Puncta 5 April 2025
Sabtu Prapaskah IV Sabtu Imam Yohanes 7: 40-53 KITA kebanyakan pernah mengalami ditolak, dihakimi, difitnah dan dijelek-jelekkan orang. Apalagi kalau menjadi publik figure seperti romo, suster, bahkan uskup pun tidak jarang difitnah dengan keji. Orang mudah sekali menyebarkan berita bohong, fitnah dan mengadili di media sosial tanpa mencari kebenarannya lebih dahulu. Banyak korban tidak bisa membela diri kalau sudah diadili di medsos. Kalau hati sudah ditutupi kebencian, iri dan dengki, maka segala sesuatu akan dipandang secara negatif. Medsos lalu menjadi panggung penghakiman. Semua orang merasa berhak menjadi hakim. Begitulah suasana yang dihadapi oleh Yesus. Dia menjadi bahan pertentangan dan perbantahan banyak orang. Ada yang pro, tetapi juga ada yang kontra, melawan dengan keras. Mereka adalah kaum Farisi dan pemimpin-peminpin bangsa Yahudi, serta para imam kepala. Mereka mempengaruhi orang banyak, juga para penjaga atau prajurit. Bahkan mereka memakai ayat-ayat Kitab Suci yang menyatakan bahwa Mesias tidak datang dari Galilea. "Bukan, Mesias tidak datang dari Galilea! Karena Kitab Suci mengatakan, bahwa Mesias berasal dari keturunan Daud dan dari kampung Betlehem, tempat Daud dahulu tinggal." Kaum Farisi dan imam-imam kepala itu memprovokasi orang agar menghukum Yesus dan menangkap-Nya sebagai pembuat kerusuhan atau kegaduhan. Namun di tengah orang banyak, masih ada pribadi dengan pikiran jernih dan jujur. Dialah Nikodemus. Ia berkata untuk membela Yesus, "Apakah hukum Taurat kita menghukum seseorang, sebelum ia didengar dan sebelum orang mengetahui apa yang telah dibuat-Nya?" Kalau kita menghadapi kasus seperti ini, sikap manakah yang akan kita pilih? Bertindak seperti kaum Farisi, para imam kepala yang suka menghakimi atau berpikir jernih dan bijaksana seperti Nikodemus? Pak Tani pagi-pagi sudah pergi ke sawah, Untuk melihat kesuburan tanaman padi. Apakah kamu tidak pernah berbuat salah, Sehinggai kamu merasa berhak mengadili? Wonogiri, bertindaklah bijaksana, jangan didasari rasa benci Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments
Puncta 4 April 2025
Jum’at Prapaskah IV Yohanes 7: 1-2.10.25-30 PADA hari Jum’at Agung, 14 April 1865, Lincoln dibunuh di teater Ford di Washington DC oleh seorang aktor bernama John Wilkes Booth. Dialah presiden Amerika yang dibunuh saat sedang menjabat dan berjuang mempersatukan Bangsa Amerika dari perang saudara. Lincoln sangat berjasa karena menghapus sistem perbudakan, memperjuangkan hak asasi manusia dan menyatukan Amerika dari konfederasi dan perang saudara. Dia dicintai dan dihormati sebagai Bapak Pemersatu Amerika. Tetapi ada juga kelompok-kelompok yang tidak menyukai sepak terjangnya. Salah satunya adalah John Wilkes Booth yang tiba-tiba menyelinap di panggung saat Abraham Lincoln dan istrinya sedang melihat pertunjukan teater dan menembaknya. Dalam pandangan Booth, Lincoln adalah musuh negara bagian Selatan. Lincoln dihormati rakyat Amerika sekaligus dimusuhi oleh lawan-lawannya. Ia dihargai oleh banyak orang tetapi juga dibenci. Perjuangannya tetap dikenang sampai sekarang. Kehadiran Yesus membawa pertentangan dan perbedaan sikap di antara banyak kalangan. Ada yang mempercayai, tetapi ada juga yang menghojat-Nya. Simeon telah menubuatkan dari awal, bahwa Yesus akan menjadi tanda perbantahan di antara banyak kalangan. Kaum kecil, miskin terpinggirkan, para pendosa dan pemungut cukai suka datang kepada-Nya. Yesus adalah tanda keberpihakan Allah kepada mereka. Tetapi Kaum Farisi, pemimpin rakyat, para ahli kitab menganggap Yesus adalah musuh, saingan dan pemberontakan. Mereka berkonspirasi untuk menyingkirkan Yesus. Bagi Yesus, perlawanan dan penolakan mereka tidak penting. Ia hanya fokus pada tugas perutusan Allah yakni mewartakan kebenaran dan cintakasih Bapa yang ingin menyelamatkan manusia. Tugas kenabian-Nya penuh resiko penolakan. Tetapi Dia tidak mundur demi melaksanakan kehendak Bapa. Bagaimana dengan kita? Opor ayam dicampur udang, Kuahnya kental penuh santan. Banyak tantangan menghadang, Tetap satu hati dalam perutusan. Wonogiri, terus teguh berjuang Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 3 April 2025
Kamis Prapaskah IV Yohanes 5: 31-47 SEBUAH nasehat sering disampaikan kepada kita berbunyi, “Lebih baik menyalakan lilin kecil di tengah kegelapan daripada mengutuki kegelapan”. Hidup harus bisa berguna menjadi cahaya bagi sesamanya. Tidak hanya mengeluh dan meratapi keadaan yang gelap. Tindakan sekecil apapun yang dapat memberi pencerahan di sekitar kita akan sangat bermanfaat, daripada kita hanya mengeluh dan menyesali kegelapan. Membuang sampah di tempat yang disediakan misalnya adalah contoh nyata. Membiasakan budaya antri, taat aturan di jalanan, membiasakan disiplin atau tepat waktu adalah tindakan-tindakan kecil yang bisa menerangi kehidupan bersama. Tindakan itu seperti sebuah pelita yang bernyala di tengah kegelapan. Yesus menunjukkan kepada orang banyak bahwa Yohanes adalah pelita yang bernyala di tengah kegelapan. Dia memberi kesaksian tentang kebenaran. Tetapi orang-orang tidak mau mempercayainya. Begitu pula dalam Perjanjial Lama, Allah mengutus Musa sebagai pembawa terang bagi Bangsa Israel. Tetapi mereka sering menyeleweng dan mencari jalannya sendiri. Yesus hadir sebagai Terang, namun manusia tidak mau menerima-Nya. Allah sendiri nanti yang akan menjadi hakim bagi mereka yang tidak mau mendengarkan pewartaan-Nya. Allah telah mengutus nabi-nabi untuk mengingatkan kita. Ia juga telah mengutus Putera-Nya sendiri agar kita percaya. Yesus juga menyuruh kita menjadi pelita bagi dunia sekitarnya. “Kamu adalah Terang Dunia. Kamu adalah garam dunia.” Dengan teladan Yesus, marilah kita menjadi pelita dan garam di tengah masyarakat. Garam walau sedikit berguna bagi masakan. Pelita walau kecil jadi penerang di sekitarnya. Teladan sederhana berguna bagi kehidupan. Jadikan hidupmu agar bisa berguna bagi sesama. Wonogiri, jadilah pelita yang bernyala Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 2 April 2025
Rabu Prapaskah IV Yohanes 5: 17-30 ADA pepatah Jawa mengatakan, ”Kacang mangsa ninggala lanjaran.” Tanaman kacang panjang itu membutuhkan “lanjaran” atau bambu penopang yang memungkinkan dia menjalar ke atas. Tanpa lanjaran itu, tanaman kacang tidak bisa tumbuh dengan baik. Maka dia tidak mungkin meninggalkan lanjaran tempatnya hidup. Makna dari pepatah ini mau mengatakan bahwa seorang anak akan tumbuh baik jika dia hidup bersatu dengan penopangnya yaitu keluarga; ayah dan ibunya. Sifat atau karakter seorang anak tidak akan jauh dari ayah ibunya. Pepatah lain berkata, “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.” Karakter seorang ayah atau ibu akan ditiru oleh anak-anak sebagai buahnya. Yesus menjelaskan pada orang banyak yang tidak mempercayai-Nya tentang karya dan perutusan-Nya. “Sesungguhnya Anak tidak mengerjakan sesuatu dari dirinya sendiri, jikalau ia tidak melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak”. Tingkah laku seorang anak bisa mencerminkan kelakuan bapaknya. Apa yang dikerjakan anak seringkali meniru atau mencontoh perilaku ayahnya. Yesus berasal dari Allah, maka Ia mengerjakan apa yang dikerjakan Bapa-Nya. Ia menunjukkan bahwa Allah masih tetap bekerja sampai sekarang melalui karya-karya yang dikerjakan Yesus. Allah menyembuhkan orang sakit, mengusir setan, mengampuni dosa dan membangkitkan orang mati. Itulah karya Allah dalam Diri Yesus. Dengan melihat dan percaya kepada Yesus, kita juga percaya kepada Allah yang mengutus Dia. Dengan menghormati Yesus, kita juga menghormati Allah Bapa. Yesus sebagai Anak dan Allah sebagai Bapa adalah sama. Dengan percaya kepada-Nya, kita memeproleh hidup kekal. Maukah kita percaya? Ke warung minum jus, Sambil makan pisang gorengnya. Jika kita mengenal Yesus, Kita juga akan mengenal Bapa. Wonogiri, mari kita terus berkarya Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 1 April 2025
Selasa Prapaskah IV Yohanes 5: 1-3a. 5-16 PENDERITAAN yang terlalu lama membuat orang patah semangat, tidak berdaya dan “mager” malas bergerak untuk maju. Ia mudah mencari kambing hitam untuk menyalahkan keadaan atau menyalahkan orang lain yang tidak mau menolongnya. Inilah pengalaman orang lumpuh yang sudah 38 tahun berada di dekat kolam Betesda. Bayangkan 38 tahun selalu gagal mencapai tepi kolam untuk menyentuh air yang bergoncang. Betapa ia mengalami kesedihan dan keputus-asaan yang panjang!! Maka ketika Yesus bertanya, “Maukah engkau sembuh?” Ia menjawab dengan mengeluh dan menyalahkan orang lain. "Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku." Dalam keadaan putus asa, kita juga sering menyalahkan orang lain, keadaan sekitar atau bahkan Tuhan. “Mengapa Tuhan tidak bertindak? Mengapa Tuhan membiarkanku?” Tuhan pasti akan bertindak. Yesus menyuruh orang itu berdiri dan mengangkat tilamnya. "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah." Dan pada saat itu juga sembuhlah orang itu lalu ia mengangkat tilamnya dan berjalan. Tetapi hari itu hari Sabat. Ia menyembuhkan bahkan pada saat tidak boleh berbuat sesuatu pada hari Sabat. Maka peristiwa ini menimbulkan polemik dan masalah. Di kalangan orang Farisi dan ahli Taurat, Yesus diangap melanggar aturan Sabat. Tetapi Yesus justru menegaskan Allah berkarya sampai sekarang. "Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga." Makin bencilah mereka karena Yesus menyamakan diri-Nya dengan Allah. Ia dituduh menghojat Allah. Dengan peristiwa ini makin ditegaskan siapakah Yesus sebenarnya. Ia adalah Allah yang berkuasa atas hidup dan waktu kita. Ia terus berkarya sepanjang zaman. Ia menyembuhkan dan menghidupkan. Tak dibatasi oleh aturan manusia tentang hari Sabat. Ia berkuasa atas hari Sabat. Nilai moral dari peristiwa di Betesda adalah jangan mudah menyerah. Never Give Up! Tetap semangat dan jangan malas karena Tuhan terus berkarya. Ia pasti menolong kita. Burung cendrawasih bulunya indah, Berkicau di atas dahan yang rindang. Jangan mudah menyerah pasrah, Hadapi tantangan yang menghadang. Wonogiri, tetap semangat Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 31 Maret 2025
Senin Prapaskah IV Yohanes 4: 43-54 INJIL Yohanes sering menggunakan dua kata yang saling berhubungan secara logika ini, yaitu kata 'Melihat' dan 'Percaya.' Kata sebaliknya adalah ‘Tidak Melihat dan Tidak Percaya.’ Ini dikatakan Yesus kepada Pegawai Istana yang datang kepada-Nya, "Jika kamu tidak melihat tanda dan mujizat, kamu tidak percaya." Memang manusia sering membuat keputusan dengan menggunakan akal budinya. Maka dia membutuhkan pengalaman inderawi agar bisa melihat, mendengar, meraba, dan merasakannya. Kalau tidak ada pengalaman inderawi orang gampang tidak percaya. Padahal dalam diri kita juga diberi intuisi. Intuisi adalah gagasan yang muncul berdasarkan naluri tanpa pertimbangan secara logis. Gagasan atau ide itu kemudian menjadi pertimbangan singkat dalam mengambil keputusan tanpa perlu melakukan analisis atau proses berpikir yang panjang dengan premis-premis yang diperlukan. Kepada Pegawai Istana dari Kapernaum itu Yesus memberi pelajaran tentang “Tidak melihat namun percaya.” Anak sang pegawai itu sakit hampir mati. Ia datang kepada Yesus waktu masih di Galilea. Ia minta agar Yesus datang menyembuhkannya. Pegawai istana itu berkata kepada-Nya: "Tuhan, datanglah sebelum anakku mati." Yesus tidak pergi ke Kapernaum dulu. Tetapi dari tempatnya berada, Ia langsung berkata, "Pergilah, anakmu hidup!" Orang itu percaya akan perkataan Yesus kepadanya, lalu pergi. Tanpa harus melihat Yesus menumpangkan tangan atau berbuat sesuatu, orang itu percaya dan anaknya sudah sembuh. Yesus tidak perlu hadir langsung di tempat. Tetapi dengan sabda-Nya, Yesus mampu menyembuhkan. Jadi, percaya tidak selalu harus melihat dulu. Percaya tidak harus didasari dengan pengalaman inderawi dulu. Percaya hanya membutuhkan keterbukaan hati kepada Tuhan. Seperti Pegawai Istana di Kapernaum itu, dia percaya walau Yesus tidak pergi ke rumahnya. Anaknya bisa sembuh. Apakah kita bisa percaya tanpa harus melihat tanda atau mukjizat, bahwa Yesus berkuasa atas seluruh kehidupan kita? Bawa oleh-oleh dari Jakarta, Untuk lebaran di desa. Marilah kita semua percaya, Tuhan mampu atas segala-galanya. Wonogiri, nunggu fitrah dan ketupat lebaran Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 30 Maret 2025
Minggu Prapaskah IV Lukas 15:1-3.11-32 I'm comin' home, I've done my time Now I've got to know what is and isn't mine If you received my letter telling you I'd soon be free Then you'll know just what to do If you still want me. If you still want me Whoa, tie a yellow ribbon 'round the old oak tree. It's been three long years Do ya still want me? (still want me). If I don't see a ribbon 'round the old oak tree I'll stay on the bus. Forget about us. Put the blame on me If I don't see a yellow ribbon 'round the old oak tree. Sepenggal lagu ini menggambarkan kisah nyata dari seorang suami yang ditulis oleh Surat Kabar The New York Time tahun 1971. Pria ini menikahi wanita cantik. Sayangnya dia memperlakukan istrinya dengan semena-mena. Ia sering mabuk, melakukan KDRT terhadap anak dan istrinya. Ia mencuri uang istrinya dan pergi ke kota besar mengadu nasib. Sayangnya usahanya gagal. Kebiasaan mabuk, sex, drugs tidak hilang. Ia mulai terlibat kriminal, memalsu cek kosong. Mulai menipu banyak orang. Polisi menangkapnya dan dia dihukum penjara selama 3 tahun. Ketika hampir usai masa hukumannya, ia menulis surat kepada istrinya. Dia berharap masih boleh pulang ke rumahnya. Walau ia tahu mungkin sudah terlambat. “Sayang, engkau tidak perlu menunggu aku. Namun jika engkau masih ada perasaan padaku, maukah kau nyatakan? Jika kau masih mau aku kembali padamu, ikatkanlah sehelai pita kuning bagiku, pada satu-satunya pohon beringin tua di pusat kota. Apabila aku lewat dan tidak menemukan sehelai pita kuning, tidak apa-apa. Aku akan tahu dan mengerti. Aku tidak akan turun dari bis, dan akan terus menuju Miami. Dan aku berjanji aku tidak akan pernah lagi menganggu engkau dan anak-anak seumur hidupku.” Demikian isi suratnya. Hari yang ditunggu tiba. Ia naik bus pulang ke kotanya. Ia minta kepada sopir bus untuk pelan-palan saat melewati White Oak. Semua penumpang menunggu dengan berdebar-debar. Pria itu tidak melihat selembar pita kuning tergantung di pohon. Tetapi dia melihat ratusan pita kuning terikat di setiap ranting pohon beringin tua. Semua penumpang bus bersorak-sorak. Air mata tak terbendung dari semua yang melihatnya. Pria itu turun dari bus. Ia melihat seorang wanita berlari kepadanya, merangkul dan memeluknya dalam sukacita yang membuncah. Anak-anaknya menciumnya penuh kerinduan. Anak yang hilang telah kembali dan kasih Tuhan tak pernah berhenti. Ia selalu menunggu dengan hati yang siap mengampuni. Cerita Yesus tentang kasih Allah yang mengampuni terus terjadi sampai saat ini. Allah itu Kasih, jangan sungkan dan tunda-tunda datang kepada-Nya. Menikmati ombak di Pantai Drini, Sambil menunggu turunnya matahari. Allah adalah Bapa yang mengasihi, Bukan hakim yang tak punya iba hati. Wonogiri, Aku datang ya Tuhan Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 29 Maret 2025
Sabtu Prapaskah III Lukas 18: 9-14 BAGONG marah kepada Prabu Baladewa karena Semar, bapaknya dihina oleh Baladewa dengan sebutan, “Wong kere sekeng gedibal pitulikur. Wong elek nyolok mripat, mung batur, ora duwe drajat pangkat luhur.” Kalimat itu adalah kalimat penghinaan terhadap rakyat jelata dan orang kecil yang tidak punya pangkat atau kedudukan terhormat. Baladewa seorang raja merasa berkuasa dan merendahkan Semar, abdi para ksatria. Oleh Bagong dijelaskan siapa itu Semar. Walaupun rakyat jelata dan seorang hamba tetapi Semar adalah Dewa Ismaya yang menjadi penasehat para ksatria yang jujur dan baik hidupnya. Jangan pernah menghina dan merendahkan orang kecil dan miskin. Pelajaran berharga dari penghinaan kepada penjual es teh. Walaupun tokoh terkenal dan terhormat tetapi kalau perilakunya tidak etis, menghina dan merendahkan, masyarakat umum akan mengadilinya. Kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai.” Yesus menggambarkan bagaimana sikap orang Farisi dan pemungut cukai dalam berdoa kepada Tuhan. Orang Farisi itu menyombongkan dirinya. Yang disebut selalu aku, aku, aku. Ia membandingkan dirinya dengan orang lain. Sebaliknya pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.” Yesus menegaskan, “Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." Nilai moral yang kita petik adalah jangan suka menyombongkan diri. Di hadapan Tuhan kita semuanya sama. Banyak orang pergi mudik lebaran, Jangan lupa bawa bekal perjalanan. Yang sombong akan direndahkan, Yang hina dina akan ditinggikan. Wonogiri, belajarlah rendah hati Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 28 Maret 2025
Jumat Prapaskah III Markus 12: 28b-34 PARA Ahli Taurat sering memandang Yesus dan pengajaran-Nya sebagai perusak hukum dan adat istiadat Yahudi yang sudah ditanamkan sejak lama. Mereka berseberangan dan memandang Yesus berpihak pada kaum pendosa, rakyat jelata, dan kaum pinggiran. Kebanyakan Para Ahli Kitab memandang sebelah mata ajaran Yesus dan para pengikut-Nya. Tidak jarang mereka memusuhi-Nya karena dianggap sebagai perusak tatanan dan pemberontak. Pasti banyak dari pihak mereka yang membenci, menjelek-jelekkan dan memusuhi serta ingin menghancurkan-Nya. Tetapi dalam perikope ini ada seorang Ahli Kitab yang datang dengan maksud baik. Ia membuka hati secara positif. Ahli Taurat itu bertanya tanpa maksud untuk menjatuhkan atau mencobai Yesus. Ia bertanya dengan jujur, ”Manakah hukum yang paling utama?” Masih ada orang yang terbuka hatinya di antara sebagian besar yang anti terhadap Yesus. Hal itu nampak dari ungkapannya setelah Yesus menerangkan padanya hukum yang utama. "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini." Ahli Taurat itu tidak membantah, tidak menolak, tidak menanggapi secara negatif, tetapi membenarkan perkataan-Nya. "Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia,” jawabnya. Yesus melihat, bagaimana bijaksananya jawab orang itu, dan Ia berkata kepadanya: "Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!" Tidak jauh itu berarti sudah dekat tetapi belum juga sampai, belum masuk ke dalam Kerajaan Allah. Untuk bisa masuk, orang harus melaksanakan Hukum Kasih dalam praktek yang nyata kepada sesamanya. Kita tidak cukup hanya hapal ayat, tahu tentang hukum, paham tentang aturan, pinter kotbah, tetapi kita harus sampai pada pelakasanaan secara nyata dalam hidup sehari-hari. Itulah yang justru paling sulit. Jalan ramai jelang lebaran, Pasar tumpah di tengah jalan. Hati terbuka pada kebaikan, Hidup pasti bahagia dalam Tuhan. Wonogiri, penuhi hatimu dengan kebaikan Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 27 Maret 2025
Kamis Prapaskah III Lukas 11: 14-23 KETIKA Pandawa diketemukan kembali setelah dikabarkan mati akibat kebakaran di Balai Sigala-gala, Adipati Destarastra memanggil mereka ke Hastinapura. Destrarasta ingin menghadiahkan tanah perdikan di Wana Wisamarta. Mendengar berita itu, Gendari marah kepada Destarastra, suaminya. Ia tidak setuju dengan pemberian hutan belantara itu. Gendari merasa irihati karena pemberian itu. Dendam dan irihati sudah tertanam sejak ia jadi putri boyongan dan diserahkan sebagai istri untuk Destarastra. Padahal ia berharap menjadi istri Pandu. Gendari menuduh Destarastra pilih kasih. Anak-anaknya sendiri tidak dipikirkan, tetapi anak-anak Pandu justru diberi hadiah tanah perdikan. Irihati ini terus disimpan menjadi dendam kepada anak-anak Pandu. Ia bersumpah untuk selamanya anak-anaknya akan selalu memusuhi Pandawa dan mengarah kematian mereka. Irihati membuat segala tindakannya didasari sikap benci dan dendam membara. Ketika Yesus mengusir setan yang membisukan, orang banyak kagum. Tetapi ada juga yang irihati kepada-Nya. Mereka menuduh Yesus menggunakan kuasa Beelzebul, Penghulu setan. Ada pula yang meminta suatu tanda dari sorga kepada-Nya, untuk mencobai Dia. Orang irihati memandang segala sesuatu dengan kacamata buruk dan jahat. Yang diinginkan hanyalah kejatuhan dan kehancuran musuhnya. Maka mereka ingin mencobai dan menjatuhkan Yesus. Yesus menjawab cobaan dan tantangan mereka dengan menjelaskan, bagaimana mungkin sebuah kerajaan Iblis saling bertentangan. Pastinya mereka akan runtuh sendiri. Kerajaan yang saling berperang sendiri akan hancur berantakan. "Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa, dan setiap rumah tangga yang terpecah-pecah, pasti runtuh. Jikalau Iblis itu juga terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri, bagaimanakah kerajaannya dapat bertahan? Sebab kamu berkata, bahwa Aku mengusir setan dengan kuasa Beelzebul.” Apakah irihati juga menguasai hati kita sehingga kita tidak mampu melihat kebaikan orang lain dan hanya ingin mengarah kejatuhan sesama? Waspadalah dengan sikap irihati karena akan menjatuhan diri sendiri. Dari pelabuhan Bagan Siapi-api, Naik kapal menuju Pulau Roti. Jika kita memendam rasa iri, Hidup laksana bensin dekat api. Wonogiri, jangan suka irihati Rm. A.Joko Purwanto, Pr |
Archives
December 2034
Categories |