Paroki St. Yohanes Rasul Wonogiri
  • Home
  • Profil Paroki
  • Katekese
  • Pelayanan
  • Berita Paroki

katekese

Karena Ketegaran Hatimu

8/15/2024

0 Comments

 
​Puncta 16 Agustus 2024
Jum’at Biasa XIX
Matius 19: 3-12

KALAU kita mendengar pengumuman perkawinan di gereja, ada himbauan; barangsiapa mengetahui halangan perkawinan ini, umat wajib lapor kepada Pastor Paroki. 

Salah satu halangan perkawinan Katolik adalah ikatan perkawinan sebelumnya.

Orang yang terikat pada perkawinan sebelumnya terhalang untuk melakukan perkawinan lagi. Dua orang yang sudah dibaptis menikah secara sah lalu karena suatu hal mereka bercerai secara sipil. Menurut Gereja ikatan mereka tetap sah. 

Mereka berhalangan untuk melangsungkan perkawinannya lagi. Halangan ini harus dibereskan lebih dahulu lewat Tribunal Gereja atau Panitia Pastoral Perkawinan.

Orang sering main tabrak saja, melanggar aturan-aturan hukum perkawinan. Yang penting saya bisa menikah. Merasa dipersulit lalu mencari tempat yang mudah agar bisa menikah. Tak penting dengan keyakinan dan iman yang selama ini dihayati.

Begitulah yang dihayati orang-orang Farisi. Mereka bertanya pada Yesus, “Apakah diperbolehkan orang menceraikan istrinya dengan alasan apa saja?” 

Dengan menyebut 'alasan apa saja,' mereka bertindak semaunya dan sewenang-wenang, tidak mau diajak kompromi. Orang Jawa bilang, 'waton sulaya.'

Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? 

Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. 

Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."

Orang-orang Farisi masih “ngeyel” dan bertanya, “"Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?"

Yesus menjawab dengan tegas, "Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian.”

Orang yang tegar hati hanya mengejar dan memikirkan dirinya sendiri. Ia tidak mau mendengarkan saran, masukan dan nasehat orang lain. Bahkan aturan-aturan dan hukum dilanggar untuk membenarkan dirinya.

Seperti Bangsa Israel, setelah menjadi bangsa besar, mereka lupa kepada perjanjian Tuhan. Hukum-hukum-Nya mereka singkiri dan menyembah dewa-dewa baal. 

Orang Jawa bilang, “Ora Ngrumangsani.” Dahulu dibebaskan dari Mesir, setelah jadi bangsa besar, lupa diri dan menjauhi Tuhan.

Nasehat orang tua, “Jangan jadi sombong dan tegar hati, mengko ndak diwelehke Gusti.” 

Mari kita tetap setia pada perjanjian dan kehendak Tuhan dengan mendengarkan hukum-hukum-Nya.

Jalan pagi-pagi  di waduk Wonogiri,
Menikmati terbitnya sang Matahari.
Janganlah suka menyombongkan diri,
Karena Tuhan itu maha mengetahui.

Wonogiri, aja waton sulaya...
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Mengampuni Tiada Henti

8/14/2024

0 Comments

 
​Puncta 15 Agustus 2024
Kamis Biasa XIX
Matius 18:21 – 19:1

LAPANGAN St. Petrus menjadi saksi penembakan atas Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 13 Mei 1981. Waktu itu Paus sedang berkeliling dengan mobil terbuka untuk menyapa umat yang datang di St. Peter Square. 

Tiba-tiba dari jarak kurang lima meter, seorang pemuda Turki, Mehmet Ali Agca menembak Paus dan mengenai dadanya. 

Paus langsung dilarikan ke Rumah Sakit dengan ambulans. Antara hidup dan mati, Paus memberi maaf kepada pelaku.

Secara terbuka, empat hari setelah usaha pembunuhan yang menggegerkan dunia itu, Paus menyampaikan pengampunannya di tengah khalayak pada tanggal 17 Mei 1981. 

Bahkan tidak hanya itu, pada tahun 1983 Paus mengunjungi Mehmet di penjara dan berbincang-bincang dengan akrab layaknya saudara.

"Apa yang kami bicarakan harus merupakan rahasia antara dia dan saya. Ketika berbicara dengannya saya anggap ia adalah seorang saudara yang sudah saya ampuni dan saya percayai sepenuhnya," kata Paus.

Ketikan Petrus bertanya kepada Yesus, berapa kali kita harus mengampuni, Tuhan menjawab, “Bukan hanya sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh  kali.” Pengampunan yang terus menerus dan tak terbatas.

Pengampunan adalah rahmat dari Allah. Kalau berdasarkan logika manusia, mungkin hanya sampai tujuh kali saja, sebagaimana pertanyaan Petrus itu. Tujuh kali mengampuni sudah sangat baik.

Tetapi Tuhan mengajarkan bukan hanya tujuh kali, melainkan tujuhpuluh kali tujuh kali dalam memberi pengampunan. 

“Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna,” pinta Yesus.

Seperti dalam perumpamaan yang digambarkan Yesus. Tuan yang maha murah itu mengampuni hambanya yang berhutang sepuluh ribu talenta. Maka hamba yang telah diampuni itu juga harus mengampuni sesamanya yang berhutang padanya.

Kita seringkali gagal untuk mengampuni. Maka marilah kita mohon rahmat-Nya agar dapat mengampuni semua orang yang bersalah kepada kita, sebagaimana doa Bapa Kami yang tiap hari kita ucapkan.

Pergi ke Blabak beli tahu kupat,
Tidak cukup satu tapi pesan empat.
Mengampuni adalah sebuah rahmat,
Mereka yang bisa adalah orang hebat.

Wonogiri, belajar mengampuni
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Dialog dari Hati ke Hati

8/13/2024

0 Comments

 
Puncta 14 Agustus 2024
PW. St. Maximillian Maria Kolbe
Matius 18: 15-20

MEDIA SOSIAL sekarang ini seperti panggung sandiwara dimana orang bisa melihat aneka drama kehidupan. Kalau tidak hati-hati kita bisa menjebloskan orang ke dalam panggung yang sangat kejam. 

Misalnya kalau kita mengunggah kejelekan dan keburukan orang lain. Kita akan terjebak menjadi pembunuh karakter seseorang. 

Nama baik seseorang akan tercemar karena rasa benci, iri hati, cemburu, baperan, dan rasa tidak senang pada seseorang.

Dengan mengunggah keburukan seseorang di medsos, kita sudah mengadili tanpa prosedur dan menjatuhkan hukuman yang kejam dan tidak adil. Kalau anda diperlakukan seperti itu, bagaimana perasaan anda?

Yesus mengajarkan kepada kita bagimana tahap-tahap menyadarkan dan menasehati sesama yang bersalah. 

Pertama, tegorlah dia di bawah empat mata. Kedua, jika ia tidak mendengarkanmu, bawalah seorang atau dua orang lain sebagai saksi. 

Ketiga, jika ia tidak mau mendengarkan, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Jika suara jemaat tidak didengarkan, pandanglah dia sebagai orang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai. 

Janganlah kita mudah sekali menyebarkan kejelekan orang di media sosial. Mari kita kembangkan semangat dialog dari hati ke hati. 

Jangan berdialog di media sosial, pasti tidak akan selesai masalahnya. Berbicaralah empat mata dengan  menggunakan hati, pasti lebih adem, dan menentramkan hati.

Komunikasi hati dengan berbicara empat mata, apalagi disertai dengan doa, Tuhan akan hadir di dalamnya. Sebab Yesus berkata, “Di mana ada dua atau tiga orang berkumpul demi nama-Ku, Aku hadir di tengah-tengah mereka.”

Itu artinya, jika kita ada masalah, kita diajak bertemu dan berdialog dengan hati. Pertemuan dua orang menggunakan hati dan disertai dengan doa, berarti kita mengundang Tuhan hadir untuk membuka hati dan pikiran kita. 

Di situ kita diajak saling mendengarkan suara Tuhan yang terbaik bagi kita. Semoga dialog menjadi cara bagaimana kita menyelesaikan masalah-masalah yang ada. 

Jangan mudah mengadili orang di depan umum melalui media sosial. Utamakanlah dialog perasaan dan hati untuk saling memahami.

Banyak karnaval agustusan di jalan raya,
Jalanan macet tetapi semua bersuka cita.
Tidak ada manusia yang paling sempurna,
Bahkan Tuhan menghargai kelemahan yang hina dina.

Wonogiri, jangan suka menjelekkan orang, karena anda belum tentu baik, ya kan?
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Juru Masak di Biara Shaolin

8/12/2024

0 Comments

 
Puncta 13 Agustus 2024
Selasa Biasa XIX
Matius 18:1-5.10.12-14

DALAM Film berjudul The Shaolin, ada seorang juru masak di Biara Shaolin yang tidak sentral perannya. Tetapi mengajarkan kepada kita semangat kerendahan hati. Biksu juru masak itu bernama Wudao ( diperankan oleh Jacky Chan).

Ia tidak nampak sebagai biksu yang pandai bermain silat. Tugasnya hanya di belakang, di dapur menyediakan makanan bagi para murid Shaolin. Tutur katanya sopan dan perilakunya menjadi panutan bagi para murid.

Hou Jie, sering berdiskusi dengan Juru masak sederhana itu. Hou Jie adalah mantan jendral yang ambisius, kejam dan main kuasa. Ia kalah perang dan bersembunyi di biara itu.

Tetapi berhadapan dengan Wudao yang sederhana, rendah hati dan welas asih, Hou Jie akhirnya menemukan kedamaian hidup di Kuil Shaolin. Hou Jie bertobat, mengubah jalan hidupnya.

Yesus berkata kepada murid-murid, “Barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Surga. Janganlah menganggap rendah seorang pun dari anak-anak kecil ini.”

Kerendahan hati adalah sumber kebijaksanaan. Sejak dini kita sudah diajarkan untuk bersikap sopan santun, menghargai orang lain baik dalam tingkah laku dan tutur kata. 

Kalau lewat di depan orang kita, membungkuk dan permisi sebagai tanda merendahkan diri dan hormat pada sesama.

Jika kita bisa merendahkan diri, kita juga akan dihormati oleh orang lain. Yesus mengambil contoh seorang anak, karena anak biasanya dianggap sebagai pribadi yang lemah, rendah dan tidak punya power apa pun.

Jika kita bisa menghargai mereka yang rendah, lemah, tak berkuasa, kita memiliki kebijaksanaan anak-anak Allah. Allah justru menghadirkan Diri-Nya dalam pribadi orang-orang lemah.

Maka Yesus berkata, “Barangsiapa menyambut seorang anak kecil ini dalam Nama-Ku, ia menyambut Aku.” 

Marilah kita menghargai dan mengasihi mereka yang kecil, lemah, tersingkir dan yang tidak punya kekuatan apa pun, karena justru dalam diri merekalah Allah menampakkan Diri-Nya.

Makan soto dengan bumbu rempah,
Bikin nafsu makan jadi semakin kuat.
Merendahkan diri tidak berarti lemah,
Ia sedang mengajarkan kekuatan yang dasyat.

Wonogiri, hargailah mereka yang kecil
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Memberi Teladan

8/11/2024

1 Comment

 
​Puncta 12 Agustus 2024
Senin Biasa XIX
Matius 17: 22-27

DALAM bacaan Injil hari ini Yesus memberi teladan kepada para murid-Nya untuk taat membayar pajak. 

Ia menyuruh Simon untuk memancing ikan dan mengambil empat dirham yang ada di mulut ikan itu. Dengan uang itu, Yesus dan Petrus membayar pajak kepada negara.

Yesus berkata kepada Simon, “Agar kita jangan menjadi batu sandungan bagi mereka, ambillah uang itu dan bayarlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu.” 

Sebagai seorang guru, Yesus  menunjukkan keteladanan bagi para murid-Nya.

Seorang guru tidak hanya mengajarkan, tetapi juga mempraktekkan apa yang diajarkan itu. Keteladanan lebih penting dari pada nasehat dan tutur kata. 

Satu tindakan keteladanan lebih berguna daripada seribu kata-kata yang meluncur dari mulut kita.

Keteladanan muncul dari kesatuan antara kata dan tindakan. Apa yang dikatakan, juga dilakukan secara kongkret dalam praktek hidup sehari-hari. Keteladanan menunjukkan integritas pribadi kita.

Dengan tindakan kecil, Yesus menunjukkan keteladanan-Nya yakni membayar pajak, agar tidak menjadi batu sandungan bagi banyak orang. Kepekaan dalam hal-hal kecil membuat kita menyingkiri batu sandungan bagi orang lain.

Dengan bertindak demikian, kita menghilangkan syak wasangka dan penilaian-penilaian negatif. Yang kita pikirkan bukan hanya diri sendiri, tetapi persepsi dan penilaian orang lain. Hal-hal umum yang wajib kita lakukan ya mesti kita jalani sebagaimana mestinya.

Menghindari batu sandungan adalah tindakan bijaksana agar orang tidak berpikir dan bertindak keliru terhadap kita. 

Mari kita jalani hidup kita dengan tertib dan setia agar tidak menjadi batu sandungan bagi sesama.

Siap-siap menuju ke Jakarta,
Paus Fransiskus mau mimpin misa.
Tuhan Yesus ajarilah kami semua,
Tidak jadi sandungan bagi sesama.

Wonogiri, jangan menjadi batu sandungan
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
1 Comment

Roti Hidup

8/10/2024

0 Comments

 
​Puncta 11 Agustus 2024
Minggu Biasa XIX
Yohanes 6: 41-51

SEORANG ibu yang sudah "sepuh" atau tua setiap hari mengikuti Ekaristi di Gereja St.Yohanes Rasul Wonogiri. Ia rajin dan semangat datang ke gereja. Setelah misa selesai, dia tidak langsung pulang, tetapi masih menyapu halaman gereja, membersihkan sampah dan puntung rokok yang bertebaran.

Dia sudah pensiun dari PNS dan banyak waktu dihabiskan di gereja. Dia pernah sharing, “Kalau sehari tidak menerima Tubuh Kristus, ada sesuatu yang kurang, Romo. Ekaristi sudah menjadi kebutuhan hidup saya. Hanya di Gereja tempat yang membuat saya ayem tentrem.”

Bagi orang Katolik, Ekaristi adalah  sumber makanan yang memberi semangat hidup. Tubuh Kristus yang diterima dalam komuni suci adalah makanan yang kekal bagi kehidupan rohani kita.

Yesus berkata, “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia."

Kita tidak hanya membutuhkan makanan jasmani, tetapi juga butuh makanan rohani. Manusia terdiri dari badan, jiwa dan roh. Badan membutuhkan makanan yang menguatkan. Begitu pula jiwa dan roh kita harus diberi makanan rohani.

Yesuslah yang menjadi roti hidup bagi jiwa dan roh kita. Dia menjadikan Diri-Nya roti yang siap dipecah dan dibagi untuk kehidupan kita. “Barangsiapa makan Roti ini akan hidup selama-lamanya.”

Di dalam Ekaristi kita makan Tubuh Kristus dan mengunyah sabda-Nya. Santo Hieronimus pernah berkata, “Tidak mengenal Kitab Suci, tidak mengenal Yesus.” Kalau kita mau mengenal Yesus berarti kita diminta membaca sabda-Nya dalam Kitab Suci. 

Dalam Ekaristi kita mengunyah sabda-Nya lewat bacaan yang kita renungkan dan menerima Tubuh-Nya sebagai kekuatan hidup kita. Maka benarlah yang disharingkan ibu tua tadi, “semakin sering ikut Ekaristi, semakin hidupnya ayem tentrem dan bahagia.”

“Tidak ada yang lebih agung selain Ekaristi. Bila Allah memiliki sesuatu yang lain yang lebih berharga [dari Ekaristi], maka Ia akan memberikan-Nya pada kita”  kata St. Yohanes Maria Vianney.

Wonogiri dekat Paroki Batu,
Ke selatan sampai Pantai Nampu.
Ekaristi adalah sumber hidupku,
Roti Hidup adalah makananku.

Wonogiri, Ayo ikut misa pagi
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Perjalanan Karya Panggilan Suster Resdiana, CB

2/27/2024

1 Comment

 
 "Pesan saya untuk umat Paroki Wonogiri, saya ingin sekali umat itu menyadari pentingnya Ekaristi." - Sr. Resdiana, CB
​Perjalanan saya di Paroki St. Yohanes Rasul Wonogiri dimulai sejak Juli 2007. Ini merupakan perjalanan kedua saya di Paroki ini. Dahulu saya sempat bertugas di Paroki Wonogiri kemudian dimutasi ke Surabaya dan kemudian kembali di Paroki St. Yohanes Rasul Wonogiri.
            Tugas saya di Paroki Wonogiri adalah memimpin komunitas Suster CB di Susteran Hendra Giri. Selain itu saya juga berkarya di sekolah, tepatnya di SD Kanisius Wonogiri. Awalnya dulu saya diminta oleh bapak kepala sekolah sebagai pemerhati. Namun demikian, saya tidak mau. Saya mau untuk menjadi guru bidang studi. Karena kalau saya menjadi pemerhati, maka saya tidak dapat memberi masukan dan suara saya tidak diperhitungkan. Setelah saya mengajar di SD Kanisius, saya berinisiatif untuk mengadakan Misa Awal Tahun dan Misa Tutup Tahun. Jadi tidak hanya Misa Natal saja. Sebab, kita ini berada di Sekolah Katolik. Sekolah Katolik itu harus menanamkan dasar iman Katolisitas yang baik kepada anak-anak kita. Di dalam kelas, Saya juga mendata anak-anak dari keluarga Katolik yang belum dibaptis. Bahkan saya juga terbuka untuk anak-anak yang bukan dari keluarga Katolik dan ingin dibaptis asal seijin orangtua. Anak-anak tersebut akan saya fasilitasi untuk medapatkan pembejaran untuk menerima Sakramen Baptis.
            Selain mengajar di SD Kanisius, Saya juga berkarya mengajar katekumen, membantu pelajaran persiapan Komuni Pertama, dan persiapan penerimaan Sakramen Krisma. Saya juga sempat mengajar di Akper Giri Husada sewaktu Romo Sugihartanto, Pr masih bertugas di paroki ini. Beberapa tempo lalu saya juga turut terlibat untuk mengajar dalam kursus tenaga pastoral yang diadakan Paroki St. Yohanes Rasul Wonogiri. Saya juga memberi kunjungan di Lembaga Permasyarakatan di Kabupaten Wonogiri serta melakukan beberapa kunjungan bakti sosial pada umat Paroki St. Yohanes Rasul Wonogiri. Saya juga sering memberi renungan bagi ibu-ibu WKRI di lingkungan.
            Perjalanan karya misi saya merupakan kehendak Allah. Dalam kaul suster kami terdapat tiga kaul yakni kaul kemurnian, kemiskinan, dan ketaatan. Hal tersebut menjadi sarana bagi saya untuk berserah diri kepada Tuhan. Saya menjalani semua dengan penuh sukacita, Puji Tuhan hingga saat ini saya selalu diberi kesehatan, sehingga saya dapat menjalankan karya misi yang menjadi panggilan hidup saya. Dengan adanya perpindahan tugas dari satu tempat ke tempat yang lain akan menambah persaudaraan saya.
            Pesan saya untuk umat Paroki Wonogiri: “ Saya ingin sekali umat itu menyadari pentingnya Ekaristi. Ekaristi itu Allah sendiri hadir dan kita yang membutuhkan-Nya. Sangat disayangkan masih banyak diantara kita yang belum menghayati Ekaristi secara utuh dan masih ogah-ogahan ke gereja. Saya juga titip anak-anak yang memiliki cita-cita untuk menjadi Suster. Titip untuk selalu didoakan dan didampingi sampai tercapai panggilan hidupnya.”
 
Salam
Sr. Resdiana, CB
1 Comment

Mari Menanggapi Undangan Tuhan (2)

2/28/2022

0 Comments

 
Marilah kita memahami dan meresapi setiap bagian-bagian dalam perayaan Ekaristi. Perayaan Ekaristi dapat dibagi menjadi empat bagian penting yakni: Ritus Pembuka, Liturgi Sabda, Liturgi Ekaristi, dan Ritus Penutup. Keempat bagian dapat dijelaskan sebagai berikut:

A. Ritus Pembuka
   1. Perarakan Masuk
Menjadi simbol umat Allah yang sedang berziarah di dunia ini. Terus bergerak dan dinamis. Biasanya diiringi dengan lagu pembuka yang berfungsi untuk membina kesatuan umat dan menghantar kepada misteri iman yang dirayakan.
  2. Penghormatan Altar, Tanda Salib, dan Salam kepada Umat
Sebagai tanda penghormatan, imam dan pelayan membungkuk khidmat di depan Altar kemudian imam mencium Altar (relikwi) sebagai tanda siap sedia untuk menjadi martir kecil bagi Gereja. Tanda salib yang membuka perayaan ini mengingatkan akan misteri Allah Tritunggal yang mengundang kita dalam satu persekutuan persaudaraan ini. Salam menunjukkan bahwa Tuhan hadir di tengah-tengah umat-Nya. Salam tersebut kemudian mendapat jawaban dari umat yang memperlihatkan misteri Gereja yang sedang berkumpul.
  3. Pernyataan Tobat
Imam mengajak umat untuk berseru kepada Tuhan dan memohon belas kasih-Nya karena menyadari kita adalah himpunan orang yang berdosa.
   4. Tuhan Kasihanilah
Merupakan kelanjutan dari penyataan tobat yang menyerukan kepada Allah bahwa kita senantiasa memerlukan kerahiman-Nya. Komunitas Ekaristis adalah komunitas yang mewartakan pesan perdamaian, mengembangkan dialog dan persaudaraan serta berjuang untuk menyelesaikan konflik.
   5. Kemuliaan
Melalui madah ini Gereja yang berkumpul atas dorongan Roh Kudus memuji Allah menjadi suatu komunitas yang hidup.
  6. Doa Pembuka
Doa pembuka lazim juga disebut sebagai ‘collecta’ yang mengungkapkan inti perayaan liturgi yang bersangkutan. Umat memadukan hati dalam doa pembuka dan menjadikannya doa mereka sendiri dengan aklamasi: amin!

B. Liturgi Sabda
  1. Bacaan-bacaan dari Kitab Suci
Bacaan-bacaan dari Kitab Suci merupakan bagian  pokok dari liturgi Sabda. Bertujuan untuk mendorong umat agar merenung.
   2. Mazmur Tanggapan
Mazmur tanggapan memiliki makna liturgis serta pastoral yang penting karena menopang permenungan atas Sabda Allah. Dianjurkan bahwa mazmur tanggapan dilagukan, sekurang-kurangnya bagian ulangan yang dibawakan oleh umat.
   3. Bait Pengantar Injil
Dengan aklamasi ini umat beriman menyambut dan menyapa Tuhan yang siap bersabda kepada mereka dalam Injil dan sekaligus menyatakan iman.
   4. Homili
​
Homili berguna untuk memupuk semangat hidup kristen. Pada umumnya yang memberikan homili adalah imam yang memimpin perayaan. Homili janganlah ditiadakan kecuali kalau ada alasan berat.
  5. Pernyataan Iman
Pernyataan iman merupakan tanggapan atas Sabda Allah yang baru saja diterima. Dengan melafalkan pokok-pokok kebenaran iman, umat mengingat kembali dan mengakui iman Kristiani yang sedang dirayakan.
  6. Doa Umat
Doa umat merupakan tanggapan atas Sabda Allah melalui aneka permohonan untuk kepentingan Gereja, negara, banyak orang, dan untuk keselamatan seluruh dunia.

C. Liturgi Ekaristi
  1. Persiapan Persembahan
Mempersiapkan segala hal yang diperlukan dalam perjamuan dan dibawa oleh umat ke altar dalam persembahan. Kemudian dilanjutkan dengan imam yang mempersiapkan persembahan dalam rumus-rumus doa.
   2. Doa Persiapan Persembahan
Selanjutnya imam mengundang umat berdoa dan diakhiri dengan doa persiapan persembahan.
  3.  Doa Syukur Agung
Doa Syukur Agung merupakan pusat dan pucak seluruh perayaan berupa doa syukur dan pengudusan. Imam mengajak umat untuk mengarahkan hati kepada Tuhan. Bagian-bagian yang penting dalam DSA: ucapan syukur, aklamasi, epiklesis, kisah institusi dan konsekrasi, anamnesis, persembahan, permohonan, doksologi penutup.
   4.  Ritus Komuni
Perayaan Ekaristi adalah perjamuan Paskah. Maka hendaknya umat mempersiapkan hati dengan baik untuk menyambut Tubuh dan Darah Tuhan sebagai makanan rohani.
   5. Bapa Kami
​
Dalam doa Bapa Kami umat memohon rejeki sehari-hari yakni roti ekaristi, juga pengampunan dosa, dan dibebaskan dari kejahatan. Imam kemudian mengucapkan embolisme dan diakhiri dengan doksologi oleh umat.
   6. Ritus Damai
Gereja memohon damai dan kesatuan bagi Gereja dan seluruh umat manusia. Cara memberikan salam damai disesuaikan dengan kekhasan dan kebiasaan masing-masing bangsa.
  7. Pemecahan Roti
Pemecahan roti menandakan bahwa umat beriman yang banyakitu menjadi satu (1 Kor. 10:17) karena menyambut komuni dari roti yang satu yakni Kristus, yang wafat dan bangkit demi keselamatan dunia. Biasanya diiringi dengan Anak Domba Allah.
  8. Komuni
Mempersiapkan komuni dengan berdoa di dalam hati agar tubuh dan darah Kristus yang ia sambut sungguh membawa buah bagi hidup dan pelayanannya.

D. Ritus Penutup
Terdiri dari amanat singkat (jika diperlukan), salam dan berkat imam dalam perayaan khusus dapat menggunakan berkat meriah, pengutusan, dan penghormatan Altar.

Berkah Dalem! – Rama Dhani Pr
0 Comments

Mari Menanggapi Undangan Tuhan (1)

2/5/2022

1 Comment

 
​Dalam beberapa tahun terakhir ini, Ekaristi boleh dikatakan menjadi salah satu tema utama yang sangat mewarnai kehidupan Gereja. Diharapkan agar ekaristi tidak hanya menjadi bahan pembicaraan maupun konggres ekaristi, namun juga turut berdampak bagi kehidupan umat sehari-hari. Ekaristi bagaikan sumber yang mengalirkan rahmat kepada kita dan dengan hasil guna yang amat besar diperoleh pengudusan manusia dan pemuliaan Allah dalam Kristus, tujuan semua karya Gereja lainnya (SC 10). Pada perjamuan terakhir, pada malam Ia diserahkan, penyelamat kita mengadakan Korban Ekaristi Tubuh dan Darah-Nya. Dengan demikian Ia mengabadikan Korban Salib untuk selamanya, dan mempercayakan kepada Gereja Mempelai-Nya yang terkasih kenangan Wafat dan Kebangkitan-Nya: sakramen cinta kasih, lambang kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan Paska. Dalam perjamuan itu Kristus disambut, jiwa dipenuhi rahmat, dan kita dikurniai jaminan kemuliaan yang akan datang (SC 47).
     Maka dari itu Gereja dengan susah payah berusaha, jangan sampai umat beriman menghadiri misteri iman itu sebagai orang luar atau penonton yang bisu, melainkan supaya melalui upacara dan doa-doa memahami misteri itu dengan baik, dan ikut serta penuh hikmat dan secara aktif (SC 14). Hendaknya mereka rela diajar oleh Sabda Allah, disegarkan oleh santapan Tubuh Tuhan, bersyukur kepada Allah. Hendaknya sambil mempersembahkan Hosti yang tak bernoda bukan saja melalui tangan imam melainkan juga bersama dengannya, mereka belajar mempersembahkan diri, dari hari ke hari –berkat perantaraan Kristus- makin penuh dipersatukan dengan Allah dan antar mereka sendiri, sehingga akhirnya Allah menjadi segalanya dalam semua (SC 48).
     Ekaristi merupakan sumber dan puncak kehidupan kristiani. Maka, kiranya apa yang diterima umat dengan iman dan secara sakramental dalam perayaan Ekaristi, harus memberikan dampak nyata dalam tingkah laku mereka. Oleh karena itu, hendaklah mereka berusaha menempuh seluruh hidup mereka dengan gembira dan penuh rasa syukur ditopang oleh santapan surgawi, sambil turut serta dalam wafat dan kebangkitan Tuhan. Dengan demikian, setiap orang yang mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi, haruslah penuh gairah ingin berbuat baik, menyenangkan Allah dan hidup pantas sambil membaktikan diri kepada Gereja, melaksanakan apa yang diajarkan kepadanya, dan bertumbuh dalam kesalehan. Ia pun akan siap menjadi saksi Kristus di dalam segala hal, dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup manusia, agar dunia diresapi dengan semangat Kristus. Sebab tidak ada satu umat Kristiani pun dapat dibangun, kecuali kalau berakar dan berporos pada perayaan Ekaristi Mahakudus (Eucharisticum Mysterium 13). Mari bergairah dalam iman dan bersemangat dalam Ekaristi.
 
Berkah Dalem – Romo Dhani Pr
1 Comment

Melalui Doa menuju Dialog Ekumenis

1/18/2022

0 Comments

 
“Doa merupakan ‘jiwa’ pembaruan ekumenis dan kerinduan akan kesatuan, sekaligus juga landasan dan dukungan bagi segala sesuatu yang oleh Konsili ditegaskan sebagai ‘dialog’. Kemampuan dialog berakar dalam kodrat serta martabat pribadi manusia. Dialog menjadi langkah yang mutlak perlu pada jalan menuju perwujudan diri manusiawi, realisasi diri baik bagi tiap orang-perorangan maupun bagi paguyuban manusiawi. Dialog bukan semata-mata pertukaran gagasan-gagasan. Dalam arti tertentu selalu berupa pertukaran pemberian-pemberian”. (Ut Unum Sint par. 28)

Paus Yohanes Paulus II dikenal sebagai paus dialog. Gambaran ini muncul karena melihat realita kemendesakan kebutuhan serta tantangan bagi dialog di tengah dunia yang semakin berwajah majemuk ini. Perdamaian hanya bisa dicapai melalui dialog. Hal itu berarti adanya kesadaran untuk mengakui serta menerima secara terbuka adanya perbedaan dan dengannya kemudian mencari apa yang dibutuhkan umat manusia, di tengah segala perbedaan yang ada walaupun upaya pencarian tersebut dilakukan di tengah tegangan, tekanan, dan bahkan konflik satu sama lain. Bagi Paus Yohanes Paulus II, dialog yang paling mendasar dan menantang adalah dialog antar umat beragama dan kepercayaan karena dialog tersebut menyentuh hal yang mendasar dan hakiki dalam kehidupan umat manusia yakni relasinya dengan Allah dan kenyataan sebagai insan beriman. Dialog adalah suatu perjumpaan, saling percaya, serta saling menghormati satu sama lain dengan membiarkan Allah hadir agar kita pun dapat membuka diri pada Allah dan membuka diri satu sama lain. Buah dialog yang diharapkan adalah tumbuhnya kesatuan dan persaudaraan satu sama lain serta kesatuan dengan Allah. Dialog adalah panggilan bagi seluruh umat Kristiani sekaligus jalan yang dipilih Gereja sekarang ini.
         Komitmen Gereja terhadap dialog, kiranya bukan hanya tanggung jawab Tahta Apostolik melainkan termasuk kewajiban Gereja-gereja setempat atau khusus. “Dialog tidak hanya sekedar dilaksanakan, melainkan sungguh menjadi kebutuhan, salah satu prioritas Gereja” (Ut Unum Sint par. 31). “Melalui dialog itu, semua peserta memperoleh pengertian yang cermat tentang ajaran dan perihidup kedua persekutuan, serta penghargaan yang lebih sesuai dengan kenyataan. Begitu pula persekutuan-persekutuan itu menggalang kerja sama yang lebih luas lingkupnya dalam aneka usaha demi kesejahteraan umum menurut tuntutan setiap suara hati Kristiani; dan bila mungkin mereka bertemu dalam doa sehati sejiwa” (Ut Unum Sint par. 32).
         Ada hubungan erat antara dialog dan doa. Doa yang mendalam menjadikan dialog lebih matang dan berbuah. Doa itu sendiri akhirnya juga menjadi buah dari dialog yang semakin matang. Dialog juga berfungsi sebagai ‘pemeriksaan batin’ (Ut Unum Sint par. 34). Dalam surat pertama Yohanes dikatakan bahwa, “Jika kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita” (I Yoh. 1:8). Sabda Kitab Suci ini menyadarkan bahwa diri kita adalah seorang pendosa dan hal ini juga terkait dengan semangat yang akan dibawa dalam dialog. “Kalau dialog itu tidak menjadi pemeriksaan batin, semacam ‘dialog antar suara hati’  dapatkah kita mengandalkan jaminan yang kita terima dari surat pertama Yohanes? “Anak-anakKu, kutulis semuanya kepada kamu, supaya kamu jangan berdosa. Akan tetapi kalau ada yang berdosa, kita memiliki perantara pada Bapa, Yesus Kristus yang benar. Dia itulah tebusan bagi dosa-dosa kita, dan bukan hanya bagi dosa-dosa kita, melainkan juga bagi dosa-dosa seluruh dunia” (Ut Unum Sint par. 34). Kesatuan Kristiani masih mungkin, asal dengan rendah hati kita menyadari bahwa kita telah berdosa melawan kesatuan dan memiliki kerinduan untuk bertobat, bukan hanya meninggalkan dosa-dosa probadi tetapi juga dosa-dosa sosial yang kerapkali menghasilkan perpecahan bahkan memperparah perpecahan.
         Dialog menjadi suatu dialog pertobatan. Dengan begitu, seperti diungkapkan oleh Paus Paulus VI, artinya menjadi ‘dialog keselamatan’ yang otentik. “Dialog tidak dapat berlangsung melulu hanya pada taraf horisontal, terbatas pada pertemuan-pertemuan, pertukaran pandangan-pandangan atau bahkan berbagi kurnia-kurnia yang khas bagi masing-masing jemaat. Dialog terutama mempunyai bobot vertikal juga, ditujukan kepada Dia sendiri, yang sebagai penebus dunia dan Tuhan sejarah bagi kita menjadi Pendamaian” (Ut Unum Sint par. 35). Dialog hanya bisa berjalan dalam penghargaan akan segala apa yang merupakan wujud dan tanda karya Roh, yang dalam iman Kristen wujud dan tanda itu dinyatakan secara penuh oleh-Nya berkat Kristus dan dalam Bapa di dalam Gereja tubuh-Nya.
         Dialog menjadi suatu upaya untuk memecahkan perselisihan. “Dialog merupakan upaya kodrati juga untuk membandingkan pandangan-pandangan yang berbeda, dan terutama untuk memeriksa pokok-pokok perselisihan yang menghambat persekutuan sepenuhnya antar umat Kristiani. Maka dibutuhkan cinta kasih terhadap mitra dialog dan kerendahan hati terhadap kebenaran” (Ut Unum Sint par. 36). Dialog menghadapkan umat Kristiani pada perbedaan-perbedaan pandangan yang nyata dan sesungguhnya mengenai iman. Maka hendaknya setiap perselisihan ditanggapi dengan semangat kasih persaudaraan yang tulus, sikap hormat terhadap tuntutan-tuntutan suara hatinya sendiri dan suara hati mitra dialog, dengan kerendahan hati yang mendalam dan cinta akan kebenaran.
 
Berkah Dalem – Rm. Dhani Pr
 
Catatan kecil:
Ut Unum Sint (supaya mereka menjadi satu) merupakan ensiklik yang diterbitkan oleh Paus Yohanes Paulus II  pada 25 Mei 1995. Dokumen ini menunjukkan bahwa Gereja Katolik bergerak menuju kesatuan dengan gereja-gereja protestan (ekumenis)
 
Ensiklik merupakan surat Paus sebagai uskup Roma dan pemimpin Gereja katolik dunia yang berisi ajaran iman dan kesusilaan.
0 Comments
<<Previous
Forward>>

    Archives

    December 2034
    September 2025
    August 2025
    July 2025
    June 2025
    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    February 2024
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    July 2021

    Categories

    All
    Hello Romo!
    Katekese
    Puncta
    Rubrik Alkitab

    RSS Feed

Site powered by Weebly. Managed by Rumahweb Indonesia
  • Home
  • Profil Paroki
  • Katekese
  • Pelayanan
  • Berita Paroki