Puncta 31 Agustus 2025
Minggu Biasa XXII Lukas 14:1.7-14 MARI kita belajar dari nasehat nenek moyang kita dalam untaian tembang Pangkur: Jinejer ing Weddhatama. Mrih tan kemba kembenganing pambudi Mangka nadyan tuwa pikun. Yen tan mikani rasa. Yekti sepi sepa lir sepah asamun Samangsane pakumpulan. Gonyak-ganyuk nglelingsemi. Nggugu karsane priyangga. Nora nganggo peparah lamun angling Lumuh ingaran balilu. Uger guru aleman. Nanging janma ingkang wus waspadeng Semu Sinamun samudana Sesadoning adu manis. Artinya: Disajikan dalam serat Wedhatama. Agar jangan miskin pengetahuan Walaupun sudah tua pikun. Jika tidak memahami rasa sejati (batin) Niscaya kosong tiada berguna bagai ampas. Percuma sia-sia. Di dalam setiap pertemuan sering bertindak ceroboh memalukan. Mengikuti kemauan sendiri. Bila berkata tanpa dipertimbangkan (asal bunyi) Namun tak mau dianggap bodoh. Selalu berharap dipuji-puji (sebaliknya) Ciri orang yang sudah memahami (ilmu sejati) tak bisa ditebak, berwatak rendah hati. Selalu berprasangka baik pada sesama. Yesus diundang dalam sebuah pesta oleh orang Farisi. Tapi undangan itu bukan karena menghormati, tetapi ingin melihat kalau-kalau Yesus berbuat suatu kesalahan. Yang datang pasti banyak golongan Farisi, orang-orang kaya dan terhormat. “Semua yang hadir mengamat-amati dia dengan saksama.“ Sudah jelas undangan ini adalah cermin besar untuk mencari kesalahan yang dilakukan Yesus. Dalam pesta itu Yesus meninggalkan pesan, “Jangan sibuk mengundang orang Farisi yang hanya mengajak kelompoknya yang kaya-kaya, elit dan glamour. Kalau mau undang pesta, undanglah orang miskin.” Orang-orang yang sibuk berebut kursi kehormatan pasti merasa tersinggung, ditegur dengan keras. Malah tuan rumah juga mendapat teguran. Yesus tidak sedang mengajar etika moral kepada orang Farisi. Tetapi Dia mengajar tentang keselamatan. Orang yang diselamatkan adalah orang yang mau merendahkan diri di hadapan Allah. Sama seperti Yesus bercerita tentang dua orang yang berdoa di Bait Suci. Yang satu orang Farisi, satunya adalah pemungut cukai. Orang Farisi itu berpikir bahwa dia sempurna dan tidak membutuhkan pertolongan Allah. Namun pemungut cukai tahu bahwa dia tidak sempurna dan membutuhkan pertolongan Allah. Dia dengan rendah hati memohon Allah untuk mengampuninya. Marilah kita bersikap rendah hati dan tidak menyombongkan diri, merasa paling sempurna dan paling hebat sendiri. Ke alun-alun lihat kobaran api, Sambil duduk di pinggir rerumputan. Mari membangun sikap rendah hati, Tak terlena pujian, tak surut oleh hinaan. Wonogiri, semoga Indonesia aman Rm. A.Joko Purwanto,Pr
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
December 2034
Categories |