Puncta 4 Oktober 2025
Pw. St. Fransiskus Asissi Sabtu Imam Lukas 10:17-24 Saya baru selesai menyeduh kopi ketika seorang teman lama menelpun. Dia mengatakan akan datang berkunjung. Kebetulan saya sedang luang sehingga tidak ada alasan untuk menolaknya. Dia juga seorang imam, hanya beda tahun tahbisan dengan saya. Kami mengobrol asyik di teras belakang paroki. Setelah menyeruput kopinya, dia bercerita tentang keluarganya dan perjalanannya sampai menjadi imam. Ia berasal dari desa yang cukup jauh dari kota, sehingga merasa sebagai orang udik. Secara ekonomi keluarganya sederhana, tidak kaya, tapi selalu menolak dikatakan miskin. Orang tuanya buruh tani dan bekerja serabutan, sehingga penghasilannya tidak menentu. Sangat tergantung dari orang yang membutuhkan tenaganya. Berulang kali dia mengatakan sangat bersyukur bisa sekolah di Seminari. Semua karena bantuan dari paroki. Orang tuanya tidak mampu untuk membiayai. Sebelum masuk Seminari dia bekerja sambil sekolah. Pastor paroki bermurah hati mempekerjakan dia di pasturan. Tugasnya seperti kosterlah. Apa saja dikerjakan di luar jam sekolah. Dari menjadi koster itulah keinginannya untuk menjadi imam tumbuh. Dia menceritakan juga bagaimana dia berjuang dengan tekun, hingga akhirnya ditahbiskan menjadi imam. Saya tercekat mendengarkan kisah hidupnya. Tetapi dia meyakinkan saya bahwa kerja keras itu bukan yang utama. “Hanya karena kebaikan dan kasih Tuhan saja, saya bisa menjadi seperti sekarang ini,” dia menegaskan dengan sangat yakin. “Siapakah aku ini sampai dianugerahi kuasa ilahi untuk mempersembahkan Ekaristi, mengubah hosti menjadi Tubuh Kristus dan anggur menjadi Darah Kristus? Aku orang hina yang tidak pantas, tetapi dikasihi Tuhan.” Dia mengakhiri kisahnya, terdiam sebentar dan menyelesaikan tegukan terakhir kopinya. *** Ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata: "Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu." Namun Yesus mengingatkan, “Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu. Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga." Semua itu berasal dari Allah. Kalau bukan karena kebaikan Allah, tak mungkinlah kami mampu melakukan tugas perutusan ini. Maka dibutuhkan kerendahan hati dan ketulusan. Kami sadar bahwa kuasa tahbisan itu adalah anugerah dan bukan hasil kehebatan kami. Kuasa itu diserahkan kepada Yesus oleh Bapa dan tak seorang pun dapat memperolehnya kalau tidak diberikan oleh Yesus dan kepada siapa Yesus berkenan menyatakan hal itu. Kuasa itu melulu anugerah. Bukan karena jasa dan kehebatan kita. Menjadi utusan Tuhan adalah berkat. Kita menjalani dengan tulus ikhlas dan sukacita, niscaya berkat Tuhan juga melimpah. Aku menulis pantun jenaka, Dikiranya itu adalah kejadian nyata. Kita adalah hamba tanpa jasa, Mendapat kasih karunia tak terhingga. Wonogiri, syukur atas imamat mulia Rm. A.Joko Purwanto, Pr
0 Comments
Leave a Reply. |
Archives
December 2034
Categories |