Puncta 14 April 2025
Senin Pekan Suci Yohanes 12: 1-11 DUA orang berdiri saling berhadapan. Di depan mereka ada sebuah angka. Dari sisi orang yang pertama, dia menyebut angka 6. Tapi dari sisi orang di depannya, orang itu mengatakan, bukan 6 melainkan 9. Mereka berdebat masing-masing melihat dari sudut pandangnya sendiri. Maka tidak akan ada titik temunya. Orang pertama mengatakan, “Jelas, ini angka 6.” Tetapi teman di depannya membantah, “Bukan, ini adalah angka 9.” Satu peristiwa bisa dipandang dari berbagai macam sudut. Demikianlah ketika Yesus datang ke rumah Maria di Betania. Ia meminyaki kaki Yesus dengan minyak narwastu yang mahal. Lalu Maria menyekanya dengan rambutnya yang panjang. Tindakan itu dipandang secara berbeda oleh Yudas Iskariot. Yudas melihatnya sebagai pemborosan yang tidak berguna. Tetapi sangat kontras dengan ucapannya. “Uang sebanyak itu bisa dibagikan untuk orang miskin.” Maria tidak melihat dari sisi mahal dan berharganya minyak dan rambut mahkotanya. Ia ingin mengungkapkan kasih tulusnya kepada Yesus. Kasih Tuhan tak ada bandingnya dengan mahalnya barang milik kita. Yudas Iskariot punya penilaian dan niat yang tidak tulus. Ucapannya baik tetapi di dalam hatinya ada niat jahat. Itulah kemunafikan. Ia melihat tindakan itu sebagai sia-sia karena ada unsur pamrih dalam hatinya. Kalau kasih Tuhan itu menjadi prioritas atau fokus utama kita, maka apapun tanpa memandang mahal, mewah atau berharga, semua bisa dipersembahkan bagi-Nya. Allah bisa menganugerahkan yang lebih bagi kita. Tetapi jika materi duniawi yang menjadi fokus hidup kita, maka Tuhan akan ditinggalkan demi mengejar kebahagiaan semu di dunia. Jika hanya transaksi untung rugi yang kita pikirkan dalam membangun relasi, maka tidak ada bahagianya. Manakah yang menjadi pusat perhatian demi keselamatan kita? Amerika China perang harga diri, Indonesia terkena imbas inflasi. Rahmat Tuhan tiada berhenti, Jika kita tulus dan rela berbagi. Wonogiri, mengasihi dengan tulus ikhlas Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments
Puncta 13 April 2025
Minggu Palma Lukas 22:14 – 23:56 MARI kita melawan lupa. Masih ingat bagaimana proses pengadilan terhadap Ahok atau Basuki Tjahaya Purnama dulu? Kita masih ingat ratusan ribu orang mengepung gedung pengadilan. Massa berteriak-teriak agar Ahok dihukum berat karena dituduh menistakan agama. Menghadapi demo massa besar-besaran seperti itu, Hakim tidak bisa memutuskan perkara secara netral. Ia ditekan oleh kepungan massa yang besar. Demi keamanan sosial menjadi pertimbangan dalam memutuskan perkara, daripada membebaskan orang yang tidak bersalah. Inilah yang oleh Hendardi, Ketua Setara Institut disebut sebagai pengadilan massa atau “Trial by Mob.” Ada hal yang perlu dipertimbagkan oleh hakim dalam membuat sebuah keputusan yakni ”In dubio pro reo” artinya jika hakim ragu dalam suatu hal, maka putusan haruslah berdasar pertimbangan yang paling menguntungkan terdakwa. Gelombang massa yang berdemo makin beringas dan menuntut hukuman membuat hakim tidak obyektif lagi. Massa sudah diprovokasi untuk menghukum terdakwa. Pada Minggu Palma ini kita mengenangkan kisah sengsara Tuhan. Ia diadili oleh massa yang kejam. Para imam kepala, ahli-ahli Taurat dan Tua-tua bangsa Yahudi memprovokasi massa. Pilatus sudah memilih prinsip “in dubio pro reo” yakni dengan memberi hukum paling ringan. Tetapi rakyat yang telah diprovokasi terus mendesak, “Salibkan Dia. Salibkan Dia.” Sampai tiga kali Pilatus bertanya, “Kejahatan apa yang sebenarnya telah dilakukan orang ini? Tidak ada suatu kesalahan pun yang kudapati pada-Nya, yang setimpal dengan hukuman mati.” Tetapi massa yang sudah kalap terus mendesak, ”Salibkan Dia! Salibkan Dia!” dan akhirnya Pilatus kalah oleh tekanan massa yang tak bernurani dan kejam. Inilah Pengadilan massa atau Trial By Mob. Apakah kita juga suka mengadili tanpa memberi kesempatan orang untuk membela diri? Dimanakah kita berpijak ketika terjadi pengadilan massa? Dimana hati nurani kita saat terjadi penindasan dan ketidak-adilan? Pengadilan massa sangat kejam, Massa tidak punya peri kemanusiaan. Tuhan Yesus diadili hanya diam, Ia menampakkan Allah yang berbelas kasihan. Wonogiri, memasuki Retret Agung Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 12 April 2025
Sabtu Prapaskah V Yohanes 11: 45-56 BEBERAPA waktu lalu, kantor redaksi Tempo menerima paket berisi kepala babi. Kemudian disusul lagi paket bangkai tikus yang terpotong kepalanya. Alamat yang dituju adalah “Cica” anggota redaksi “Bocor Alus Politik.” Bisa dipastikan paket itu adalah bentuk teror dan intimidasi. Ada pihak-pihak yang tidak senang dengan kerja jurnalistik Tempo yang membeberkan berbagai berita sensitif di negeri ini. Pihak-pihak itu mengirim teror sebagai peringatan kepada Tempo. Namun Pemimpin Redaksi Tempo mengatakan bahwa dia tidak gentar menghadapi teror dan intimidasi. Setri Yasra mengatakan kiriman kepala babi dan tikus adalah teror terhadap kerja-kerja jurnalistik dan kebebasan pers. Kebenaran akan selalu berhadapan dengan banyak tantangan. Mereka yang takut akan kebenaran berusaha untuk membungkam melalui teror, intimidasi, ancaman dan ketakutan-ketakutan. Yesus mengalami intimidasi dan teror dari kaum Yahudi yang tidak suka Dia membuat berbagai mukjizat. Makin lama makin banyak orang yang percaya kepada-Nya bahwa Yesus adalah Mesias. Hal ini akan merongrong kewibawaan para pemimpin dan tua-tua Bangsa Yahudi. Maka mereka bersekongkol untuk menyingkirkan Yesus. Lalu imam-imam kepala dan orang-orang Farisi memanggil Mahkamah Agama untuk berkumpul dan mereka berkata: "Apakah yang harus kita buat? Sebab orang itu membuat banyak mujizat. Apabila kita biarkan Dia, maka semua orang akan percaya kepada-Nya dan orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat suci kita serta bangsa kita." Maka mereka mencari kambing hitam untuk menyelamatkan muka mereka. Yesus diancam dan dicari untuk dikorbankan. “Bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita dari pada seluruh bangsa kita ini binasa," Kata Kayafas, Imam Agung. Apakah kita lebih suka memilih cara bertindak seperti Kayafas, yang senang mencari kambing hitam untuk membenarkan diri sendiri? Ataukah kita memilih kebenaran walau harus berjalan dan berjuang sendiri? Ada orang suka masak kepala babi, Tetapi perilakunya seperti tikus-tikus. Bertindaklah dengan suara hati, Jangan bertindak dengan akal bulus. Wonogiri, tegakkan kebenaran Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 11 April 2025
Jumat Prapaskah V Yohanes 10: 31-42 BANYAK tokoh-tokoh Muslim di negeri ini yang banyak berjasa. Sejak zaman penjajahan, kemerdekaan, mereka berjuang memerdekakan Bangsa kita. Bahkan sampai sekarang pun muncul tokoh-tokoh yang baik, saleh, teladan, tutur kata dan tindakannya membawa kesejukan, mengajak umat untuk toleran, hidup rukun dan damai dengan semua masyarakat. Mereka menjunjung Pancasila, menghargai nilia-nilai luhur nenek moyang Indonesia, menjaga tradisi dan adat istiadat berbangsa dan bernegara yang santun, bersatu dan damai. Hidup rukun dengan semua orang yang berbeda-beda. Namun tokoh-tokoh yang menyebarkan kebaikan, seringkali justru dihadang oleh mereka yang merongrong persatuan dan kesatuan. Ada kelompok-kelompok yang menentang. Mereka membawa budaya asing. Memaksakan diri seolah kelompok yang paling benar. Mendegradasikan nilai-nilai lokal dan menuduhnya musyrik. Kata-kata kotor dan sarkastik diumbar untuk mendiskreditkan mereka yang dianggap berlawanan. Orang benar, orang saleh, mereka yang berjuang mengajarkan kebaikan justru dimusuhi. Waspadalah ini sedang terjadi di negeri kita. Pengalaman seperti itu pernah dialami oleh Yesus dari Nasaret atau juga Yeremia. Nabi Yeremia diancam karena memberitakan kebenaran. Begitu pula Yesus ditentang oleh kaum Yahudi karena melaksanakan kehendak Bapa-Nya, Yesus dituduh menghojat Allah. Mereka menentang orang yang diutus oleh Allah. Yesus membawa warta kebenaran, kebaikan, welas asih. Tetapi kaum Yahudi justru mengancam-Nya, bahkan ingin membunuh-Nya. Yesus tidak gentar. Ia tidak mundur. Ia tetap teguh konsisten membawa pesan perdamaian dan keselamatan bagi semua orang. Seperti Yeremia dan Yesus, kita diajak untuk setia pada nilai-nilai kebenaran dan kasih sayang. Nilai-nilai itu universal. Siapapun yang berjuang demi kebenaran, keadilan, kedamaian, kerukunan dan persatuan, mesti kita dukung bersama. Pergi berlayar sampai ke Dumai, Singgah ke Palembang membeli kain. Kita bisa hidup rukun dan damai, Jika mau menghargai satu dengan lain. Wonogiri, wartakan kebaikan dan perdamaian Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 10 April 2025
Kamis Prapaskah V Yohanes 8: 51-58 SEKARANG ini lagi viral ada kelompok-kelompok agama yang saling tantang-tantangan. Mereka saling mengejek, menghina dan mengklaim diri sebagai kelompok paling hebat dan paling benar dalam menjalankan hidup agamanya. Mereka dengan teriak-teriak menantang satu sama lain untuk berperang. Kebencian disebarkan justru oleh tokoh agama. Permusuhan dipertontonkan kepada masyarakat secara terang-terangan dan terbuka. Kita kaum awam ini lalu bertanya; katanya agama membawa damai dunia akherat, tapi mengapa para pemimpinnya malah menebarkan permusuhan dan kebencian? Agama harusnya membawa keselamatan, tetapi yang muncul justru ketakutan dan kekejaman? Mereka masing-masing menjadi kelompok Followers Pembela Iman. Karena mengklaim diri sebagai kelompok yang paling benar, maka kelompok yang lain adalah musuh dan saingan yang harus dihancurkan. Beginikah pemahaman hidup keagamaan kita? Orang-orang Yahudi dengan keras menolak Yesus. Mereka bahkan menganggap Yesus kerasukan setan. Namun Yesus bilang bahwa Dia tidak kerasukan setan. Dia menghormati Bapa yang mengutus-Nya. Kehadiran-Nya untuk membawa warta keselamatan dan kehidupan kekal. “Sesungguhnya barangsiapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya." Inilah janji keselamatan dan hidup kekal, karena percaya kepada-Nya. Orang yang mengenal Tuhan pasti hidupnya membawa damai, sukacita, kebahagiaan dan kesejahteraan bagi sesama. Semakin mengenal Tuhan akan semakin rendah hati, damai dan tenang dalam membawakan diri. Tidak mengancam, menebar ketakutan, menyerang dengan kebencian dan memusuhi orang lain. Makna “Agama Rahmatan lil 'Alamin” adalah agama yang kehadirannya di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam semesta. Mari kita membawa damai dan kasih sayang, bukan kebencian dan permusuhan. Kalau dunia tidak ada seekor lebah, Maka tidak akan ada bunga-bunga indah. Kalau kita semakin mengenal Allah, Kita makin jadi manusia pembawa berkah. Wonogiri, membawa berkah Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 9 April 2025
Rabu Prapaskah V Yohanes 8: 31-42 PRABU Basudewa dari Mandura mempunyai istri Dewi Maerah. Ketika ditinggal berburu di hutan berbulan-bulan, Maerah memadu kasih dengan Raja Kiskendapura, Prabu Gorawangsa. Mereka punya anak bernama Kangsadewa. Kangsa berperilaku “brangasan adigang adigung, adiguna” serakah, sombong, sewenang-wenang dan kejam terhadap orang kecil. Dia merasa memiliki hak waris dari Kerajaan Mandura. Maka dia memaksa Raja Basudewa mengadakan pertandingan “Adu Jago.” Pertandingan ini sebetulnya hanya bahasa halus untuk melengserkan raja. Kangsa ingin menggantikan kedudukan “ayahnya” menjadi raja. Ia menantang raja untuk bermain adu jago. Kalau Basudewa kalah, maka dialah yang akan menjadi raja. Jagonya bukan ayam tetapi manusia. Pewaris Mandura sebenarnya adalah Kakrasana, Narayana dan Dewi Bratajaya yang disembunyikan di Widara Kandang. Mereka ikut nonton adu kesaktian di arena. Kangsa akhirnya mati oleh panah Permadi karena rayuan Bratajaya dalam gelanggang adu jago yang dibuatnya sendiri. Yesus bersoal jawab dengan orang-orang Yahudi tentang keturunan Abraham dan keturunan Allah. Orang Yahudi merasa sebagai ahli waris Abraham. Mereka menganggap sebagai orang-orang yang dekat dengan Allah seperti Abraham dan nenek moyang mereka. Tetapi Yesus membantah mereka, "Jikalau sekiranya kamu anak-anak Abraham, tentulah kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham. Tetapi yang kamu kerjakan ialah berusaha membunuh Aku; Aku, seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang Kudengar dari Allah; pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham.” Apa yang mereka lakukan justru berlawanan dengan apa yang dikerjakan Yesus. Mereka mengaku sebagai anak-anak Allah tetapi tidak mengerjakan apa yang diperintahkan Allah. Sama seperti Kangsa yang mengaku ahli waris Mandura tetapi justru ingin membunuh Basudewa dan keturunannya. Jika mereka adalah anak Allah, seharusnya mereka mendengarkan dan melaksanakan seperti yang dikerjakan Yesus. seharusnya mereka menerima Dia yang diutus Allah, bukan malah menolak dan membunuh-Nya. Kalau kita mengaku menjadi murid Yesus, Sang Anak Allah, apakah kita sudah bersungguh-sungguh melaksanakan perintah-Nya? Mendaki gunung, bukit dan lembah, Menikmati indahnya hamparan bunga. Kita ini sungguh-sungguh anak Allah, Jika setia mengikuti Kristus, Firman-Nya. Wonogiri, setia ikut Yesus Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 8 April 2025
Selasa Prapaskah V Yohanes 8: 21-30 SUATU kali saya ketemu salah seorang umat di Jakarta. Saya bertanya asalnya dari mana. Dia menjawab, “Dari Solo, Romo.” Saya kejar lagi, “Solonya mana Pak?” Dia menjawab, “Wonogiri kok Romo.” Karena penasaran, saya lanjut bertanya lagi, “Wonogirinipun pundi Pak?” Orang itu tersipu-sipu berkata, “Pracimantoro aslinipun Romo.” Jarak Solo ke Pracimantoro kurang lebih ya 65 kilometer. Kadang kita malu menyebut asal usul kita karena dari daerah pelosok yang jauh. Kita sembunyikan daerah asal dengan menyebut dari Kota Solo. Namun demikian, logat bahasa dan tutur kata yang khas tidak bisa disembunyikan. Yesus dengan terus terang menjelaskan asal-usul-Nya. “Kamu berasal dari bawah, Aku dari atas; kamu dari dunia ini, Aku bukan dari dunia ini.” Yesus mewahyukan jati Diri-Nya. Ia dengan tegas memperkenalkan dari mana Dia datang. Yesus mengungkapkan bahwa “Akulah Dia.” Pengenalan ini sama ketika Allah mewahyukan Diri-Nya kepada Musa, “Akulah Yang Ada.” Yesus membuka Diri-Nya berasal dari Allah. Maka barangsiapa percaya kepada-Nya akan memperoleh hidup kekal. Dia berkata, “Jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu.” Satu-satunya jalan agar kita memperoleh hidup adalah percaya kepada-Nya. Karena Yesus datang dari Allah dan menghadirkan kehendak-Nya bagi dunia, yakni ingin menyelamatkan manusia. Perutusan Yesus adalah membawa misi Allah. Ia datang bukan atas kehendak-Nya sendiri. Tetapi diutus oleh Bapa untuk melaksanakan kehendak-Nya. Ketaatan-Nya mati di salib menjadi bukti bahwa Yesus datang melaksanakan kehendak Bapa-Nya. Maka Dia berkata sebelum mati di salib, “Sudah selesai.” Jangan sampai kita mati menggendong dosa karena tidak percaya kepada Yesus. Kalau kita percaya kepada-Nya, kita akan memperoleh hidup yang sejati. Percaya menjadi jalan keselamatan kita. Apakah kita mau percaya kepada-Nya? Jawaban kita menentukan keselamatan kita. Ke dapur ambil pisang rebus, Masih panas ditaruh di atas meja. Dengan percaya kepada Yesus, Kita dibawa dari dunia ke sorga. Wonogiri, Kuatkan imanmu dan percayalah Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 7 April 2025
Senin Prapaskah V Yohanes 8: 1-11 NASEHAT dari lagu Jawa: “Enthik-enthik, patenana si penunggul. Gek dosane apa. Dosane ngungkul-ungkuli. Dhi aja dhi sedulur tuwa kuwi malati”. Nenek moyang kita memakai jari jari untuk memberi nasehat. Jari jemari adalah gambaran lima orang anak dalam keluarga. Anak sulung namanya Jempol. Kedua, namanya Penuding. Ketiga namanya Panunggul. Keempat bernama Si Manis dan yang bungsu bernama Jentik. Setiap hari mereka bekerja membantu orangtuanya, bahu membahu satu sama lain, semua pekerjaan dikerjakan secara bersama-sama, berat sama diangkat, ringan sama dijinjing. Ke mana-mana mereka pun selalu bersama. Bahkan bisa dikatakan mereka sangat rukun dan bahagia. Suatu hari setelah mereka kerja keras, Penunggul melihat agar-agar yang lesat segar. Diambillah agar-agar itu dan dimakan sendiri. Penuding sangat marah. Begitupun Si Manis dan Jentik marah sekali. Dengan geram Penuding berkata kepada Jentik, "Enthik, Enthik, Patenana Si Penunggul ( Jentik, Jentik, bunuhlah Penunggul ). Jentik menjawab, ”Gek dosane apa?” (Apa dosanya?) Manis berkata, “dosane ngungkul-ungkuli.” (Dosanya selalu mengalahkan yang lain). Mendengar kata-kata Manis itu, Jempol menasehati, “Aja Dhi, aja dhi, sedulur tuwa malati,” ( Jangan, ya Dik, saudara tua itu bisa membawa tuah ). Semua saudara mendengarkan kata-kata Jempol. Mereka pun mengampuni Penunggul, serta menghargai semua kata-kata dari saudara yang lebih tua dan selanjutnya mereka hidup rukun damai sejahtera. Kita mudah sekali ingin menghukum dan mengadili orang lain. Sama seperti orang-orang Farisi yang ingin melempari batu perempuan yang berzinah. Tetapi Yesus menunjukkan sikap Allah yang mengampuni. Seperti Jempol yang menasehati saudara-saudaranya agar tidak menghukum si Panunggul, demikianlah Allah juga mengampuni semua orang yang berdosa. "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." Marilah kita suka mengampuni orang yang bersalah pada kita. Lebaran sudah hampir usai, Arus balik sudah akan mulai. Tuhan hanya ingin mengasihi, Siapapun kita tanpa terkecuali. Wonogiri, Kasih-Mu abadi ya Tuhan Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 6 April 2025
Minggu Prapaskah V Yohanes 8: 1-11 MASIH ingat Film berjudul “Tilik” (artinya; Menjenguk Pasien). Ceritanya, Bu lurah sakit. Warga ingin menjenguk di rumah sakit. Dalam perjalanan mereka menggosipkan Dian, kembang desa yang dianggap “cewek gatal.” Bu Tejo, tokoh utama dalam film itu membeberkan sepak terjang Dian yang dianggap meresahkan keutuhan keluarga. Dian dianggap sebagai cewek penggoda para suami. Gaya hidupnya yang mewah dan tingkah lakunya yang mencurigakan menjadi bahan omongan ibu-ibu di desa. Dian diadili lewat gosip-gosip yang disebarkan. Dia dituduh sebagai cewek matre, keluar masuk hotel, bergaya hidup mewah, hamil di luar nikah dan macem-macem. Semua tuduhan itu meluncur dari omongan liar di jalanan. Kendati hanya film, tetapi itulah gambaran yang tidak jauh dari keadaan sebenarnya. Kita umumnya mudah sekali menghakimi seseorang. Kita mudah sekali menghukum dan mengadili orang yang bersalah, seolah kitalah yang paling benar. Itulah yang terjadi dengan perempuan yang ketahuan berzinah. Mereka ingin menghukumnya dengan melempari batu sampai mati. Kasus ini dihadapkan pada Yesus. Mereka ingin tahu bagaimana sikap Yesus. Siapa tahu mereka bisa menjebak dan menyalahkan-Nya. Yesus berkata, "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu.” Jawaban itu menohok mereka. Tak ada yang berani menghukum wanita itu. Siapa yang tidak berdosa di antara kita? Itulah sikap Allah terhadap pendosa. Ia tidak menghukum tetapi mengampuni. Ia tidak menuntut tetapi memberi kesempatan. "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." Pengampunan Allah lebih besar dari dosa-dosa kita. Bagaimana dengan kita? Masihkah kita lebih suka menghukum orang sementara kita sendiri juga orang yang berdosa? Jalan-jalan ke Wonogiri, Jangan lupa membeli bakmi. Kasih Allah itu mengampuni, Hidup kita jadi sangat berarti. Wonogiri, Tuhan Maha Pengampun Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 5 April 2025
Sabtu Prapaskah IV Sabtu Imam Yohanes 7: 40-53 KITA kebanyakan pernah mengalami ditolak, dihakimi, difitnah dan dijelek-jelekkan orang. Apalagi kalau menjadi publik figure seperti romo, suster, bahkan uskup pun tidak jarang difitnah dengan keji. Orang mudah sekali menyebarkan berita bohong, fitnah dan mengadili di media sosial tanpa mencari kebenarannya lebih dahulu. Banyak korban tidak bisa membela diri kalau sudah diadili di medsos. Kalau hati sudah ditutupi kebencian, iri dan dengki, maka segala sesuatu akan dipandang secara negatif. Medsos lalu menjadi panggung penghakiman. Semua orang merasa berhak menjadi hakim. Begitulah suasana yang dihadapi oleh Yesus. Dia menjadi bahan pertentangan dan perbantahan banyak orang. Ada yang pro, tetapi juga ada yang kontra, melawan dengan keras. Mereka adalah kaum Farisi dan pemimpin-peminpin bangsa Yahudi, serta para imam kepala. Mereka mempengaruhi orang banyak, juga para penjaga atau prajurit. Bahkan mereka memakai ayat-ayat Kitab Suci yang menyatakan bahwa Mesias tidak datang dari Galilea. "Bukan, Mesias tidak datang dari Galilea! Karena Kitab Suci mengatakan, bahwa Mesias berasal dari keturunan Daud dan dari kampung Betlehem, tempat Daud dahulu tinggal." Kaum Farisi dan imam-imam kepala itu memprovokasi orang agar menghukum Yesus dan menangkap-Nya sebagai pembuat kerusuhan atau kegaduhan. Namun di tengah orang banyak, masih ada pribadi dengan pikiran jernih dan jujur. Dialah Nikodemus. Ia berkata untuk membela Yesus, "Apakah hukum Taurat kita menghukum seseorang, sebelum ia didengar dan sebelum orang mengetahui apa yang telah dibuat-Nya?" Kalau kita menghadapi kasus seperti ini, sikap manakah yang akan kita pilih? Bertindak seperti kaum Farisi, para imam kepala yang suka menghakimi atau berpikir jernih dan bijaksana seperti Nikodemus? Pak Tani pagi-pagi sudah pergi ke sawah, Untuk melihat kesuburan tanaman padi. Apakah kamu tidak pernah berbuat salah, Sehinggai kamu merasa berhak mengadili? Wonogiri, bertindaklah bijaksana, jangan didasari rasa benci Rm. A. Joko Purwanto, Pr |
Archives
December 2034
Categories |