Puncta 10 April 2025
Kamis Prapaskah V Yohanes 8: 51-58 SEKARANG ini lagi viral ada kelompok-kelompok agama yang saling tantang-tantangan. Mereka saling mengejek, menghina dan mengklaim diri sebagai kelompok paling hebat dan paling benar dalam menjalankan hidup agamanya. Mereka dengan teriak-teriak menantang satu sama lain untuk berperang. Kebencian disebarkan justru oleh tokoh agama. Permusuhan dipertontonkan kepada masyarakat secara terang-terangan dan terbuka. Kita kaum awam ini lalu bertanya; katanya agama membawa damai dunia akherat, tapi mengapa para pemimpinnya malah menebarkan permusuhan dan kebencian? Agama harusnya membawa keselamatan, tetapi yang muncul justru ketakutan dan kekejaman? Mereka masing-masing menjadi kelompok Followers Pembela Iman. Karena mengklaim diri sebagai kelompok yang paling benar, maka kelompok yang lain adalah musuh dan saingan yang harus dihancurkan. Beginikah pemahaman hidup keagamaan kita? Orang-orang Yahudi dengan keras menolak Yesus. Mereka bahkan menganggap Yesus kerasukan setan. Namun Yesus bilang bahwa Dia tidak kerasukan setan. Dia menghormati Bapa yang mengutus-Nya. Kehadiran-Nya untuk membawa warta keselamatan dan kehidupan kekal. “Sesungguhnya barangsiapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya." Inilah janji keselamatan dan hidup kekal, karena percaya kepada-Nya. Orang yang mengenal Tuhan pasti hidupnya membawa damai, sukacita, kebahagiaan dan kesejahteraan bagi sesama. Semakin mengenal Tuhan akan semakin rendah hati, damai dan tenang dalam membawakan diri. Tidak mengancam, menebar ketakutan, menyerang dengan kebencian dan memusuhi orang lain. Makna “Agama Rahmatan lil 'Alamin” adalah agama yang kehadirannya di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam semesta. Mari kita membawa damai dan kasih sayang, bukan kebencian dan permusuhan. Kalau dunia tidak ada seekor lebah, Maka tidak akan ada bunga-bunga indah. Kalau kita semakin mengenal Allah, Kita makin jadi manusia pembawa berkah. Wonogiri, membawa berkah Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments
Puncta 9 April 2025
Rabu Prapaskah V Yohanes 8: 31-42 PRABU Basudewa dari Mandura mempunyai istri Dewi Maerah. Ketika ditinggal berburu di hutan berbulan-bulan, Maerah memadu kasih dengan Raja Kiskendapura, Prabu Gorawangsa. Mereka punya anak bernama Kangsadewa. Kangsa berperilaku “brangasan adigang adigung, adiguna” serakah, sombong, sewenang-wenang dan kejam terhadap orang kecil. Dia merasa memiliki hak waris dari Kerajaan Mandura. Maka dia memaksa Raja Basudewa mengadakan pertandingan “Adu Jago.” Pertandingan ini sebetulnya hanya bahasa halus untuk melengserkan raja. Kangsa ingin menggantikan kedudukan “ayahnya” menjadi raja. Ia menantang raja untuk bermain adu jago. Kalau Basudewa kalah, maka dialah yang akan menjadi raja. Jagonya bukan ayam tetapi manusia. Pewaris Mandura sebenarnya adalah Kakrasana, Narayana dan Dewi Bratajaya yang disembunyikan di Widara Kandang. Mereka ikut nonton adu kesaktian di arena. Kangsa akhirnya mati oleh panah Permadi karena rayuan Bratajaya dalam gelanggang adu jago yang dibuatnya sendiri. Yesus bersoal jawab dengan orang-orang Yahudi tentang keturunan Abraham dan keturunan Allah. Orang Yahudi merasa sebagai ahli waris Abraham. Mereka menganggap sebagai orang-orang yang dekat dengan Allah seperti Abraham dan nenek moyang mereka. Tetapi Yesus membantah mereka, "Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham. Tetapi yang kamu kerjakan ialah berusaha membunuh Aku; Aku, seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang Kudengar dari Allah; pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham.” Apa yang mereka lakukan justru berlawanan dengan apa yang dikerjakan Yesus. Mereka mengaku sebagai anak-anak Allah tetapi tidak mengerjakan apa yang diperintahkan Allah. Sama seperti Kangsa yang mengaku ahli waris Mandura tetapi justru ingin membunuh Basudewa dan keturunannya. Jika mereka adalah anak Allah, seharusnya mereka mendengarkan dan melaksanakan seperti yang dikerjakan Yesus. seharusnya mereka menerima Dia yang diutus Allah, bukan malah menolak dan membunuh-Nya. Kalau kita mengaku menjadi murid Yesus, Sang Anak Allah, apakah kita sudah bersungguh-sungguh melaksanakan perintah-Nya? Mendaki gunung, bukit dan lembah, Menikmati indahnya hamparan bunga. Kita ini sungguh-sungguh anak Allah, Jika setia mengikuti Kristus, Firman-Nya. Wonogiri, setia ikut Yesus Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 8 April 2025
Selasa Prapaskah V Yohanes 8: 21-30 SUATU kali saya ketemu salah seorang umat di Jakarta. Saya bertanya asalnya dari mana. Dia menjawab, “Dari Solo, Romo.” Saya kejar lagi, “Solonya mana Pak?” Dia menjawab, “Wonogiri kok Romo.” Karena penasaran, saya lanjut bertanya lagi, “Wonogirinipun pundi Pak?” Orang itu tersipu-sipu berkata, “Pracimantoro aslinipun Romo.” Jarak Solo ke Pracimantoro kurang lebih ya 65 kilometer. Kadang kita malu menyebut asal usul kita karena dari daerah pelosok yang jauh. Kita sembunyikan daerah asal dengan menyebut dari Kota Solo. Namun demikian, logat bahasa dan tutur kata yang khas tidak bisa disembunyikan. Yesus dengan terus terang menjelaskan asal-usul-Nya. “Kamu berasal dari bawah, Aku dari atas; kamu dari dunia ini, Aku bukan dari dunia ini.” Yesus mewahyukan jati Diri-Nya. Ia dengan tegas memperkenalkan dari mana Dia datang. Yesus mengungkapkan bahwa “Akulah Dia.” Pengenalan ini sama ketika Allah mewahyukan Diri-Nya kepada Musa, “Akulah Yang Ada.” Yesus membuka Diri-Nya berasal dari Allah. Maka barangsiapa percaya kepada-Nya akan memperoleh hidup kekal. Dia berkata, “Jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu.” Satu-satunya jalan agar kita memperoleh hidup adalah percaya kepada-Nya. Karena Yesus datang dari Allah dan menghadirkan kehendak-Nya bagi dunia, yakni ingin menyelamatkan manusia. Perutusan Yesus adalah membawa misi Allah. Ia datang bukan atas kehendak-Nya sendiri. Tetapi diutus oleh Bapa untuk melaksanakan kehendak-Nya. Ketaatan-Nya mati di salib menjadi bukti bahwa Yesus datang melaksanakan kehendak Bapa-Nya. Maka Dia berkata sebelum mati di salib, “Sudah selesai.” Jangan sampai kita mati menggendong dosa karena tidak percaya kepada Yesus. Kalau kita percaya kepada-Nya, kita akan memperoleh hidup yang sejati. Percaya menjadi jalan keselamatan kita. Apakah kita mau percaya kepada-Nya? Jawaban kita menentukan keselamatan kita. Ke dapur ambil pisang rebus, Masih panas ditaruh di atas meja. Dengan percaya kepada Yesus, Kita dibawa dari dunia ke sorga. Wonogiri, Kuatkan imanmu dan percayalah Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 7 April 2025
Senin Prapaskah V Yohanes 8: 1-11 NASEHAT dari lagu Jawa: “Enthik-enthik, patenana si penunggul. Gek dosane apa. Dosane ngungkul-ungkuli. Dhi aja dhi sedulur tuwa kuwi malati”. Nenek moyang kita memakai jari jari untuk memberi nasehat. Jari jemari adalah gambaran lima orang anak dalam keluarga. Anak sulung namanya Jempol. Kedua, namanya Penuding. Ketiga namanya Panunggul. Keempat bernama Si Manis dan yang bungsu bernama Jentik. Setiap hari mereka bekerja membantu orangtuanya, bahu membahu satu sama lain, semua pekerjaan dikerjakan secara bersama-sama, berat sama diangkat, ringan sama dijinjing. Ke mana-mana mereka pun selalu bersama. Bahkan bisa dikatakan mereka sangat rukun dan bahagia. Suatu hari setelah mereka kerja keras, Penunggul melihat agar-agar yang lesat segar. Diambillah agar-agar itu dan dimakan sendiri. Penuding sangat marah. Begitupun Si Manis dan Jentik marah sekali. Dengan geram Penuding berkata kepada Jentik, "Enthik, Enthik, Patenana Si Penunggul ( Jentik, Jentik, bunuhlah Penunggul ). Jentik menjawab, ”Gek dosane apa?” (Apa dosanya?) Manis berkata, “dosane ngungkul-ungkuli.” (Dosanya selalu mengalahkan yang lain). Mendengar kata-kata Manis itu, Jempol menasehati, “Aja Dhi, aja dhi, sedulur tuwa malati,” ( Jangan, ya Dik, saudara tua itu bisa membawa tuah ). Semua saudara mendengarkan kata-kata Jempol. Mereka pun mengampuni Penunggul, serta menghargai semua kata-kata dari saudara yang lebih tua dan selanjutnya mereka hidup rukun damai sejahtera. Kita mudah sekali ingin menghukum dan mengadili orang lain. Sama seperti orang-orang Farisi yang ingin melempari batu perempuan yang berzinah. Tetapi Yesus menunjukkan sikap Allah yang mengampuni. Seperti Jempol yang menasehati saudara-saudaranya agar tidak menghukum si Panunggul, demikianlah Allah juga mengampuni semua orang yang berdosa. "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." Marilah kita suka mengampuni orang yang bersalah pada kita. Lebaran sudah hampir usai, Arus balik sudah akan mulai. Tuhan hanya ingin mengasihi, Siapapun kita tanpa terkecuali. Wonogiri, Kasih-Mu abadi ya Tuhan Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 6 April 2025
Minggu Prapaskah V Yohanes 8: 1-11 MASIH ingat Film berjudul “Tilik” (artinya; Menjenguk Pasien). Ceritanya, Bu lurah sakit. Warga ingin menjenguk di rumah sakit. Dalam perjalanan mereka menggosipkan Dian, kembang desa yang dianggap “cewek gatal.” Bu Tejo, tokoh utama dalam film itu membeberkan sepak terjang Dian yang dianggap meresahkan keutuhan keluarga. Dian dianggap sebagai cewek penggoda para suami. Gaya hidupnya yang mewah dan tingkah lakunya yang mencurigakan menjadi bahan omongan ibu-ibu di desa. Dian diadili lewat gosip-gosip yang disebarkan. Dia dituduh sebagai cewek matre, keluar masuk hotel, bergaya hidup mewah, hamil di luar nikah dan macem-macem. Semua tuduhan itu meluncur dari omongan liar di jalanan. Kendati hanya film, tetapi itulah gambaran yang tidak jauh dari keadaan sebenarnya. Kita umumnya mudah sekali menghakimi seseorang. Kita mudah sekali menghukum dan mengadili orang yang bersalah, seolah kitalah yang paling benar. Itulah yang terjadi dengan perempuan yang ketahuan berzinah. Mereka ingin menghukumnya dengan melempari batu sampai mati. Kasus ini dihadapkan pada Yesus. Mereka ingin tahu bagaimana sikap Yesus. Siapa tahu mereka bisa menjebak dan menyalahkan-Nya. Yesus berkata, "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” Jawaban itu menohok mereka. Tak ada yang berani menghukum wanita itu. Siapa yang tidak berdosa di antara kita? Itulah sikap Allah terhadap pendosa. Ia tidak menghukum tetapi mengampuni. Ia tidak menuntut tetapi memberi kesempatan. "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." Pengampunan Allah lebih besar dari dosa-dosa kita. Bagaimana dengan kita? Masihkah kita lebih suka menghukum orang sementara kita sendiri juga orang yang berdosa? Jalan-jalan ke Wonogiri, Jangan lupa membeli bakmi. Kasih Allah itu mengampuni, Hidup kita jadi sangat berarti. Wonogiri, Tuhan Maha Pengampun Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 5 April 2025
Sabtu Prapaskah IV Sabtu Imam Yohanes 7: 40-53 KITA kebanyakan pernah mengalami ditolak, dihakimi, difitnah dan dijelek-jelekkan orang. Apalagi kalau menjadi publik figure seperti romo, suster, bahkan uskup pun tidak jarang difitnah dengan keji. Orang mudah sekali menyebarkan berita bohong, fitnah dan mengadili di media sosial tanpa mencari kebenarannya lebih dahulu. Banyak korban tidak bisa membela diri kalau sudah diadili di medsos. Kalau hati sudah ditutupi kebencian, iri dan dengki, maka segala sesuatu akan dipandang secara negatif. Medsos lalu menjadi panggung penghakiman. Semua orang merasa berhak menjadi hakim. Begitulah suasana yang dihadapi oleh Yesus. Dia menjadi bahan pertentangan dan perbantahan banyak orang. Ada yang pro, tetapi juga ada yang kontra, melawan dengan keras. Mereka adalah kaum Farisi dan pemimpin-peminpin bangsa Yahudi, serta para imam kepala. Mereka mempengaruhi orang banyak, juga para penjaga atau prajurit. Bahkan mereka memakai ayat-ayat Kitab Suci yang menyatakan bahwa Mesias tidak datang dari Galilea. "Bukan, Mesias tidak datang dari Galilea! Karena Kitab Suci mengatakan, bahwa Mesias berasal dari keturunan Daud dan dari kampung Betlehem, tempat Daud dahulu tinggal." Kaum Farisi dan imam-imam kepala itu memprovokasi orang agar menghukum Yesus dan menangkap-Nya sebagai pembuat kerusuhan atau kegaduhan. Namun di tengah orang banyak, masih ada pribadi dengan pikiran jernih dan jujur. Dialah Nikodemus. Ia berkata untuk membela Yesus, "Apakah hukum Taurat kita menghukum seseorang, sebelum ia didengar dan sebelum orang mengetahui apa yang telah dibuat-Nya?" Kalau kita menghadapi kasus seperti ini, sikap manakah yang akan kita pilih? Bertindak seperti kaum Farisi, para imam kepala yang suka menghakimi atau berpikir jernih dan bijaksana seperti Nikodemus? Pak Tani pagi-pagi sudah pergi ke sawah, Untuk melihat kesuburan tanaman padi. Apakah kamu tidak pernah berbuat salah, Sehinggai kamu merasa berhak mengadili? Wonogiri, bertindaklah bijaksana, jangan didasari rasa benci Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 4 April 2025
Jum’at Prapaskah IV Yohanes 7: 1-2.10.25-30 PADA hari Jum’at Agung, 14 April 1865, Lincoln dibunuh di teater Ford di Washington DC oleh seorang aktor bernama John Wilkes Booth. Dialah presiden Amerika yang dibunuh saat sedang menjabat dan berjuang mempersatukan Bangsa Amerika dari perang saudara. Lincoln sangat berjasa karena menghapus sistem perbudakan, memperjuangkan hak asasi manusia dan menyatukan Amerika dari konfederasi dan perang saudara. Dia dicintai dan dihormati sebagai Bapak Pemersatu Amerika. Tetapi ada juga kelompok-kelompok yang tidak menyukai sepak terjangnya. Salah satunya adalah John Wilkes Booth yang tiba-tiba menyelinap di panggung saat Abraham Lincoln dan istrinya sedang melihat pertunjukan teater dan menembaknya. Dalam pandangan Booth, Lincoln adalah musuh negara bagian Selatan. Lincoln dihormati rakyat Amerika sekaligus dimusuhi oleh lawan-lawannya. Ia dihargai oleh banyak orang tetapi juga dibenci. Perjuangannya tetap dikenang sampai sekarang. Kehadiran Yesus membawa pertentangan dan perbedaan sikap di antara banyak kalangan. Ada yang mempercayai, tetapi ada juga yang menghojat-Nya. Simeon telah menubuatkan dari awal, bahwa Yesus akan menjadi tanda perbantahan di antara banyak kalangan. Kaum kecil, miskin terpinggirkan, para pendosa dan pemungut cukai suka datang kepada-Nya. Yesus adalah tanda keberpihakan Allah kepada mereka. Tetapi Kaum Farisi, pemimpin rakyat, para ahli kitab menganggap Yesus adalah musuh, saingan dan pemberontakan. Mereka berkonspirasi untuk menyingkirkan Yesus. Bagi Yesus, perlawanan dan penolakan mereka tidak penting. Ia hanya fokus pada tugas perutusan Allah yakni mewartakan kebenaran dan cintakasih Bapa yang ingin menyelamatkan manusia. Tugas kenabian-Nya penuh resiko penolakan. Tetapi Dia tidak mundur demi melaksanakan kehendak Bapa. Bagaimana dengan kita? Opor ayam dicampur udang, Kuahnya kental penuh santan. Banyak tantangan menghadang, Tetap satu hati dalam perutusan. Wonogiri, terus teguh berjuang Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 3 April 2025
Kamis Prapaskah IV Yohanes 5: 31-47 SEBUAH nasehat sering disampaikan kepada kita berbunyi, “Lebih baik menyalakan lilin kecil di tengah kegelapan daripada mengutuki kegelapan”. Hidup harus bisa berguna menjadi cahaya bagi sesamanya. Tidak hanya mengeluh dan meratapi keadaan yang gelap. Tindakan sekecil apapun yang dapat memberi pencerahan di sekitar kita akan sangat bermanfaat, daripada kita hanya mengeluh dan menyesali kegelapan. Membuang sampah di tempat yang disediakan misalnya adalah contoh nyata. Membiasakan budaya antri, taat aturan di jalanan, membiasakan disiplin atau tepat waktu adalah tindakan-tindakan kecil yang bisa menerangi kehidupan bersama. Tindakan itu seperti sebuah pelita yang bernyala di tengah kegelapan. Yesus menunjukkan kepada orang banyak bahwa Yohanes adalah pelita yang bernyala di tengah kegelapan. Dia memberi kesaksian tentang kebenaran. Tetapi orang-orang tidak mau mempercayainya. Begitu pula dalam Perjanjial Lama, Allah mengutus Musa sebagai pembawa terang bagi Bangsa Israel. Tetapi mereka sering menyeleweng dan mencari jalannya sendiri. Yesus hadir sebagai Terang, namun manusia tidak mau menerima-Nya. Allah sendiri nanti yang akan menjadi hakim bagi mereka yang tidak mau mendengarkan pewartaan-Nya. Allah telah mengutus nabi-nabi untuk mengingatkan kita. Ia juga telah mengutus Putera-Nya sendiri agar kita percaya. Yesus juga menyuruh kita menjadi pelita bagi dunia sekitarnya. “Kamu adalah Terang Dunia. Kamu adalah garam dunia.” Dengan teladan Yesus, marilah kita menjadi pelita dan garam di tengah masyarakat. Garam walau sedikit berguna bagi masakan. Pelita walau kecil jadi penerang di sekitarnya. Teladan sederhana berguna bagi kehidupan. Jadikan hidupmu agar bisa berguna bagi sesama. Wonogiri, jadilah pelita yang bernyala Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 2 April 2025
Rabu Prapaskah IV Yohanes 5: 17-30 ADA pepatah Jawa mengatakan, ”Kacang mangsa ninggala lanjaran.” Tanaman kacang panjang itu membutuhkan “lanjaran” atau bambu penopang yang memungkinkan dia menjalar ke atas. Tanpa lanjaran itu, tanaman kacang tidak bisa tumbuh dengan baik. Maka dia tidak mungkin meninggalkan lanjaran tempatnya hidup. Makna dari pepatah ini mau mengatakan bahwa seorang anak akan tumbuh baik jika dia hidup bersatu dengan penopangnya yaitu keluarga; ayah dan ibunya. Sifat atau karakter seorang anak tidak akan jauh dari ayah ibunya. Pepatah lain berkata, “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.” Karakter seorang ayah atau ibu akan ditiru oleh anak-anak sebagai buahnya. Yesus menjelaskan pada orang banyak yang tidak mempercayai-Nya tentang karya dan perutusan-Nya. “Sesungguhnya Anak tidak mengerjakan sesuatu dari dirinya sendiri, jikalau ia tidak melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak”. Tingkah laku seorang anak bisa mencerminkan kelakuan bapaknya. Apa yang dikerjakan anak seringkali meniru atau mencontoh perilaku ayahnya. Yesus berasal dari Allah, maka Ia mengerjakan apa yang dikerjakan Bapa-Nya. Ia menunjukkan bahwa Allah masih tetap bekerja sampai sekarang melalui karya-karya yang dikerjakan Yesus. Allah menyembuhkan orang sakit, mengusir setan, mengampuni dosa dan membangkitkan orang mati. Itulah karya Allah dalam Diri Yesus. Dengan melihat dan percaya kepada Yesus, kita juga percaya kepada Allah yang mengutus Dia. Dengan menghormati Yesus, kita juga menghormati Allah Bapa. Yesus sebagai Anak dan Allah sebagai Bapa adalah sama. Dengan percaya kepada-Nya, kita memeproleh hidup kekal. Maukah kita percaya? Ke warung minum jus, Sambil makan pisang gorengnya. Jika kita mengenal Yesus, Kita juga akan mengenal Bapa. Wonogiri, mari kita terus berkarya Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 1 April 2025
Selasa Prapaskah IV Yohanes 5: 1-3a. 5-16 PENDERITAAN yang terlalu lama membuat orang patah semangat, tidak berdaya dan “mager” malas bergerak untuk maju. Ia mudah mencari kambing hitam untuk menyalahkan keadaan atau menyalahkan orang lain yang tidak mau menolongnya. Inilah pengalaman orang lumpuh yang sudah 38 tahun berada di dekat kolam Betesda. Bayangkan 38 tahun selalu gagal mencapai tepi kolam untuk menyentuh air yang bergoncang. Betapa ia mengalami kesedihan dan keputus-asaan yang panjang!! Maka ketika Yesus bertanya, “Maukah engkau sembuh?” Ia menjawab dengan mengeluh dan menyalahkan orang lain. "Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku." Dalam keadaan putus asa, kita juga sering menyalahkan orang lain, keadaan sekitar atau bahkan Tuhan. “Mengapa Tuhan tidak bertindak? Mengapa Tuhan membiarkanku?” Tuhan pasti akan bertindak. Yesus menyuruh orang itu berdiri dan mengangkat tilamnya. "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah." Dan pada saat itu juga sembuhlah orang itu lalu ia mengangkat tilamnya dan berjalan. Tetapi hari itu hari Sabat. Ia menyembuhkan bahkan pada saat tidak boleh berbuat sesuatu pada hari Sabat. Maka peristiwa ini menimbulkan polemik dan masalah. Di kalangan orang Farisi dan ahli Taurat, Yesus diangap melanggar aturan Sabat. Tetapi Yesus justru menegaskan Allah berkarya sampai sekarang. "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." Makin bencilah mereka karena Yesus menyamakan diri-Nya dengan Allah. Ia dituduh menghojat Allah. Dengan peristiwa ini makin ditegaskan siapakah Yesus sebenarnya. Ia adalah Allah yang berkuasa atas hidup dan waktu kita. Ia terus berkarya sepanjang zaman. Ia menyembuhkan dan menghidupkan. Tak dibatasi oleh aturan manusia tentang hari Sabat. Ia berkuasa atas hari Sabat. Nilai moral dari peristiwa di Betesda adalah jangan mudah menyerah. Never Give Up! Tetap semangat dan jangan malas karena Tuhan terus berkarya. Ia pasti menolong kita. Burung cendrawasih bulunya indah, Berkicau di atas dahan yang rindang. Jangan mudah menyerah pasrah, Hadapi tantangan yang menghadang. Wonogiri, tetap semangat Rm. A. Joko Purwanto, Pr |
Archives
December 2034
Categories |