| 
	        	 Puncta 7 Agustus 2025 
		Kamis Biasa XVIII Matius 16:13-23 ORANGTUA memberi nama pada anak tidak sembarang nama. Mereka mempunyai harapan tertentu pada anaknya. Ayah saya memberi nama Joko Purwanto. Joko artinya seorang jejaka, pemuda lajang. Purwanto terdiri dari dua suku kata; Purwa dan anto. Purwa antinya permulaan, awal atau yang pertama. Sedang anto menggambarkan jenis kelamin laki-laki. Kalau perempuan jadi Purwanti. Kira-kira kalau dimaknai nama itu berarti seorang anak laki-laki pertama atau sulung diharapkan menjadi jejaka atau pemuda gagah perkasa. Apakah anda tahu makna dan arti dari nama anda sendiri? Memahami arti nama kiranya akan membantu mengetahui harapan-harapan orang yang memberi nama. Sehingga kita dibantu mewujudkan harapan-harapan itu dalam kehidupan kita. Para murid ditanya oleh Yesus, tentang pribadi-Nya. Menurut kata orang, siapakah Anak Manusia itu. Para murid menjawab apa yang didengarnya dari banyak orang. “Ada yang mengatakan Yohanes Pembaptis. Ada juga yang mengatakan Elia, Yeremia atau salah seorang dari para nabi.” Nama-nama itu diterapkan pada Yesus karena hidup dan karya-Nya mirip seperti yang dilakukan Yohanes Pembaptis, Elia atau Yeremia. Mereka adalah tokoh-tokoh besar yang mempengaruhi sejarah Israel. Tetapi Yesus tidak puas hanya mendengar kata orang. Ia ingin mendengar murid-murid mengenal-Nya secara pribadi. “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Petrus menjawab, “Engkau adalah Mesias, Putera Allah yang Hidup.” Petrus mengenal dan meyakini bahwa Yesus adalah Utusan Allah, seorang Mesias yang dijanjikan untuk menyelamatkan manusia. Keyakinan ini dihidupi Petrus sampai akhir hayatnya. Ia berani mati demi keyakinannya akan Yesus Sang Mesias, Putra Allah. Bagaimanakah pengenalan kita akan Yesus? sudahkah mendarah-daging menjadi sebuah keyakinan yang mendasari tindakan kita sebagaimana Petrus Sang Batu Karang yang kuat membela imannya? Agustusan banyak bendera, One Piece berkibar dimana-mana. Nama kita punya makna, Bawa berkah bagi sesama. Wonogiri, siapa Yesus bagimu? Rm. A.Joko Purwanto, Pr 
				
		0 Comments
	
		 
	
		
	Puncta 6 Agustus 2025 
		Pesta Yesus menampakkan kemuliaan-Nya Lukas 9:28b-36 KETIKA kita naik gunung, perjuangan berat semalam suntuk akan sirna saat kita berada di puncak dan menikmati keindahan terbitnya matahari. Perjalanan mendaki dalam gelap terasa berat. Kita harus menyusuri jalan berliku dan menanjak di antara rumput-rumputan dan ilalang. Namun ketika semburat merah keemasan muncul di ufuk timur dan perlahan-lahan matahari memancarkan sinarnya, perasaan lega, damai, bahagia, bersyukur, kagum, terpesona akan indahnya alam menghapus kantuk, lelah, pegal dan capek di sekujur badan. Kita merasakan kedekatan dengan Yang Ilahi. Kita merasa kecil sekali di hadapan Tuhan yang Maha besar. Allah yang transenden sekaligus imanen merasuk dalam pengalaman kecil nan indah di atas gunung. Demikianlah yang dialami oleh ketiga murid Yesus, terutama Petrus saat mereka diajak naik ke sebuah gunung untuk mengalami transfigurasi Allah. Saking bahagianya Petrus berkata, "Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia." Di sela-sela segala kesibukan hidup yang penuh beban, kita butuh “me time” yang bisa memberi kelegaan atau kebahagiaan. Retret, rekoleksi, menyepi untuk mundur sejenak dari kebisingan dunia sangat diperlukan agar kita bisa menimba semangat dan gairah baru. Penyakit kita zaman ini adalah mengejar kesibukan. Orang sibuk ke sana ke mari sampai lupa berjumpa dengan dirinya sendiri. Akibatnya banyak orang kehilangan identitas diri dan takut bertemu dengan dirinya sendiri. Dibutuhkan waktu sejenak untuk hening dan menikmati kebesaran Tuhan. Ketika kita berani sendirian bersama Yang Ilahi, Tuhan akan mewahyukan diri dan menyampaikan pesan, ”Inilah Putra-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia!” Lalu apa yang kita dengar dari Putra-Nya itulah yang menjadi pedoman langkah kita selanjutnya. Kita berjalan bersama Tuhan siap menuju ke Yerusalem penuh tantangan. Berakit-rakit ke hulu, Berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit jalani usaha baru, Bersenang-senang di akhir perjalanan. Wonogiri, hening sejenak Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 5 Agustus 2025 
		Selasa Biasa XVIII Matius 14:22-36 PENGALAMAN sakit yang sangat parah dan berat sampai pada batas daya kemampuan pernah dialami oleh Rm. Didiek yang sekarang menjadi anggota Trapist di Tilburg Belanda. Dia mengalami kritis dan koma selama sebelas hari. Kalau tidak ada mukjizat Tuhan, hampir tak tertolong. Dia sudah mengintip pintu sorga. Perlahan tapi pasti dia pulih dari sakitnya. Kini dia bisa menjalani kehidupan secara normal kembali. Sungguh mengagumkan karya Tuhan. Dalam sharingnya, sesudah sembuh, dia ditanya oleh Romo Abas, pemimpinnya. “Apakah kamu marah kepada Tuhan dengan keadaan ini?” Romo Didiek balik bertanya, “Marah? Saya tidak bisa marah pada Tuhan. Tuhan itu baik. Dia sangat mengasihi saya.” Seringkali kalau kita menghadapi sakit yang parah, atau beban penderitaan yang berat, kita memberontak pada Tuhan. Kita marah dan protes kepada Tuhan karena pencobaan yang berat ini. Mengapa harus saya yang menderita seperti ini? Mengapa Tuhan tidak menolong saya? Mengapa Tuhan tidak bertindak? Mata hati kita dibutakan oleh penderitaan atau beban kesulitan sehingga kita keliru memandang Tuhan. Begitulah yang dialami para murid ketika mereka menyebarang dengan perahu, menantang badai dan angin sakal. Perahu murid-murid-Nya sudah beberapa mil jauhnya dari pantai dan diombang-ambingkan gelombang, karena angin sakal. Kira-kira jam tiga malam datanglah Yesus kepada mereka berjalan di atas air. Ketika murid-murid-Nya melihat Dia berjalan di atas air, mereka terkejut dan berseru: "Itu hantu!", lalu berteriak-teriak karena takut. Ketika hidup terombang-ambing oleh permasalahan dan angin sakal menerjang mereka, para murid tidak melihat Tuhan datang, tetapi mereka mengira itu “hantu.” Mereka dibutakan oleh penderitaan. Mereka sangat ketakutan. Dalam kecemasan, Tuhan tidak tampak. Begitu pula Petrus saat diberi kesempatan bisa berjalan di atas air, karena ada angin sakal, dia ragu-ragu dan tenggelam. Dia tidak merasakan bahwa Tuhan ada di dekatnya. "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?" kata Yesus. Masalah yang berat bisa membuat mata kita tidak jernih melihat Tuhan. Padahal “Gusti mboten sare,” Tuhan tidak tidur. Dia ada di dekat kita dan siap menolong. Tetapi karena kurang percaya, kita malah tenggelam. Semakin ujian kita berat, semakin kita ajak Tuhan untuk mendekat. Semakin beban hidup tak tertanggung, kita mohon Tuhan mendukung. Semakin rasa takut mendera, kita harus makin percaya pada-Nya. Jika harapan kita makin pudar, Tuhan menanti kita dengan sabar. Jangan patah semangat, Tuhan akan bertindak dengan tepat. Jangan pernah bimbang, tanpa diundang Tuhan pasti datang. Kalau sakit baiknya minum jamu, Cepat sembuh tidak tidur melulu. Apapun derita dan kesulitanmu, Mohonlah, Tuhan akan membantu. Wonogiri, jangan bimbang dan ragu Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 4 Agustus 2025 
		Pw. St. Yohanes Maria Vianney, imam Matius 14: 13-21 “DULU awalnya saya keberatan ketika Romo minta saya jadi prodiakon. Saya merasa tidak pantas naik ke altar dan tidak fasih berbicara di depan banyak orang. Saya tidak punya kemampuan apa-apa,” kata seorang Prodiakon di lingkungan. “Nanti lama-lama akan terbiasa,” kata Romo meneguhkan saya. Waktu pelayanan berjalan beberapa tahun. Pak Prodiakon itu kini merasa bersyukur diberi kesempatan melayani umat di lingkungan dan Paroki. “Berkat Tuhan itu melimpah tiada henti. Saya sering mendapat kiriman buah, kue-kue, makanan dari mereka yang saya doakan. Anak-anak saya bisa lancar sekolah dan mendapat pekerjaan yang layak,” sharingnya di sebuah pertemuan. Yesus tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak yang mengikuti-Nya. Sudah berhari-hari mereka kelaparan. Para murid mengusulkan agar mereka disuruh pergi ke desa-desa untuk membeli makanan. Para murid merasa tidak mampu mengatasi orang banyak itu. Mereka ingin lari dari masalah yang dihadapi. Tetapi Yesus meminta mereka, "Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan." Murid-murid masih beralasan, "Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan." Tidak mungkin lima roti dan dua ikan digunakan untuk memenuhi sedemikian banyak orang. Itulah pikiran mereka. Bagi Yesus asal kita mau dan ikhlas, yang kecil dan sedikit bisa disumbangkan untuk keperluan orang banyak. Dengan mengucap syukur kepada Allah, lima roti dan dua ikan itu dipecah-pecah dan diberikan kepada mereka. Mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, dua belas bakul penuh. Mukjizat terjadi ketika apa yang ada disyukuri dan dibagi-bagi. Seperti Pak Prodiakon itu awalnya juga ragu-ragu dan menolak untuk melayani. Ia merasa tidak punya kemampuan apa-apa. Tetapi ketika dia rela melayani, berkat Tuhan melimpah bukan hanya untuk dirinya, keluarganya, tetapi juga banyak orang yang dilayaninya. Naik kereta ke Banyuwangi, Naik ke Ijen lihat api abadi. Mari kita terlibat ikut berbagi, Walau kecil akan sangat berarti. Wonogiri, melayani dengan hati Rm. A.Joko Purwanto, Pr Puncta 3 Agustus 2025 
		Minggu Biasa XVIII Lukas 12: 13-21 SIAPA orang India yang tidak mengenal Sunjay Kapoor? Dia adalah miliarder dengan perusahaan manufaktur otomotif terbesar di India. Hidupnya bergelimang harta dan kemewahan. Ia pernah beristri bintang Bollywood terkenal Karisma Kapoor. Posisinya di perusahaan sangat cemerlang. Gaya hidupnya bersinar laksana bintang. Harta, tahta, wanita. Semua sudah diraihnya. Mahkota kehidupan dunia sudah ada di tangannya. Mobil mewah, hunian megah, harta melimpah, pesawat pribadi, liburan eksotik di seluruh penjuru dunia telah dinikmatinya. Hari itu, 12 Juni 2025 Sunjay sedang main polo di Guards Polo Club, tempat bergengsi para bangsawan dan jutawan berolahraga di sekitar Istana Windsor Castle. Ketika sedang bermain, ia tiba-tiba berkata, “Aku seperti menelan sesuatu.” Tak disangka seekor lebah masuk ke mulutnya. Sengatan lebah itu membuatnya jatuh dari kudanya. Ia mengalami anafilaksis yaitu reaksi alergi ekstrem yang menyebabkan saluran napas tertutup dan jantung berhenti berdetak. Sunjay tak dapat diselamatkan. Ia meninggal saat itu juga sebelum dokter ahli datang. Sangat ironis seorang milyarder tak mampu menyelamatkan nyawanya dari sengatan lebah. Kematian dapat datang tiba-tiba tanpa menunggu si kaya merampungkan permaianan polonya. Di depan kematian, kekayaan, harta dan kuasa tidak berkutik sama sekali. Tak ada daya untuk menundanya. Yesus berkata kepada mereka: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." Ia memberi perumpamaan orang kaya yang menimbun harta berlimpah-limpah. Sesudah itu orang kaya berkata: “Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!” Tetapi firman Allah kepadanya: “Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?” Kematian Sunjay Kapoor mengingatkan kepada kita semua bahwa hidup adalah milik Tuhan. Kita bisa merencanakan, tetapi Tuhan yang menentukan. Mari kita menjadi kaya di hadapan Tuhan, bukan dengan harta tetapi dengan berbuat baik dan berbagi untuk sesama. Orang berlomba-lomba korupsi, Nanti diberi abolisi atau amnesti. Hidup adalah titipan ilahi, Tiap waktu akan diambil kembali. Wonogiri, apa artinya kekayaan? Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 2 Agustus 2025 
		Sabtu Biasa XVII. Sabtu Imam Matius 14:1-12 SETIAP orang memiliki kelemahan atau kekuarangan. Kalau tidak hati-hati kelemahan itu bisa dimanfaatkan orang lain untuk mencapai tujuannya. Gila penghormatan bisa menjadi titik lemah seseorang. Maka dia akan dijejali terus menerus sanjungan, hormat, pujian sampai dia lupa diri. Kalau orang sudah berhutang budi atas sanjungan dan pujian, dia akan mudah dimanfaatkan. Momen itulah yang digunakan Herodias untuk melakukan serangan menohok yang tak bisa dielakkan. Itulah yang dialami oleh Herodes Antipas. Herodes mengadakan pesta ulangtahun dan mengundang raja-raja dan pembesar kerajaan. Pada pesta itu menarilah anak Herodes dari perkawinannya dengan Herodias. Semua tamu sangat senang dan bersukaria atas penampilan gadis itu. Sangat mempesonakan. Saking gembiranya, Herodes mengucapkan sumpah, akan memberikan apa saja yang diminta. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Herodias. Inilah saatnya membalas dendam atas tindakan Yohanes Pembaptis yang mengkritik perkawinannya yang tidak sah. Maka setelah dihasut oleh ibunya, anak perempuan itu berkata: "Berikanlah aku di sini kepala Yohanes Pembaptis di sebuah talam." Sumpah terlanjur diucapkan di hadapan banyak orang dan tak mungkin dicabut. Herodes termakan oleh sumpahnya sendiri. Herodias memanfaatkan kelemahan sang raja untuk tujuannya sendiri. Ia cerdik memilih moment yang tepat. Pengalaman ini juga bisa menimpa kita. Kelemahan kita dimanfaatkan orang untuk menjatuhkan. Kita perlu waspada untuk selalu mengendalikan diri. Kesenangan sering membuat orang lupa diri. Tidak sadar kita digiring oleh kesenangan untuk masuk dalam jebakan. Saat itu kita sudah terkurung dan sulit melepaskan diri. Setan itu pinter “angon mangsa.” Setan sabar menunggu saat yang tepat. Ia cerdik memilih moment saat kita lupa diri. Maka berhati-hatilah dengan kepuasan dan kesenangan yang dicurahkan pada kita. Bisa jadi itu adalah jebakan untuk menjatuhkan kita. Banyak orang pergi ke bank, negara memblokir rekeningnya. Godaan itu sangat menyenangkan, Tanpa sadar kita dijatuhkannya. Wonogiri, hati-hati dengan kesenangan Rm. A.Joko Purwanto, Pr Puncta 1 Agustus 2025 
		Pw. St. Alfonsus Liguori, Uskup dan Pujangga Gereja Matius 13:54-58 “ISTRIKU selalu bilang mencintaiku, tetapi di matanya aku selalu salah,” kata seorang suami. “Aku selalu dinilai bodoh oleh orangtuaku, di mata mereka aku pemalas, padahal aku sudah berusaha belajar,” kata seorang anak yang sering minder dalam pergaulannya. Kita mudah sekali menilai seseorang dari sisi negatif. Penilaian itu tergantung dari pikiran atau persepsi apa yang ada di dalam benak kita. Kalau kita sering memakai kacamata hitam maka dunia sekitar kita akan terlihat gelap. “Aku sudah berusaha belajar, atau istri yang mencintai” adalah hal-hal baik dan positif. Tetapi mereka lebih melihat sisi negatif daripada yang positif. Melihat kejelekan atau keburukan orang lain memang lebih mudah. Maka ada pepatah mengatakan “Don’t judge the book by it’s cover.” Jangan menilai sebuah buku dari sampul luarnya. Salah dalam penilaian mengakibatkan salah dalam bertindak. Demikianlah yang dialami oleh orang-orang Nasaret. Yesus menjadi korban pikiran dan prasangka negatif orang-orang di kampung-Nya. Mereka hanya melihat sisi negatif atau kekurangan warganya tanpa mau menerima sisi positifnya. “Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?" Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka: "Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya." Dibutuhkan kerendahan hati untuk dapat melihat dan mengakui hal-hal positif orang lain. Lebih baik kita bertanya pada diri sendiri, ‘Apa yang sudah saya lakukan?” daripada menilai negatif dan mencari keburukan orang lain. Karena ketertutupan hati orang-orang Nasaret, maka tidak banyak mukjizat yang terjadi. Seandainya mereka menerima dan membuka hati pada nilai-nilai positif, pasti ada hal besar dan bermanfaat bagi iman dan kehidupan mereka. Sekarang tergantung pilihan kita, mau memakai kacamata negatif sehingga semua kelihatan serba gelap, buruk, jelek atau pakai kacamata positif sehingga kita bisa melihat dengan terang benderang? Tong kosong berbunyi nyaring, Banyak omong mulutnya garing, Tong sarat bebannya menjadi berat, Lebih baik terlibat jangan cuma melihat. Wonogiri, buanglah kacamata hitammu Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 31 Juli2025 
		Pw.St. Ignatius de Loyola, Imam Matius 13:47-53 PERNAH kami menjalani study teologi sosial dengan mengadakan live in di Pantai Sekucing, Weleri selama seminggu. Kami tinggal di kampung nelayan dan hidup bersama para nelayan. Bersama Fr. Walidi MSF waktu itu kami diajak pergi melaut mencari ikan. Sepanjang siang kami menebarkan jala tetapi hasilnya tidak seberapa. Setelah pulang, kami memilih ikan-ikan yang baik untuk dimasak. Yang lain dibuang karena hanya sampah-sampah. Kami merasakan betapa beratnya kehidupan nelayan. Hidup mereka sangat tergantung dari hasil melaut. Kadang dapat ikan, tetapi seringkali juga tidak membawa apa-apa. Yesus menceritakan perumpamaan lagi. Kali ini Dia mengambil contoh pukat. Pukat melambangkan Kerajaan Allah. Ikan-ikan adalah kita manusia. Lautan adalah dunia tempat kita berada. Saat memisahkan adalah akhir zaman. Kerajaan Allah ditaburkan untuk menjaring siapa saja; ikan yang besar maupun yang kecil. Pada akhir zaman, ikan-ikan akan dipisahkan. Yang baik masuk ke dalam pasu dan yang buruk akan dibuang. Begitu pun kita nanti akan diadili pada akhir zaman. Jangan menyangka bahwa kalau sudah masuk ke dalam jala atau pukat berarti sudah selamat. Jangan mengira kalau sudah masuk dalam persekutuan gereja pasti otomatis sudah selamat. Belum tentu lho! Tuhan masih akan memisah-misahkan yang baik dan yang buruk. Itu adalah sebuah peringatan agar kita menjadi ikan-ikan yang baik di mata Tuhan. Mengapa ada ikan yang tidak baik masuk ke dalam jala? Pada awalnya ikan-ikan itu baik. Tetapi jala yang penuh membuat ikan-ikan tergencet dan mati membusuk. Ikan-ikan yang rusak dan tidak baik itulah yang akan dibuang. Itu bisa menggambarkan hidup kita orang Kristen. Kita sudah masuk ke pukat. Tetapi tidak bertumbuh, tidak bertobat, tidak ada perubahan, justru membusuk, meracuni ikan-ikan yang lain. Seolah-olah kita ini jadi pengikut Kristus, tetapi cara hidup kita masih mengikuti cara dunia. Itulah ikan-ikan yang tidak baik, yang pasti dibuang. Maka pikirkanlah, kita mau jadi ikan yang baik atau ikan busuk yang meracuni ikan lain dan akan dibuang. Ikan buruk dan ikan yang baik, Semua masuk ke dalam pukat. Bertindak bijak dan berlaku bajik, Kita pasti akan selamat akhirat. Wonogiri, jadilah ikan baik Rm. A.Joko Purwanto,Pr Puncta 30 Juli 2025 
		Rabu Biasa XVII Matius 13: 44-46 SUATU malam ketika saya sudah tertidur lelap, terdengar bunyi panggilan di HP. Dengan terkantuk-kantuk saya terima. Terdengar di seberang sana, suara ibu yang menangis minta sakramen minyak suci untuk suaminya yang terkena serangan jantung. Ibu itu berasal dari paroki tetangga. Awalnya saya enggan karena capek sekali. Saya butuh istirahat karena besoknya saya harus misa pagi. Tetapi tangisan ibu di telpon itu menggerakkan saya untuk pergi ke rumah sakit yang jaraknya 10km dari pasturan. Saya menyusuri malam yang gelap dan sepi sendirian. Akhirnya tiba di kamar ICCU rumah sakit. Saya berdoa dan memberikan sakramen perminyakan bersama ibu yang berdiri di samping suaminya yang sedang berjuang untuk hidupnya. Selepas dari rumah sakit, ada rasa lega dan gembira yang tak bisa dilukiskan. Kendati waktu tidur sangat berkurang namun bisa melayani. Saya pulang dengan sukacita. Malam yang gelap itu terasa bercahaya. Merelakan apa yang menurutku berharga (tidur nyenyak) demi sebuah nilai yang lebih tinggi sungguh sangat membahagiakan. Dalam Injil Yesus mengambarkan seorang pedagang menjual seluruh hartanya untuk mendapatkan mutiara yang paling berharga. Ada kerelaan untuk menukarkan segala miliknya demi mutiara yang indah atau harta yang terpendam. Kita sering menganggap hal yang paling berharga adalah kekayaan, kedudukan, status sosial, popularitas, prestasi, kepandaian, gelar-gelar yang panjang berurutan. Tetapi semua itu ternyata tidak membawa kebahagiaan yang lestari. Hanya sesaat saja. Andai saja pedagang itu enggan melepaskan hartanya, ia tidak akan mendapat mutiara yang terindah. Pengorbanan diri, memikul salib, dan mengikuti Yesus adalah panggilan kebahagiaan. Yesus telah merelakan keallahan-Nya menjadi manusia demi keselamatan semua orang. Kita pun juga diajak rela meninggalkan ego kita demi mendapatkan mutiara terindah dalam hidup, tidak hanya di dunia ini tetapi juga dalam kehidupan kekal. Relakah kita melepaskan kesenangan pribadi atau harta yang kita anggap berharga demi Kerajaan Allah? Beli mangga warnanya merah menyala, Rasanya asam bikin ngilu kesakitan. Apa yang dianggap berharga oleh dunia, Ternyata hanya semu dan mengecewakan. Wonogiri, apa yang paling berharga bagimu? Rm. A.Joko Purwanto, Pr Puncta 29 Juli 2025 
		Pw. St. Marta, Maria dan Lazarus, sahabat Tuhan Lukas 10:38-42 MANUSIA zaman sekarang merasa bangga kalau dikatakan punya kesibukan bertumpuk-tumpuk. Kesibukan bisa menyita seluruh waktu, dari pagi sampai malam. Orang merasa hebat jika punya berbagai kesibukan dimana-mana. Tidak heran jika zaman ini juga diwarnai dengan tingkat stres yang sangat tinggi. Kesibukan dan kecemasan menjadi tekanan mental bagi banyak orang. Sibuk yang tak terkontrol bisa menjadi sebuah penyakit. Orang-orang di kota metropolitan sejak subuh masih gelap sudah harus berkejaran dengan waktu pergi ke kantor. Terlambat sedikit kemacetan membikin stres dan darting di jalan. Belum lagi masalah-masalah di kantor yang menyita beban pikiran. Pulang dari tempat kerja sudah malam, masih harus mengurusi rumah tangga dan anak istri yang kadang rewel menuntut ini dan itu. Manusia sangat sibuk dengan pekerjaannya sehingga waktu berjumpa dengan Tuhan sangat terbatas. Duduk diam dalam hening di hadapan Tuhan jadi waktu yang sulit dan langka. Namun jika orang mampu hening di hadapan Tuhan, ia akan memiliki kekuatan yang luar biasa. Keadaan atau kondisi ini bisa digambarkan dalam adegan Buta Cakil dan Ksatria. Buta Cakil itu gambaran orang yang sangat sibuk kesana-kemari. Tidak hanya kaki, tangan yang bergerak, tetapi mulutnya juga nyerocos tak henti-henti. Sedang Ksatria berdiri dengan tenang, diam tak bergerak namun waspada menguasai diri dan lingkungannya. Dalam Injil ada dua pribadi yang dengan cara berbeda menanggapi kehadiran Tuhan. Marta sibuk sekali melayani, sedang Maria duduk tenang mendengarkan Tuhan. Tuhan Yesus menegur Marta : “…Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara..” Kita kadang juga seperti Marta, kuatir dalam banyak perkara. Padahal hanya satu yang perlu. Boleh saja kita bekerja keras, tetapi jangan lupa untuk duduk di dekat kaki Tuhan menimba inspirasi dari sabda-Nya. Jangan sampai kesibukan kita hanya membuat stres, kawatir dan membelenggu. Akhirnya hanya kelelahan dan kekosongan belaka. Pertanyaan kita adalah untuk apa dan untuk siapa segala kesibukan itu kita lakukan? Masih adakah waktu kita hening di hadapan Tuhan? Kita memilih jadi Ksatria atau Buta Cakil? Buta Cakil giginya maju, Tapi disukai oleh para wanita. Banyak kesibukan menyita waktu, Luangkan dirimu untuk berdoa. Wonogiri, teruslah tekun berdoa Rm. A.Joko Purwanto,Pr  | 
	        
	            Archives
		December 2034
		 Categories | 
	
		RSS Feed