membunuh nabi-nabi itu dan kamu membangun makamnya.” Yesus mengecam para ahli Kitab dan kaum Farisi, agar mereka bertobat dan merefleksi diri. Dengan bacaan ini, kita pun diajak berefleksi. Kalau kita ingin menjadi bangsa yang maju, kita mesti berani melakukan pertobatan nasional, rekonsiliasi bersama. Dengan peringatan uapacara di Monumen Lubang Buaya, kita sedang mengamini ada kekejian yang pernah dilakukan nenek moyang kita. Mereka menampilkan wajah seram suatu generasi yang tega membunuh rakyat tak berdosa. Kita diajak berefleksi tentang kerukunan bangsa, saling menghargai dan menjunjung tinggi martabat saudara sebangsa dan setanah air, seberapa pun beda latar belakangnya. Jangan sampai kita saling menindas dan menghakimi sesama kita. Di taman kota banyak bunganya, Sungguh sedap dipandang mata. Hidup damai dengan sesama, Itulah cita-cita hidup kita bersama. Wonogiri, mari saling menghargai Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 16 Oktober 2024
Rabu Biasa XXVIII Lukas 11: 42-46 MASIH menjadi pembicaraan umum beberapa waktu ini, ada sebuah Panti Asuhan di Kecamatan Pinang, Kota Tangerang yang tidak memiliki surat Keputusan pengesahan pendirian Yayasan, tetapi bisa beroperasi puluhan tahun. Dan baru menjadi viral ketika di dalamnya terjadi kasus pencabulan terhadap para penghuninya. Ada dua hal yang disoroti pertama tidak adanya pengesahan sebagai Yayasan dari pihak berwenang dan kedua kasus pencabulan yang dilakukan oleh pemilik dan pengasuh di Panti Asuhan itu. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Jangan heran, di Negri Konoha, apapun bisa terjadi. Panti Asuhan adalah sebuah tempat dimana anak-anak seharusnya mendapat perlindungan, pengasuhan yang baik, contoh hidup yang berguna bagi masa depannya. Tetapi mereka justru menjadi korban perilaku tak pantas oleh pembimbingnya. Pembimbing atau guru, apalagi guru agama yang mestinya memberi teladan baik, mengasuh anak didik dan menjadi panutan, malah menjadi serigala berbulu domba. Yesus kali ini mengkritik tokoh-tokoh agama di Yahudi. Mereka adalah Kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat. Dua kelompok ini mestinya menjadi panutan di tengah masyarakat. Tetapi mereka justru menjadi batu sandungan dalam hidup keagamaannya. Kaum Farisi menganggap dirinya paling suci dan benar dalam pelaksanaan aturan Taurat. Mereka menuntut orang lain dengan cara pandang mereka sendiri. Mereka menilai orang lain menurut penafsiran mereka. Celakalah kamu, sebab kamu sama seperti kubur yang tidak memakai tanda; orang-orang yang berjalan di atasnya, tidak mengetahuinya," kritikan pedas Yesus pada mereka. Begitu pula kepada para ahli Taurat, Yesus berkata, "Celakalah kamu juga, hai ahli-ahli Taurat, sebab kamu meletakkan beban-beban yang tak terpikul pada orang, tetapi kamu sendiri tidak menyentuh beban itu dengan satu jaripun.” Kemunafikan justru ditunjukkan oleh para ahli kitab dan pemimpin agama. Kritik Yesus juga ditujukan pada kita semua jika kita berlaku tidak jujur dan munafik, suka menuntut orang tetapi tidak mau melakukannya sendiri. Kita sedang dikritik oleh Yesus dengan kecaman-kecaman yang pedas. Sadarkah kita? Mari singgah ke Wonogiri, Naik bukit mencari angi. Lebih baik memperbaiki diri, Daripada menuntut orang lain. Wonogiri, jangan menghakimi orang Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 15 Oktober 2024
PW. St. Theresia dari Avila, Perawan dan Pujangga Gereja Lukas 11:37-41 “Selalu anggap diri Anda sebagai pelayan semua orang; carilah Kristus, Tuhan kita dalam diri setiap orang dan kamu akan menghormati dan menghormati mereka semua." Nasehat Santa Theresia Avila. Apa yang diungkapkan St. Theresia dari Avila yang kita peringati hari ini berbeda dengan pandangan kaum Farisi yang selalu menghakimi dan menyalahkan orang lain. Itulah orang-orang yang dihadapi Yesus pada zaman-Nya. Yesus berhadapan dengan kaum Farisi yang berpandangan sempit. Semua orang harus dinilai dan dituntut berdasarkan pandangan dan cara hidup mereka. Jika tidak mengikuti kemauan mereka, orang bisa disalahkan. Contohnya, Yesus makan tidak mencuci tangan lebih dahulu. Mereka menyalahkan Yesus dan menganggapnya najis. Mereka berpikir bahwa merekalah satu-satunya kelompok yang paling benar, suci dan saleh. Lalu mereka berhak menyalahkan orang lain. Orang-orang seperti itu ingin memaksakan keseragaman menurut cara pandang mereka. Mereka tidak mau menerima keaneka-ragaman. Mereka menolak perbedaan. Satu-satunya yang benar adalah hukum mereka. Orang lain yang tidak sepaham dengan mereka dianggap salah, asing, najis, kafir dan sebagainya. Tuhan berkata kepada mereka: “Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, tetapi bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan.” Orang-orang seperti ini yang dipentingkan penampilan luarnya. Apa yang kelihatan. Baju dan asesorisnya biar nampak saleh. Tutur katanya suka mengutip ayat-ayat. Kemana-mana membawa Kitab Suci. Tapi coba perhatikan lebih seksama perilakunya setiap hari. Yesus menekankan, “Berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu.” Santa Theresia meminta kita memberikan diri sebagai pelayan bagi semua orang, dengan begitu kita menghormati mereka. Menjauhkan diri dari sikap menuntut dan menghakimi orang lain itulah sikap orang beriman. St. Theresia memberi contoh pada hidupnya sendiri sebagai pelayan bagi orang lain. Mari kita menilai orang lain dengan positif. Ke Semarang beli loenpia, Lima ribu dapat tiga. Menghormati adalah wujud cinta, Melayani adalah nilai utama. Wonogiri, hargailah sesamamu Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 14 Oktober 2024
Senin Biasa XXVIII Lukas 11:29-32 SETIAP angkatan atau generasi memiliki ciri khasnya masing-masing. Gererasi baby boomers ditandai dengan kehidupan kelompok yang kompak. Zaman itu belum ada HP, internet atau computer. Mereka selalu melakukan kegiatan bersama-sama. Belajar bersama, bermain bersama, pergi bersama-sama. Kebersamaan menjadi ciri angkatan ini. Permainan bersama setiap malam bulan purnama seperti Gobak Sodor, “Jethungan” sering dilakukan. Mencuri tebu di sawah dan dikejar-kejar Pak Mandor jadi cerita seru. “Nduduti” batang tebu yang ditarik dengan lori menuju pabrik gula juga jadi kisah heroik. Muda-mudi bersepeda ziarah bersama ke Sendang Sriningsih, Sendangsono jadi kegiatan rutin tiap bulan Mei dan Oktober. Anak-anak zaman sekarang tidak lagi mengenal mesin ketik atau pesawat telpon. Mereka tidak pernah mengalami acara “Pilpen” (Pilihan Pendengar) di radio. Tidak ada acara nonton TV beramai-ramai di kelurahan. Anak sekarang tinggal buka aplikasi di HP sendiri, semua sudah ada. Semua dilakukan sendiri, mandiri. Sekarang nilai kebersamaan berkurang, tetapi lebih pada acara individual egoistik. Setiap angkatan mempunyai tandanya masing-masing. Orang Ninive diberi tanda oleh Tuhan dengan kehadiran Nabi Yunus. Dia mewartakan pertobatan kepada seluruh bangsa, dan Ninive mendengar dan taat pada peringatannya. Mulai dari binatang piaraan, rakyat jelata, bahkan rajanya bertobat. Yesus hadir menjadi tanda bagi manusia zaman kini. Tanda Yesus adalah tanda salib. Dengan tanda salib, Yesus menyingkapkan tanda Allah yang mengasihi manusia tanpa batas. Allah yang mengorbankan Anak-Nya yang Tunggal untuk keselamatan kita. Tetapi banyak orang menolak dan tidak mampu melihat tanda keselamatan ini. Mereka yang tidak percaya akan diadili oleh angkatan sebelumnya. Pada waktu penghakiman zaman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama angkatan ini dan mereka akan menghukumnya. Sebab orang-orang Niniwe itu bertobat waktu mereka mendengarkan pemberitaan Yunus, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Yunus!" Marilah kita yakin dan percaya akan Tanda Salib yang dibawa Yesus untuk mempertobatkan dan menyelamatkan manusia. Berbahagialah mereka yang percaya, karena mereka akan diselamatkan. Membeli oleh-oleh di Pasar Prambanan, Wadahnya Kong Ghuan rasanya rengginan. Tanda Salib adalah tanda kemenangan, Daripadanya kita memperoleh keselamatan. Wonogiri, tanda salib tanda cinta Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 13 Oktober 2024
Minggu Biasa XXVIII Markus 10: 17-30 KALAU kita berwisata ke Bali, kita bisa mengunjungi Sangeh Monkey Forest. Sebuah kawasan wisata alam yang banyak dijumpai monyet berbulu panjang. Tetapi harap berhati-hati dengan barang bawaan anda. Monyet-monyet itu sangat tertarik dengan tas, HP, kacamata atau topi anda. Mereka dengan cekatan bisa mengambil barang-barang itu. Para pemandu sudah tahu caranya bagaimana barang-barang dilepaskan oleh monyet-monyet nakal itu. Orang Afrika pandai sekali menangkap monyet. Mereka punya cara unik untuk menjebak monyet-monyet. Mereka menanam sebuah botol yang lehernya panjang di dalam tanah. Botol itu diberi kacang kesukaan para monyet. Ketika monyet-monyet mencium aroma kacang, mereka akan memasukkan tangannya ke dalam botol. Karena menggenggam kacang, tangan monyet tidak bisa keluar dari botol. Dia terjebak di situ karena tak mau melepaskan genggaman kacang di tangannya. Penduduk menangkap monyet yang hanya bisa “ungkag-ungkeg dan kethap-kethip” itu. Datanglah orang muda kaya raya. Ia bertanya kepada Yesus bagaimana memperoleh hidup kekal? Yesus menyuruh orang muda itu melakukan 10 perintah Allah seperti yang diajarkan Nabi Musa. Ia membenarkan diri dan bilang, "Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku." Tetapi Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya, lalu berkata kepadanya: "Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." Mendengar perkataan itu ia menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyak hartanya. Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya di sekeliling-Nya dan berkata kepada mereka: "Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah." Orang muda itu seperti monyet yang tidak mau melepaskan kacang di genggamannya. Ia akan ditangkap orang dan tidak akan selamat. Apalah artinya kekayaan jika tidak menyelamatkan? Apa artinya memiliki segalanya jika tidak selamat dunia akherat? Sangat membahagiakan jika kita mau berbagi. Ke Semarang naik metro mini, Badan pegal, perut selalu bunyi. Hanya kalau kita mau berbagi, Hidup kita akan semakin berarti. Wonogiri, hidup itu berbagi Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 12 Oktober 2024
Sabtu Biasa XXVII Lukas 11:27-28 SUATU kali seorang wartawan bertanya, “Apakah Valentino Rossi berangkat ke sini tadi naik motor Yamaha?” Tetapi Rossi menjawab, “Yang aku naiki adalah motor yang ‘semakin di depan’ laju kencangnya.” Apakah dengan begitu Rossi menolak bahwa ia memakai motor Yamaha? Tidak!! Dia justru menegaskan bahwa motor yang dipakai selalu di depan dari motor yang lainnya. Motor yang semakin di depan itu ya Yamaha. Itulah motto dari iklan motor yang dipakai pembalap Italia yang legendaris itu. Ada orang yang memperdebatkan bahwa Yesus menolak Maria sebagai ibunya dengan perkataan, “Tetapi Ia berkata, “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan memeliharanya.” Oleh orang itu kata “Tetapi” ditafsirkan sebagai penolakan atau kebalikannya. Kata “Tetapi” itu mau menunjukkan perbedaan pandangan antara Yesus dengan orang banyak. Bukan menolak subyek yang sedang dibicarakan. Subyek pembicaraan tetap “Ibu yang telah mengandung Engkau.” Yesus justru memperluas makna dari Ibu yang telah menyusui Engkau dengan berkata “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.” Secara tidak langsung, Yesus justru menunjuk bahwa Maria adalah wanita yang berbahagia karena dia mendengarkan firman Allah dan setia memeliharanya. Dan lagi, Yesus memperluas sebutan ibu bukan hanya berdasarkan relasi hubungan darah, tetapi siapa pun orang yang mendengarkan sabda Tuhan dan melaksanakannya, dialah ibu-Ku, dialah saudara-saudari-Ku. Mereka itulah yang disebut berbahagia. Yesus tidak bermaksud mengabaikan atau pun menyangkal ibu-Nya. Tetapi Dia menegaskan bahwa setiap orang yang mendengarkan sabda Tuhan dan melakukannya, mereka (juga termasuk Maria sendiri) adalah ibu atau saudara Yesus. Kita semua bisa menjadi saudara Yesus, walau kita bukan keturunan Maria secara lahiriah, jika kita mau mendengarkan firman Tuhan dan tekun melaksanakannya dalam hidup sehari-hari. Itulah ajakan yang ditawarkan Yesus kepada kita semua. Ada monyet pandai manjat kelapa, Tetapi dia jarang minum kelapa muda. Bukan harta atau tahta yang buat bahagia, Tetapi tekun dan setia melaksanakan sabda. Wonogiri, menjadi pelaksana sabda Rm. A. Joko Purwanto, Pr Ketika Yesus masih berbicara, berserulah seorang perempuan dari antara orang banyak dan berkata kepada-Nya: “Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau.” Tetapi Ia berkata: “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.” Berikut adalah penjelasan yang saya peroleh dari penjelasan the Navarre Bible: “Perkataan ini merupakan pujian kepada sikap batin Bunda Maria. Konsili Vatikan II mengatakan, “Dalam pewartaan Yesus, ia [Maria] menerima sabda-Nya, ketika Puteranya mengagungkan Kerajaan di atas pemikiran dan ikatan akan daging dan darah, dan Ia menyatakan bahagia mereka yang mendengar dan melakukan sabda Allah (lih. Mrk 3:35; Luk 11:27-28), seperti yang dijalankan Maria dengan setia (lih. Luk 2:19 dan 51).” (Konsili Vatikan II, Lumen Gentium 58). Oleh karena itu, dengan menjawab demikian Yesus tidak menolak pujian dari wanita yang berseru memuji Bunda-Nya, melainkan Ia menerima pujian itu dan bahkan menjelaskan lebih jauh bahwa yang menjadikan Maria berbahagia adalah secara khusus adalah karena ia telah mendengarkan firman Tuhan dan melaksanakannya. Maka perkataan-Nya ini adalah pujian kepada ketaatan Maria Ibu-Nya (lih. Luk 1: 38). Ia menerapkan ketaatan itu dalam hidupnya, dengan tulus, dengan murah hati tanpa perhitungan, memenuhi setiap akibatnya, tetapi tanpa keriuhan/ digembar-gemborkan, tetapi secara tersembunyi, dan dalam keheningan pengorbanan setiap hari.” Pujian serupa yang dikatakan Yesus kepada Maria ini juga dikatakan-Nya, ketika Bunda Maria dan para saudara Yesus mencari-Nya pada saat Ia mengajar. Yesus menjawab, “Ibu-Ku dan saudara- saudaraKu ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.” (Luk 8:19, lih. Mat 12:49-50, Mrk 3: 31-35) Di sini Yesus juga tidak bermaksud menghina ataupun menyangkal ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya. Sebaliknya Yesus mengajarkan bahwa barangsiapa yang melakukan kehendak Bapa-Nya adalah anggota keluarga-Nya dalam kerajaan Allah. [Perhatikan bahwa di sini Yesus menggunakan bentuk tunggal pada kata Ibu (jadi bukan ibu- ibu-Ku), sehingga dimaksudkan bahwa kata pujian ‘yang mendengarkan dan melakukan firman Allah’ pertama- tama ditujukan kepada ibu-Nya (Maria) dan saudara- saudara-Nya yang mendengarkan dan melakukan firman Tuhan]. Maka yang Yesus ajarkan di sini adalah keutamaan agar seseorang melakukan kehendak Allah. Ungkapan ini merupakan pujian kepada Bunda Maria, sebab Yesus mengakui bahwa Bunda Maria pertama-tama adalah seseorang yang melakukan kehendak Allah Bapa. Maria pertama- tama telah mengandung-Nya (Sang Firman Allah) dalam hatinya sebelum ia mengandung Kristus Sang Firman di dalam tubuhnya (Yoh 1:14). Ketaatan Maria kepada kehendak Bapa inilah yang menyatukannya dengan Kristus melebihi dari hubungan darah. Maka ayat di atas tidak untuk diartikan bahwa Yesus menyangkal ibu-Nya, melainkan untuk mengatakan bahwa Maria layak untuk dihormati bukan saja karena ia telah melahirkan Yesus tetapi karena ia pertama-tama menaati kehendak Allah. Ketaatan akan kehendak Allah ini tidak terlepas dengan sifat kerendahan hati Bunda Maria ketika ia mengatakan: “Sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Mulai sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia.” (Luk 1:48) St. Bede mengomentari ungkapan kerendahan hati Bunda Maria ini demikian, “Adalah layak, bahwa seperti kematian masuk ke dunia melalui kesombongan Hawa, maka jalan masuk menuju Kehidupan dinyatakan melalui kerendahan hati Maria (St. Bede, In Lucae Evangelium expositio, in loc.). Maka Tuhan menghargai kerendahan hati Maria dengan pengakuan umat manusia akan keistimewaannya. “Segala keturunan akan menyebut aku berbahagia”. Nubuat ini terpenuhi setiap kali seseorang mendoakan doa Salam Maria. Ya, Bunda Maria dihormati di bumi ini sebagai Bunda Tuhan Yesus. Namun sebenarnya penghormatan ini tidak terbatas hanya karena Maria adalah seorang perempuan yang melahirkan Yesus, tetapi terutama karena Maria adalah teladan semua umat beriman untuk mendengarkan firman Allah dan melakukannya. Sebab oleh ketaatannya ini, Tuhan Yesus Sang Juru Selamat dapat datang ke dunia menjadi manusia dan tinggal di tengah- tengah kita (Yoh 1:14). Semoga kitapun dapat meniru teladan Bunda Maria, dengan ketaatan kita dalam mendengarkan firman Tuhan dan melaksanakannya. |
Archives
December 2034
Categories |