|
Puncta 20 September 2025
Pw. St. Andreas Kim Taegon, Imam Paulus Chong Hasang dkk, martir Lukas 8:4-15 DALAM kunjungan pastoral ke keluarga-keluarga di lingkungan, kami menemukan iman yang tumbuh subur dalam keluarga. Kami bertemu keluarga Pak Katino, Pak Wandi, Pak Jumiran di lingkungan Tiken, Paroki Wonogiri. Mereka ini hidup di tengah masyarakat non katolik. Mereka masing-masing hanya sendirian di tengah kampung. Tetapi kehidupan rukun, damai dan gotong royong sungguh dirasakan. Bahkan mereka juga dipercaya menjadi pengurus di RT ikut menjadi anggota Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) di desa. Cerita dan pengalaman mereka berjuang menghidupi iman Kristiani sungguh mengharukan. Benih yang kuat dan subur. Mereka seperti benih yang tumbuh di semak berduri, tetapi dapat hidup dengan kuat dan berkembang. Benih iman mereka sangat kuat. Yesus memberi perumpamaan tentang benih yang jatuh di berbagai jenis tanah. Ada empat jenis tanah. Tanah di pinggir jalan, tanah berbatu-batu, tanah yang penuh semak duri dan tanah yang baik. Benih yang tumbuh di tanah yang baik pasti akan tumbuh dengan baik karena kondisi dan situasinya sangat mendukung. Namun kalau kami berjumpa Pak Katino, Pak Wandi, Pak Jumiran dan masih banyak keluarga di wilayah lain, mereka adalah benih yang harus berjuang mempertahankan hidup di tanah yang kurang baik. Iman mereka justru ditempa oleh tantangan dan kesulitan yang harus dihadapi. Mereka tidak mundur dan lemah, tetapi justru berdiri tegak membawa iman akan Kristus di tengah masyarakat. Bagaimana dengan diri kita? Kita ini menjadi tanah yang baik atau berbatu dan bersemak duri? Apakah benih iman bisa tumbuh dengan berbagai tantangan dan kesulitan yang kita hadapi? Tiap hari datang jatah rantangan, Lauknya ikan goreng yang segar. Iman tumbuh dalam tantangan, Tetap tegar jadi Katolik yang benar. Wonogiri, jadi tanah yang subur Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments
Puncta 19 September 2025
Jum’at Biasa XXIV Lukas 8:1-3 SETIAP Minggu pertama di Paroki Nanga Tayap waktu itu diagendakan pertemuan FORKAS yaitu Forum Komunikasi Antar Stasi. Ada 24 stasi yang dilayani. Para ketua stasi berkumpul untuk berkoordinasi tentang program-program paroki. Untuk mendukung kegiatan ini beberapa ibu-ibu menyiapkan konsumsi dari lingkungannya. Mereka itu adalah Ibu Ahuang, Mama Felix, Mama Mia, Ibu Anang, Mama Sisi, Ibu Alida, Ibu Sulia dan masih banyak ibu dari Tebuar, Betenung, Engkadin dan Batumas. Para ibu ini dengan sukarela dan ikhlas hati membantu kegiatan paroki dengan caranya masing-masing. Mereka membawa sayur, ikan, beras dan hasil ladangnya untuk dipersembahkan ke gereja supaya kegiatan Forkas dapat berjalan baik. Dalam Injil beberapa wanita disebut membantu pelayanan Yesus dan murid-murid-Nya. Mereka itu adalah Maria Magdalena, Yohana, Susana dan masih ada beberapa yang lain. Dengan kekayaan mereka, para wanita ini ikut ambil bagian dalam karya-karya Yesus. Pasti masih banyak nama yang tidak disebutkan. Tetapi walau tidak disebut namanya mereka tetap ikhlas membantu. Bukan soal penghargaan atau ingin dikenal bagi mereka, namun ingin ikut terlibat dalam karya keselamatan Tuhan. Kadang ada orang yang marah kalau namanya tidak disebut atau ditulis. Ada orang yang “mutung” atau merajuk kalau tidak dianggap berjasa. Wanita-wanita itu memberi contoh kepada kita untuk membantu dengan tulus ikhlas. Siapa pun dapat terlibat dalam karya pelayanan gereja. Bahkan karya yang kecil dan sederhana pun juga menjadi bagian keterlibatan kita. Bukan soal penghargaan yang paling utama tetapi sebagai pribadi sosial kita hidup bersama dengan yang lain. Dalam kehidupan bersama itu, kita perlu saling tolong menolong. Maukah kita ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan gereja? Terlibat bisa dengan tenaga, pikiran, waktu ataupun dana yang kita persembahkan. Banyak bidang pelayanan yang dapat kita buat agar kita ikut terlibat. Dengan begitu kita bisa mendukung karya-karya Tuhan. Sejak pagi mendung terus, Hujan datang tanpa diminta. Kita dapat membantu Yesus, Menyelamatkan jiwa yang menderita. Wonogiri, ayo kita terlibat Rm. A.Joko Purwanto, Pr Puncta 18 September 2025
Kamis Biasa XXIV Lukas 7:36-50 PERNAHKAH anda menagih hutang pada seseorang tetapi yang berhutang malah lebih galak? Memberi pinjaman adalah sebuah bentuk pertolongan. Tetapi seringkali terjadi orang yang ditolong justru tidak tahu terimakasih. Meminjam memang hukumnya adalah mengembalikan karena uang itu bukan hak kita, tetapi dipinjamkan sementara untuk menolong kita yang sedang kesulitan. Namun tidak jarang orang yang pinjam pura-pura lupa dan malah marah-marah ketika ditagih hutangnya. Kondisi ini mengakibatkan retaknya hubungan persaudaraan. Karena masalah hutang, persahabatan yang awalnya baik menjadi putus. Nomor HP kita diblokir dan mereka yang berhutang seperti hilang ditelan bumi. Yesus menjelaskan tentang kasih Allah dengan perumpamaan orang berhutang. Waktu itu Dia diundang makan oleh Simon, orang Farisi di rumahnya. Sedang mereka makan masuklah seorang perempuan yang terkenal sebagai seorang berdosa. Perempuan itu meminyaki kaki Yesus dengan air matanya, menyekanya dengan rambutnya dan mencium kaki-Nya serta meminyaki dengan minyak wangi yang mahal. Melihat itu, Simon berkata dalam hatinya, "Jika Ia ini nabi, tentu Ia tahu, siapakah dan orang apakah perempuan yang menjamah-Nya ini; tentu Ia tahu, bahwa perempuan itu adalah seorang berdosa." Polemik ini dijawab oleh Yesus dengan mengambil contoh orang yang berhutang. "Ada dua orang yang berhutang kepada seorang pelepas uang. Yang seorang berhutang lima ratus dinar, yang lain lima puluh. Karena mereka tidak sanggup membayar, maka ia menghapuskan hutang kedua orang itu. Siapakah di antara mereka yang akan terlebih mengasihi dia?" Jawab Simon: "Aku kira dia yang paling banyak dihapuskan hutangnya." Kata Yesus kepadanya: "Betul pendapatmu itu." Perempuan itu sadar akan banyak dosanya. Maka dia membalasnya dengan kasih yang besar juga kepada Yesus. Orang Farisi itu tahu akan belas kasih Tuhan, tetapi dia tidak berbuat apa-apa untuk membalas kasih Tuhan. “Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih," kesimpulan Yesus. Kita semua adalah orang yang berhutang pada Tuhan, tetapi Tuhan mengasihi kita dengan menebus kita. Semestinya kita membalas kasih Tuhan itu, bukan malah marah-marah, mengusir dan menghojat Tuhan dengan kata-kata kasar. Sadarkah kita bahwa kita ini orang berhutang? Susahnya orang menagih hutang, Seperti pengemis yang “disingkang-singkang.” Kasih Tuhan sungguh tak terbayang, Menebus dosa kita yang tak terbilang. Wonogiri, berterimakasihlah Rm. A.Joko Purwanto, Pr Puncta 17 September 2025
Rabu Biasa XXIV Lukas 7:31-35 ORANG Jawa membuat akronim dari kata “ndelok” (melihat sebagai penonton) dengan istiah “kendel alok,” artinya suka mengkritik, suka komentar, tak mau terlibat. Misalnya, kalau kita menonton sepak bola. Penonton itu bisa ngomong dengan gampang, mengkritik, mencela pemain yang gagal menyarangkan bola padahal tinggal berhadapan dengan kiper. Komentar seperti, “Goblok!, bodoh!, gak becus, bego!,” diarahkan pada pemain. Padahal kalau si penonton itu terjun langsung main di lapangan belum tentu juga bisa memasukkan bola ke gawang. Itulah penonton yang gampang menghakimi, tetapi kalau diminta melakukan sendiri juga belum tentu bisa. Itulah gambaran masyarakat Yahudi yang dihadapi oleh Yesus. Terutama kalangan Farisi dan ahli kitab yang sok munafik. Mereka melihat Yohanes datang, tidak makan dan tidak minum, berpuasa dengan keras dinilai kerasukan setan. Yesus datang, makan dan minum bersama para pemungut cukai, dinilai seorang pelahap dan peminum, sahabat kaum pendosa. Mereka ini hanya bisa komentar, menilai orang. Tetapi tidak pernah berbuat apa-apa bagi masyarakat. Di tengah-tengah kita juga sering kita jumpai orang-orang seperti itu. Dalam kelompok, lingkungan atau komunitas, ada orang yang sukanya menilai negatif dan suka mengkritik, sok pinter dan paling hebat sendiri. Tetapi actionnya nol besar. Yesus memberi perumpamaan orang-orang seperti itu ibarat anak kecil yang duduk di pasar dan berseru: Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak menangis. Maunya apa yang diingini harus dipenuhi. Kalau tidak, mereka marah, merajuk, “mutung” mundur tak mau terlibat dan sukanya menjegal dari belakang. Lebih baik berbuat sesuatu untuk mencari solusi daripada hanya mengeluh, memprotes dan ngomongin kejelekan orang lain. Ada wayang namanya Bagong, Dia bertugas sebagai punakawan. Jangan hanya pandai ngomong, Berbuatlah mengatasi keadaan. Wonogiri, Omong doang tanpa kenyataan Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 16 September 2025
Pw. St. Kornelius, Paus dan Siprianus, Uskup Martir Lukas 7.11-17 SAYA menulis renungan ini hari Sabtu tanggal 13 September 2025. Sepanjang hari ini berita duka datang silih berganti. Siang hari ada berita duka Rm. Harimurti meninggal di Nanga Tayap, Ketapang (tempat pelayanan saya selama tujuh tahun). Selamat jalan Rm. Hari. Sebelum makan siang, saya memberi sakramen minyak suci di RS Hermina. Seorang bapak dari Lingkungan Timang sedang kritis di ICCU dengan peralatan medis menempel dimana-mana. Sore harinya ada berita bapak ini dipanggil Tuhan. Malam hari ketika kaki baru melangkah masuk pintu pasturan, dari misa di wilayah Mloko dan Jlegong, menyusul lagi berita duka dari lingkungan Gumiwang. Kematian pasti membawa kesedihan yang mendalam. Khususnya bagi mereka yang punya ikatan emosi dan relasi yang kuat. Begitulah kesedihan seorang janda di Nain yang ditinggal mati anak laki-laki satu-satunya. Ia tidak lagi memiliki gantungan hidup untuk masa depannya. Anak satu-satunya mati dan seluruh penduduk mengantarkan jenasahnya. Yesus melihat kejadian yang memilukan ini. Dia jatuh belaskasihan kepada janda itu. Maka Yesus mendekati janda itu dan menghiburnya, ”Jangan menangis.” Tidak cukup di situ. Yesus menyentuh usungan jenasah dan berkata, "Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!" Bangunlah orang muda itu dan mulai berkata-kata. Lalu Yesus menyerahkan kepada ibunya. Peristiwa yang menggemparkan bagi banyak orang. Yesus yang adalah Tuhan berkuasa atas hidup dan matinya manusia. Peristiwa ini menunjukkan kepada kita bahwa di hadapan Tuhan tak ada yang mustahil. Tuhan berkuasa atas kehidupan kita. Kedua, Tuhan selalu berbelas kasih kepada mereka yang lemah, hina tak berdaya. Janda adalah posisi yang lemah dan tak berdaya. Allah bertindak selalu tepat pada waktunya. Mari kita selaraskan hati kita dengan hati Tuhan yang senantiasa tergerak oleh belas kasihan kepada mereka yang kecil, lemah dan tak berdaya. Dengan bertindak demikian, banyak orang pasti akan memuji Tuhan. "Allah telah melawat umat-Nya." Sesudah misa biasa ramah tamah, Menyalami umat dengan jabat tangan. Tuhan selalu mengasihi orang lemah, Hati-Nya tergerak oleh belas kasihan. Wonogiri, percayalah pada Tuhan Rm. A.Joko Purwanto, Pr Puncta 15 September 2025
Pw. SP. Maria Berdukacita Yohanes 19:25-27 atau Lukas 2:33-35 GEREJA Katolik memiliki tradisi menghormati Maria, Bunda Yesus sebagai teladan hidup orang beriman. Bukan hanya karena Maria menjadi Ibu Tuhan dan perawan murni tak bercela. Tetapi karena Maria setia menjalani panggilannya sampai wafat Yesus. Maria memiliki peran penting dalam menghadirkan Sang Firman menjadi manusia. Melalui Maria, Firman Allah menjadi manusia dan tinggal di antara kita. Maria menjadi tempat Allah menjelma manjadi manusia. Maria menunjukkan kesetiaannya pada Allah dari awal mula menerima Malaikat Gabriel sampai Yesus wafat di kayu salib. Kesetiaan menjalani salib dukacita sudah dirasakan sejak ia mengandung dari Roh Kudus. Ada tujuh kedukaan Maria yang kita kenangkan. Pertama, ketika Maria mendengar nubuat Simeon bahwa hatinya akan ditusuk oleh pedang. Kedua, ketika harus mengungsi ke Mesir demi menyelamatkan bayi Yesus. Ketiga, kesedihan Maria saat Yesus hilang di Bait Allah. Keempat, ketika Maria berjumpa dengan Yesus di jalan salib-Nya. Kelima, Maria menyaksikan Yesus wafat. Keenam, Maria melihat lambung Yesus ditikam dan jenasah-Nya diturunkan dari salib. Ketujuh, Maria menyertai jenasah Yesus dikuburkan. Kita bisa merasakan bagaimana seorang ibu yang melahirkan, membesarkan dan memelihara anaknya harus menghadapi penderitaan anak yang sangat berat. Kita bisa memahami betapa dukanya kaum ibu yang kehilangan anak mereka pada kerusuhan Trisakti tahun 1998. Sampai sekarang mereka terus menuntut keadilan. Duka dan derita seperti itulah yang dialami Maria. Ia kehilangan anak tunggalnya karena hukuman salib. Maria berjuang dalam diam dan keheningan. Dia hanya mengandalkan kuasa Allah yang mahatinggi. “Aku ini hamba Tuhan,” itulah motto semangatnya. Mari kita meneladan kesetiaan Maria. Ke Pacitan mampir di Pantai Ozana, Menikmati laut biru dari Bukit Cinta. Maria teladan orang yang taat setia, Ikhlas menghadapi duka dan derita . Wonogiri, Maria teladan cinta Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 14 September 2025
Pesta Pemuliaan Salib Suci Yohanes 3:13-17 PESTA “Exaltatio Sanctae Crucis” atau Pemuliaan Salib Suci dilakukan setelah ditemukannya kayu salib asli tempat tubuh Kristus oleh Santa Helena, ibu dari Kaisar Konstantinus pada tahun 335 M. Kaisar kemudian membangun Basilika Makam Kudus di Bukit Golgota untuk merayakan penemuan salib suci itu. Perayaan dilakukan selama dua hari tanggal 13 dan 14 September 335 Masehi. Pesta ini kemudian menyebar ke seluruh kekaisaran Romawi dan diresmikan menjadi pesta wajib dalam Gereja Katolik pada abad ke 7. Inti yang mau dirayakan dalam pesta ini adalah apa yang disabdakan Kristus kepada para murid-Nya, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Allah mengutus Putra-Nya yang tunggal bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia yang tersalib. Salib adalah tanda kasih Allah yang tuntas. Salib adalah penebusan yang menyelamatkan manusia. Salib menjadi ciri khas murid-murid Kristus. Melalui salib Kristus kita diselamatkan dan dengan salib kita ikut ambil bagian dalam karya penyelamatan-Nya. Maka jangan pernah meninggalkan dan mengingkari salib Tuhan. Kasih Allah yang sesungguhnya hanya bisa dimaknai melalui pengorbanan Kristus di kayu salib. Kasih bisa dijelaskan dengan gamblang melalui korban salib Kristus ini. Maka jika kita sungguh mengasihi, rela mengikuti jalan saliblah bukti nyatanya. Kita bisa merenungkan apa makna salib Kristus bagi kita. Apakah anda sungguh merasakan dicintai sedemikian oleh Tuhan sampai Ia mengorbankan Anak-Nya yang tunggal untuk keselamatan kita? Pagi-pagi mengelilingi meja makan, Menikmati sarapan dengan lauk ikan. Kasih Kristus sungguh mengagumkan, Ia membuat kita layak diselamatkan. Wonogiri, salib yang menyelamatkan Rm. A.Joko Purwanto, Pr Puncta 13 September 2025
Pw. St. Yohanes Krisostomus, Uskup dan Pujangga Lukas 6:43-49 JANGAN terpesona oleh penampilan luar. Dunia sekarang ini lebih menonjolkan pencitraan. Orang suka memamerkan penampilan luarnya yang penuh dengan poles-polesan manis. Orang suka melakukan flexing mempertontonkan kemewahan, kehebatan dan kekayaannya di depan orang supaya dinilai sukses. Kita tidak tahu penampilan dan kekayaan itu darimana. Jangan-jangan malah hasil dari korupsi. Maka hati-hatilah dengan penampilan luar yang bisa mengecoh kita. Kita tidak bisa menilai seseorang hanya dari penampilan luarnya saja. Begitu pula dalam kehidupan rohani. Kita tak bisa menilai kualitas hidup rohani seseorang hanya dari penampilan luarnya saja. Betapa sibuknya pelayanan di gereja. Betapa aktifnya berorganisasi di lingkungan dan paroki. Tutur kata manis, sopan santun dan penampilannya menarik, belum menjadi jaminan kualitas pribadi. Karena tampilan luar seringkali menipu, dan tampilan luar itu memang dibuat untuk menutupi apa yang sebenarnya ada di baliknya. Dunia kita adalah dunia pencitraan. Kita sering membuat kamuflasi untuk menutupi kekurangan kita. Dan tidak jarang kamuflasi dipakai untuk menipu orang lain. Yesus mengingatkan kita semua dengan berkata, “Sebab setiap pohon dikenal pada buahnya. Karena dari semak duri orang tidak memetik buah ara dan dari duri-duri tidak memetik buah anggur.” Kita perlu melihat dengan jeli mana yang baik dan mana yang hanya tipuan atau pencitraan belaka. Untuk menilai pohon itu baik atau buruk, kita bisa melihat buah-buahnya. Begitu juga dalam menilai seseorang. Kita lihat apa buah-buah yang dihasilkannya. “Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya." Buah-buah yang baik adalah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Kalau dalam jemaat muncul buah-buah itu, maka pastilah pohon yang ditanam adalah pohon yang berkualitas baik. Kupu kupu malam terbangnya pagi, Hinggap di dahan pohon kenari. Jangan terpana oleh penampilan diri, Bisa terkecoh dan menyesal nanti. Wonogiri, teliti sebelum membeli Rm. A.Joko Purwanto, Pr Puncta 12 September 2025
Jum’at Biasa XXIII Lukas 6: 39-42 KALAU kita menunjuk orang lain, kita memakai satu jari telunjuk. Kita memarahi, menasehati atau menghakimi seseorang sering pakai jari telunjuk. Kita tidak sadar bahwa satu jari telunjuk mengarah ke orang lain, tiga jari yang lain dikuatkan oleh jempol bersatu mengarah pada diri kita sendiri. Dari tindakan ini kita disadarkan bahwa sebelum menunjuk orang lain, sebaiknya kita melihat diri kita sendiri lebih dahulu. Sebelum melihat kesalahan orang lain dan menghakiminya, lebih baik introspeksi diri lebih dulu. Dalam kehidupan sehari-hari, kita lebih mudah melihat kejelekan orang lain daripada kebaikannya. Ada pepatah, “Semut di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tiada tampak.” Kesalahan orang yang sangat kecil sangat jelas tampak, tetapi kesalahan sendiri yang besar tidak terlihat. Yesus memberi perumpamaan yang jelas dan tegas tentang orang buta tak mungkin menuntun orang buta. Kalau kita sendiri menutup mata terhadap kejelekan sendiri, bagaimana kita bisa menuntun orang lain ke jalan yang benar. Yesus menegur kita yang suka melihat keburukan orang lain. "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di matamu sendiri tidak engkau ketahui?" Ada umat yang sukanya mengkritik, menyalahkan, menghakimi, menjelek-jelekkan dan menganggap semuanya brengsek dan negatif. Tetapi kalau disuruh menjalani apa yang disampaikan sebagai kritikan tidak mau melakukan. Itu namanya “Sontoloyo.” Kita boleh saja menasehati. Yesus tidak melarang itu. Tetapi sebelum kita berbicara tentang kesalahan orang, kita lebih dulu harus berani melihat diri kita sendiri. Sudah sempurnakah saya? Introspeksi diri lebih dahulu akan lebih bijaksana. Murid Yesus yang sejati bukanlah orang yang pandai mengkritik atau sibuk mencari kesalahan orang lain, tetapi dengan rendah hati membantu mencari solusi dari permasalahan yang ada. Tong kosong berbunyi nyaring, Omong kosong tak punya taring. Suka mengkritik nadanya miring, Gak mau terlibat jadi sok penting. Wonogiri, berkacalah pada diri sendiri Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 11 September 2025
Kamis Biasa XXIII Lukas 6: 27-36 KETIKA terjadi pengrusakan villa atau rumah yang dipakai untuk retret anak-anak Kristen di Cidahu, KDM (Kang Dedi Mulyadi), Gubernur Jawa Barat langsung turun memberi sumbangan perbaikan rumah yang dirusak massa. Namun pemilik rumah berniat memberikan dananya untuk membantu rumah ibadah yang ada di desa itu. Inilah wujud kongkret dari perintah Yesus untuk mengasihi mereka yang membenci kita. Ada banyak tindakan intoleransi, kebencian, pengrusakan karena perbedaan agama. Ada yang sengaja menanamkan bahwa orang yang berbeda itu adalah musuh, pesaing, lawan yang harus dihancurkan. Padahal agama seharusnya mengajarkan cintakasih, saling menghormati dan hidup rukun dalam keberagaman. Di tengah-tengah kita masih ada gesekan-gesekan karena perbedaan agama, suku, ras dan adat istiadat. Sabda Yesus hari ini mengajak kita untuk menerima dan mencintai siapa pun, juga musuh-musuh atau orang-orang yang membenci kita. "Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu.” Mengasihi itu tidak pilih kasih, hanya untuk kelompok sendiri, yang seiman atau sedaerah. Tetapi bagi siapa saja tanpa pandang bulu. Yesus menegaskan ini, “Jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian.” Menjadi pengikut Kristus dituntut lebih daripada yang lain. Tidak hanya mengasihi orang yang mengasihi kita, tetapi juga orang-orang yang membenci kita. Berani mengampuni atau paling sedikit mendoakan mereka yang membenci kita adalah perwujudan kasih yang nyata. Jalan-jalan di Pangandaran, Menikmati ombak dari lautan. Kasih tidak membeda-bedakan, Kasih membangun kerukunan. Wonogiri, kasihilah musuhmu Rm. A. Joko Purwanto, Pr |
Archives
December 2034
Categories |
RSS Feed