Paroki St. Yohanes Rasul Wonogiri
  • Home
  • Profil Paroki
  • Katekese
  • Pelayanan
  • Berita Paroki

katekese

Credo

2/28/2025

0 Comments

 
CREDO (artinya, aku percaya: tanggapan atas pewahyuan diri Allah yang berlangsung dalam sejarah) adalah syahadat iman yang memuat pokok-pokok iman kepercayaan Gereja Katolik. Kita seringkali mengucap kembali iman kepercayaan tersebut, tetapi belum tentu memahami seluruh isi iman kita itu. Untuk itu, saya mengajak untuk mengeksplorasi kembali intisari pemahaman dan juga persoalan-persoalan pokok syahadat iman kita.

Dalam rumusan credo terungkap inti iman Katolik, bahwa kita percaya pada: Allah Bapa, Allah Putera, dan Allah Roh Kudus. Tak terlupa, kita pun percaya bahwa Allah menganugerahkan rahmat melalui Gereja.

Kita mengimani bahwa Allah sungguh mahabaik dan penuh perhatian terhadap ciptaan-Nya. Seluruh misi-Nya semata-mata hanyalah demi menjadikan manusia sebagai putra-Nya. Hingga, akhirnya Ia mengutus Putera-nya yang tunggal sebagai pemenuhan janji keselamatan, memulihkan kembali martabat manusia menjadi putera-Nya. Roh Kudus pun dianugerahkan-Nya kepada orara Rasul dan Gereja untuk menemani kita berziarah di dunia ini. Inilah inti kebenaran iman yang terdapat dalam rumusan Syahadat Aku Percaya.
 
Sejarah singkat Credo
Yesus sama sekali tidak meninggalkan warisan tertulis yang dapat dijadikan pegangan oleh para Rasul. Akan tetapi, Yesus mewariskan Roh Kudus-Nya (Kisah Para Rasul 2:1-13). Ia tidak membiarkan murid-Nya kebingungan karena Roh Kudus inilah yang mengajar dan mengingatkan para rasul tentang semua yang Yesus katakan kepada mereka (Yohanes 14:26).

Begitulah, muncul beberapa pokok pernyataan iman yang dalam perkembangan sejarah dirumuskan menjadi credo. Tepatnya, sejak abad kedua, syahadat ini sudah dirumuskan. Demikian, syahadat yang paling kuno adalah Syahadat Para Rasul (syahadat pendek) yang biasa kita ucapkan saat Perayaan Ekaristi atau saat doa Rosario.  Sedangkan Syahadat Panjang secara resmi disebut sebagai Syahadat Nicea Konstantinopel yang dirumuskankan dalam Konsili Nikea (tahun 345) dan Konsili Konstantinopel Pertama (tahun 381). Syahadat panjang itu dirumuskan untuk mengembalikan pandangan iman yang benar, yang sempat diselewengkan oleh  para bidaah (ajaran sesaat).
​
Dalam Liturgi, sejak abad ke lima, Gereja Timur menggunakan syahadat panjang dalam ekaristi. Gereja Barat kemudian mengikuti tradisi ini. Sementara itu, syahadat pendek di Gereja Barat hanya digunakan dalam liturgi baptis. Sejak abad ke sembilan diundangkan bahwa syahadat panjang digunakan dalam  misa, syahadat pendek digunakan dalam baptisan. Baru pada tahun 1970 (Missale Romanum), keduanya boleh digunakan dalam misa. 

​Oleh Romo Heribertus Budi Purwantoro, Pr
0 Comments



Leave a Reply.

    Archives

    December 2034
    June 2025
    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    February 2024
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    July 2021

    Categories

    All
    Hello Romo!
    Katekese
    Puncta
    Rubrik Alkitab

    RSS Feed

Site powered by Weebly. Managed by Rumahweb Indonesia
  • Home
  • Profil Paroki
  • Katekese
  • Pelayanan
  • Berita Paroki