|
Puncta 28 Agustus 2024
PW. St. Agustinus, Uskup dan Pujangga Gereja Matius 23: 27-32 UNTUNGLAH Agustinus berjumpa dengan Ambrosius, Uskup di Milan. Perjumpaan itulah yang membuat Agustinus tertarik untuk menjalani hidup sebagai orang Kristen. Sebelumnya Agustinus muda menjalani kehidupan yang bejat. Ia pernah hidup bersama tanpa nikah selama 15 tahun sampai memiliki anak, Adeodatus waktu di Kartago. Hidupnya hanya dipakai untuk mengejar kenikmatan duniawi. Ia mengikuti ayahnya yang kafir. Sementara ibunya, St. Monika adalah seorang Kristen yang tekun, taat dan saleh. Ia terus mendoakan anaknya agar bertobat. Dalam tulisannya, "Confessiones," Agustinus berkata, “Aku tertarik bukan pada kotbah-kotbahnya (Ambrosius) yang cemerlang, tetapi cara hidupnya yang sederhana dan tulus menerima aku apa-adanya,” Teladan hidup Ambrosius mengubah Agustinus untuk mencari hidup yang lebih damai, tentram, bahagia tanpa dikejar oleh hawa nafsu duniawi. Sejak saat itu, Agustinus mempelajari Kristus melalui Injil yang dibacanya. Ambrosius bukanlah tipe pemimpin atau tokoh yang dikritik oleh Yesus dalam bacaan Injil hari ini. Yesus mengkritik dengan keras, “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran. Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan.” Untunglah Agustinus mendapatkan contoh teladan baik dari Uskup Ambrosius, bukan seperti ahli-ahli Taurat atau kaum Farisi yang dikecam oleh Yesus. Agustinus melihat cara hidup Ambrosius dan bertobat mengubah dirinya menjadi murid Kristus yang total. Teladan baik akan menjadi jalan keselamatan bagi orang-orang di sekitar kita, sekalipun itu hanya perbuatan kecil, seperti antri di jalan atau menolong sesama. Kita semua diingatkan agar tidak berlaku munafik seperti Kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat. Kita diajak berani bertobat seperti Agustinus, menjadi pemimpin yang dapat diteladani karena peri hidup yang baik. Ambrosius adalah teladan hidup yang membawa kepada pertobatan nyata. Itulah yang dialami oleh St. Agustinus, uskup dan pujangga Gereja. Nyapu lantai sampai resik, Bersih putih hilang kotoran. Teladan adalah guru yang baik, Memberi contoh dengan tindakan. Wonogiri, merajut cinta Rm. A. Joko Purwanto, Pr
1 Comment
Puncta 27 Agustus 2024
PW. St. Monika, Matius 23: 23-26 SYAIR lagu waktu kita masih kecil diajarkan oleh ibu guru kita dan kita terus menghapalnya. Syair itu berbunyi; "Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa. Selalu memberi tak harap kembali bagai sang surya menyinari dunia." Kasih ibu yang tiada batasnya itu kita kenangkan pada hari peringatan Santa Monika. Dia adalah ibu dari St. Agustinus yang terus menerus berdoa bagi pertobatan anaknya. Berpuluh-puluh tahun lamanya St. Monika meminta kepada Tuhan agar Agustinus menemukan Tuhan dan hidup dalam jalan-Nya. Pada waktu muda Agustinus menjalani kehidupan yang tidak baik. Ia mengejar nafsu duniawi dan jauh dari moral yang benar. Berkat doa-doa yang tiada henti dari cinta seorang ibu, Agustinus sadar dan bertobat. Ia menemukan kasih sejati dalam diri Yesus yang dia baca dari Kitab Suci. Tulisan Agustinus di bawah ini merangkum pengalamannya dalam mencari Tuhan. “Betapa lambat aku akhirnya mencintaiMu, keindahan begitu lama – begitu baru, betapa lambat Kau kucintai!” Engkau mengajak, memanggil dan menggempur ketulianku, Engkau bersinar, cemerlang dan menghalaukan kebutaanku… Terlambat aku mencintaiMu, ya Tuhanku!” Walau terlambat, namun akhirnya Agustinus memeluk Tuhan sebagai harta terindah satu-satunya. Ini semua berkat kesetiaan dan ketekunan St. Monika yang terus berdoa bagi keselamatan jiwa anaknya. Mari kita tunduk sebentar dan mengenang kebaikan ibu kita masing-masing. Kita bersyukur memiliki ibu yang berhati mulia dan terus berdoa bagi kebaikan kita. Seperti Monika, begitulah hati seorang ibu yang tulus mengasihi anak-anaknya. Ya Tuhan, bahagiakanlah ibuku dalam hidupnya. Seberapa pun usahaku, aku belum bisa membalas kasihnya. Semoga ibu berbahagia dalam keabadian di surga. Tigapuluh tahun jalani imamat, Semua karena doa ibuku di surga. Kasih ibu takkan pernah tamat, Ia menemani aku sepanjang masa. Wonogiri, pesta 30 tahun imamat Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 26 Agustus 2024
Senin Biasa XXI Matius 23: 13-22 BEBERAPA hari ini banyak kalangan masyarakat mulai dari mahasiswa, intelektual, buruh, dan warga sipil merasa geram dan marah atas rencana anggota DPR yang hendak merevisi Undang-Undang Pilkada yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya. Dua hal yang rencananya akan direvisi yakni ambang batas pencalonan dalam Pilkada serta syarat batas umur bagi calon. Dua syarat ini nampaknya menghambat pencalonan “anak muda” yang belum cukup umur untuk naik tahta. Mahasiswa dan masyarakat tidak ingin demokrasi dikebiri dan dibegal hanya untuk kepentingan penguasa melanggengkan dinastinya. Mereka yang ambisi berkuasa mencoba menggunakan segala cara merebut pengaruh bagi pemerintahan ke depan. Tetap harus dilawan mereka yang ingin merusak demokrasi dan cita-cita pendiri bangsa kita. Maka para mahasiswa, buruh dan masyarakat sipil turun ke jalan mengingatkan para pemimpin yang buta dan haus kekuasaan. Dalam pengajaran-Nya, Yesus juga mengkritik para ahli Taurat, kaum Farisi dan pemimpin-pemimpin buta yang suka menindas kaum kecil, janda dan rakyat jelata. “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat,” kata Yesus. Yesus juga menegaskan, “Celakalah kamu, hai pemimpin-pemimpin buta, yang berkata: Bersumpah demi Bait Suci, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi emas Bait Suci, sumpah itu mengikat.” Reformasi yang dibangun dengan berdarah-darah dan pengorbanan jiwa raga tidak boleh dikembalikan untuk melanggengkan sebuah dinasti. Kekuasaan yang tidak dibatasi hanya akan merusak tatanan demokrasi dan menyengsarakan rakyat. Kita semua harus mengingatkan para penguasa agar kembali ke cita-cita awal negara demokrasi. Kita lihat apakah mereka peduli dan mendengarkan hati nurani rakyat yang punya kedaulatan tertinggi. Semoga muncul pemimpin yang punya hati nurani. Ada keramaian di alun-alun kota, Suara hiruk pikuk membahana. Kita sedang tidak baik-baik saja, Semua rebutan untuk berkuasa. Wonogiri, tetap jaga konstitusi Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 25 Agustus 2024
Minggu Biasa XXI Yohanes 6: 60-69 BEBERAPA waktu lalu masyarakat dibuat kaget dengan keputusan Airlangga Hartarto mundur dari ketua umum Partai Golkar. Banyak orang bertanya, ada apa kok mendadak mundur? Padahal prestasinya sangat luar biasa. Ia mampu menaikkan hasil perolehan suara Golkar menjadi besar. Ia bersama partai lain berhasil mengantarkan Prabowo dan Gibran terpilih jadi Presiden dan wakil Presiden? Lalu kenapa dia tiba-tiba mundur dari posisi strategis itu? Semua gagal paham atas keputusan ini. Lalu muncul kasak-kusuk ada tekanan kekuatan luar yang sangat besar sehingga ia harus mundur. Tetapi masyarakat tetap masih bertanya, kenapa? Mendengar perkataan Yesus, kelompok terdekat para muridpun mengalami gagal paham. Tidak hanya masyarakat umum, tetapi murid-murid-Nya sendiri juga gak paham dengan ajaran-Nya. “Perkataan ini keras! Siapakah yang sanggup mendengarkannya,” komentar mereka. Hal ini berhubungan dengan pernyataan Yesus bahwa Diri-Nya adalah Roti Hidup yang turun dari surga. Mereka sangat terpesona dan terkagum-kagum ketika Dia memberi makan gratis kepada lima ribu orang. Yesus dianggap seperti seorang pemimpin yang lagi kampanye. Maka mereka ingin mengangkat-Nya menjadi Raja. Yesus menolak dengan berkata, “…sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang.” Yesus menyadarkan agar mereka mencari Roti Hidup yang turun dari sorga yang akan memberi hidup kekal, bukan roti yang hanya membawa kenyang perut sesaat saja. Roti Hidup itu adalah Yesus sendiri. Ajaran Yesus ini sangat sulit dipahami oleh orang banyak. Maka Yesus pun menantang peramurid-Nya, “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” Lalu Simon menjawab, “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Sabda-Mu adalah sabda kehidupan yang kekal.” Mengalami kebuntuan hidup dan gagal paham atas iman kita, lalu Yesus bertanya pada kita sekarang, “Apakah kamu tidak mau pergi juga?” Lalu apakah jawaban kita kepada Tuhan? Pawai karnaval meriah di jalan-jalan, Musik hingar bingar bikin semua bahagia. Tidak mudah memahami kehendak Tuhan, Apakah karena itu kita akan mundur juga? Wonogiri, aku tahu kepada siapa aku percaya Rm. A. Joko Purwanto, P Puncta 24 Agustus 2024
Pesta St. Bartolomeus, Rasul Yohanes 1: 45-51 RASUL Bartolomeus berasal dari Kana di Galilea. Di dalam Injil Yohanes, dia disebut bernama Natanael yang artinya “Anugerah Allah.” Bartolomeus adalah satu dari dua belas rasul Yesus, tetapi nama Natanael tidak tercatat dalam Injil sinoptik. Sebaliknya, dalam Injil Yohanes, nama Natanael disebut dan nama Bartolomeus tidak ada. Para penafsir mengindentikkan Natanael adalah Bartolomeus. Natanael adalah nama aslinya. Bartolomeus adalah nama keturunan; Bar artinya keturunan, kayak istilah “bin atau binti.” Keturunan dari Tolmai. Dialog Filipus dengan Natanael menggambarkan siapa sesungguhnya pribadi ini. Ketika Filipus memberitahu sudah bertemu dengan Mesias, Natanael semacam meragukan. “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” Ia menyangsikan ada hal yang baik dari Nazaret. Natanael tidak percaya bahwa Mesias akan datang dari Nazaret. Nubuat para nabi menyatakan bahwa Mesias itu datang dari Betlehem, kota Raja Daud. Mungkin sudah jadi pengetahuan umum bahwa Nazaret itu kota yang punya reputasi jelek di masyarakat. Daripada berdebat kusir tanpa ada titik temunya, Filipus berkata, “Mari dan lihatlah.” Mereka pergi dan bertemu dengan Yesus. Cinta dalam perjumpaan pertama, inilah yang dialami Natanael. Begitu pula Yesus menilai Natanael sebagai “Israel sejati,” yang tidak ada kepalsuan di dalamnya. Natanael dinilai sebagai orang yang tulus, apa adanya, tidak munafik, tidak dibuat-buat, tidak ada kepalsuan. Inilah karakter orang Israel yang sesungguhnya. Yesus melihat Natanael duduk di bawah pohon ara. Kebiasaan ini menggambarkan orang yang suka berdoa, meditasi, membaca dan merenungkan Taurat. Karena Yesus mengetahui pikiran dan harapannya, Natanael jadi yakin. Maka dia menyebut Yesus, “Rabbi, Engkau Anak Allah. Engkau Raja orang Israel.” Tiga gelar sekaligus. Rabbi adalah sebutan Guru spiritual. Anak Allah gelar Yesus yang mambawa misi dari Allah. Raja orang Israel adalah sebutan Mesias yang ditunggu-tunggu oleh Bangsa Israel. Karena imannya itu, Yesus menjanjikan kepada Natanel hal-hal besar. Karena engkau percaya, “engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar daripada itu….. engkau akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia.” Iman akan Yesus membuat kita mampu melihat hal-hal yang lebih besar dalam hidup kita. Tuhan memberikan pengalaman luar biasa karena kita percaya kepada-Nya. Yakinkah anda hal itu bisa terjadi dalam hidup anda? Di pantai melihat ombak membuncah, Mata ombak berlarian kesana kemari. Iman membuat hidupku jadi indah, Hal-hal besar terjadi dalam peristiwa sehari hari. Wonogiri, iman yang makin mendalam Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 23 Agustus 2024
Jumat Biasa XX Matius 22:34-40 NAMA lengkapnya adalah Putu Agus Setiawan dan Kadek Windari. Mereka berdua mengalami kelumpuhan sejak kecil. Namun berkat perjuangan ibu yang tak kenal lelah, mereka berdua dapat mengembangkan bakatnya. Putu berbakat dalam menulis buku. Sudah ada beberapa judul buku dihasilkan. Winda punya bakat seni lukis. Karya lukisannya sering memenangkan perlombaan dan diburu orang sebagai koleksi. Bagi Putu, Ni Komang Warsiki adalah sosok ibu yang hebat sekaligus gurunya. “Ibu bekerja full untuk menghidupi kami semua, apalagi saat ayah meninggal, Ibu adalah kekuatan kami.” Winda juga mengaku belajar dari kebesaran hati sang ibu. Ia ingin berbagi kebahagiaan dengan sesama lewat karya-karyanya. "Apalah gunanya tubuh ini jika tidak digunakan untuk membantu sesama. Itu sama saja seperti mayat, kan? Tapi jika tubuh yang lemah ini digunakan untuk membantu sesama, itu bisa sangat-sangat bermanfaat bagi banyak orang," tuturnya di acara Kick Andy. Dari hasil lukisnya, Winda menyisihkan sebagian untuk membantu sesama penyandang disabilitas. “Saya pernah mengalami kekurangan, kelaparan, maka saya sisihkan sebagian untuk membantu mereka. Ini adalah bagian dari ibadah.” Ketika Yesus ditanya hukum mana yang terutama dalam hukum Taurat, Dia menjawab, “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Dari kedua putra-putri Ni Komang Warsiki yang sederhana, kita menemukan isi jawaban dari kata-kata Yesus itu. Mengasihi Allah dan mengasihi sesama itu satu kesatuan tak terpisahkan. Mengasihi Allah terwujud dalam kasih pada sesama. Cukup seperti yang dilakukan Winda, dia berbagi dengan menolong sesama yang menderita. Kendati dia sendiri mengalami kekurangan dan kelemahan, tetapi tidak menghalanginya untuk berbuat baik bagi orang lain. Marilah kita mewujudkan cinta kepada Allah dengan mengasihi sesama secara nyata. Orang disebut kaya bukan karena hartanya berlimpah. Orang kaya adalah orang yang dengan rela dan tulus mau berbagi pada sesamanya yang menderita. Orang kaya tetapi kalau tidak mau berbagi, dia masih disebut miskin karena ia tidak mampu memberi dan berbagi. Berjalan-jalan di rumput yang basah, Kaki terasa kaku dan dingin sekali. Apalah artinya mengasihi Allah, Kalau kepada sesama suka membenci? Wonogiri, kasihilah sesamamu.... Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 22 Agustus 2024
PW St. Perawan Maria Ratu Lukas 1: 26-38 PUTRI DIANA yang meninggal pada 31 Agustus 1997 dalam kecelakaan mobil di Pont de Alma Paris dikenal banyak melakukan kegiatan sosial untuk menolong orang miskin di Afrika. Dia juga mengunjungi penderita AIDS dan menolong korban perang di Angola dan di belahan dunia lainnya. Diana juga terkenal akan kepeduliannya terhadap anak-anak terlantar dan berbagai isu global lainnya yang terkait dengan kemanusiaan. Ketulusan hati yang dimiliki Diana membuat banyak orang terinspirasi. Dia menjadi idola banyak orang dan dijuluki “The People’s Princess.” Kematiannya hampir berbarengan dengan peraih nobel perdamaian yakni Suster Teresa dari Kalkuta. Pemakaman Diana berlangsung di Westminster Abbey pada tanggal 6 September1997. Mother Teresa meninggal pada 5 September tahun yang sama. Mengapa justru Mother Teresa yang memperoleh hadiah Nobel, dan bukan Diana, Princes of Wales? Karena Diana, setelah membantu orang miskin kembali ke kerajaan menjadi ratu dengan segala kemegahannya. Sedang Mother Teresa tetap menjadi orang miskin dan hidup di tengah-tengah kaum miskin di India. Penghormatan dunia pada Mother Teresa karena kesetiaannya menjadi orang kecil dan miskin dan menderita. Hari ini kita merayakan St. Perawan Maria Ratu. Kemuliaannya sebagai ratu bukan karena Maria berasal dari lingkungan kerajaan. Bukan seperti Putri Diana yang Princes of Wales. Status ratu yang dikenakan pada Maria justru karena hatinya yang mulia dan setia pada kehendak Allah. Seperti Mother Teresa yang dimuliakan dengan pengakuan Nobel oleh dunia, Maria diberi gelar sebagai Ratu karena keteladannya dalam memenuhi kehendak Allah. Iman ini melanjutkan dogma Maria diangkat ke surga. Maria dimuliakan dengan statusnya sebagai ratu karena imannya yang dalam, hidupnya yang setia dan hatinya yang tegar. Hidup Maria bisa menjadi teladan orang beriman. “Per Mariam ad Jesum” melalui Maria, kita sampai kepada Yesus. Marilah kita meneladan iman Maria, menapaki jalan Tuhan dengan tekun, setia dan rendah hati. Dari Wonosari menuju ke Wonogiri, Sama-sama Wono tapi lebih berseri. Maria yang setia dan rendah hati, Ajari kami setia sampai saat mati. Wonogiri, doakanlah kami ya Maria Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 21 Agustus 2024
PW. St. Pius X, Paus Matius 20:1-16a SEORANG anak menulis surat kepada ibunya. Dia menulis begini; Ibu, di dalam Kitab Suci ada tertulis; seorang pekerja pantas mendapat upahnya. Saya sudah bekerja untuk membantu ibu. Saya disuruh ibu melipat selimut, menyapu lantai, mencuci piring, membersihkan dapur, dan banyak lagi. Sekarang saya minta upahnya.” Ibunya membalas surat anaknya itu; “Anakku, Sembilan bulan aku mengandungmu, cintaku padamu gratis. Tiap malam ibu tidak tidur untuk menjagamu, cintaku gratis. Tiap kamu lapar dan haus, ibu melayanimu siang dan malam, cintaku padamu gratis. Kamu sedih dan sakit, ibu selalu ada untukmu dan cintaku padamu gratis.” Anaknya terharu dan meneteskan air mata di pipi. Ia memeluk ibunya dan berbisik di telinga, “Ibu maafkan aku, cintamu semua gratis dan aku tak mampu membalasnya.” Dalam Injil hari ini Yesus mau mengungkapkan kasih Allah yang tiada batas dan kemurahan hati-Nya diberikan kepada kita. Yesus mengungkapkan perumpamaan tentang pekerja kebun anggur. Ia memberi upah kepada pekerja sesuai dengan kesepakatan mereka. Sehari satu dinar. Ia telah bertindak adil bagi pekerja pertama. Ia masih bermurah hati kepada pekerja terakhir. Tetapi pekerja pertama tidak terima atas kemurahan hati si pemilik kebun anggur itu. Kadang kita iri hati karena Tuhan berbuat baik kepada orang lain yang menurut kita tidak pantas dicintai. Kenapa orang jahat kok hidupnya enak? Kenapa orang tidak pernah ke gereja kok hidupnya mujur? Kita protes kepada Tuhan. Kita tidak bisa membatasi kemurahan Tuhan. Tuhan punya hak untuk bermurah hati kepada siapa pun. Kita tidak boleh menilai diri paling benar dan suci sendiri. “Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?” sabda Tuhan. Pepatah mengatakan, ”Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah.” Kasih Allah tiada batas, kasih kita sering masih ada pamrih dan motivasi egois. Mari kita mohon agar dimurnikan cinta kitakepada-Nya. Dari Denpasar menuju Gumbrih, Di mobil dengerin musik lirih-lirih. Hanya ibu mengasihi tanpa pamrih, Ia rela menahan duka dan hati perih. Wonogiri, kasih yang tiada batas Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 20 Agustus 2024
Selasa Biasa XX Matius 19: 23-30 PADA awalnya kita bingung menelaah kata-kata Yesus; bagaimana mungkin seekor unta dapat masuk ke lubang jarum? Dalam membaca Kitab Suci, kita diajak untuk memahami konteks peristiwa pada waktu itu. Yesus sering menggunakan perumpamaan-perumpamaan dalam mengajar para murid-Nya. Kita juga diajak memahami bahasa perumpamaan di dalam Kitab Suci. Konteks perumpamaan “lebih mudah seekor unta masuk ke dalam lubang jarum,” untuk membandingkan perikope sebelumnya yang berkisah tentang orang muda kaya yang tidak mau melepaskan hartanya demi masuk ke Kerajaan Allah. Lubang jarum yang dimaksud Yesus adalah gambaran sebuah pintu darurat di kota Yerusalem yang berbentuk lengkungan seperti lubang jarum. Pada abad pertama Masehi di kota Yerusalem ada pintu darurat model lorong memanjang, bagian atasnya melengkung seperti lubang jarum. Ada kebiasaan waktu itu pintu gerbang utama ditutup pada sore hari, untuk menghindari serangan musuh, maka pintu darurat yang difungsikan sebagai pintu keluar masuk ke kota Yerusalem dan dijaga oleh pengawal. Kendaraan unta yang masuk kota Yerusalem harus melepaskan bebannya lebih dahulu, agar bisa lewat. Hal ini dipakai Yesus sebagai perumpamaan, kalau kita tidak mau melepaskan harta yang kita bawa, kita tidak bisa masuk ke Yerusalem Surgawi. Orang muda yang banyak hartanya itu tidak rela melepaskan kekayaannya, kendati dia saleh dan baik, tetapi kalau tidak mau mengikuti sabda Yesus, maka dia tidak bisa masuk ke dalam kebahagiaan surgawi. Seperti unta yang rela melepaskan beban dan patuh pada perintah tuannya untuk dituntun masuk lorong sempit, kita juga diajak berani melepaskan beban yang kita bawa dan patuh kepada perintah Tuhan, maka kita akan masuk ke dalam Kerajaan-Nya yang abadi. Apakah orang kaya tidak bisa masuk ke surga? Bisa, Zakheus, Matius adalah orang-orang kaya. Tetapi mereka berani bertobat dan melepaskan diri dari ikatan harta duniawi. Zakheus berani berkata, “Tuhan, separuh dari milikku akan kubagikan kepada orang miskin dan jika ada yang kuperas, akan kukembalikan empat kali lipat.” Orang boleh kaya, tetapi jangan terikat dan lekat pada kekayaan. Harta kekayaan bukan segala-galanya. Tetapi Tuhan adalah segalanya yang menjamin keselamatan kita. Manakah yang anda pilih; harta dunia yang sementara atau hidup kekal di hadapan Tuhan? Harta dunia itu seperti istri muda, Cantiknya hanya sementara saja. Berbagi kasih adalah cara ke surga, Suka menolong bagi yang menderita. Wonogiri, suka menolong adalah investasi abadi Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 19 Agustus 2024
Senin Biasa XX Matius 19: 16-22 KETIKA masih muda Fransiskus hidup dalam kelimpahan dan kekayaan. Ayahnya adalah seorang bangsawan dan pedagang kain yang kaya di Asissi. Ia digadang-gadang menjadi pewaris kekayaan ayahnya. Dia anak dari Pietro de Bernardone dei Moriconi dan Pica de Bourlemont. Lahir dari keluarga yang kaya raya membentuk Fransiskus menjadi seorang pribadi yang suka berfoya-foya dan selalu mencari kesenangan bersama teman-temannya. Namun pada suatu saat, dia merasakan panggilan Tuhan yang datang melalui orang-orang miskin, pengemis, orang kusta, dan orang-orang sederhana. Ia meninggalkan segala kemewahan dan gelimangnya harta dan menjadi pengemis hina. Ia ingin mengikuti Yesus yang miskin dan hidup hanya untuk Tuhan. Beda dengan semangat orang muda yang punya idealisme tinggi ingin hidup baik. Ia bertanya pada Yesus, “Guru perbuatan baik apakah yang harus kulakukan untuk memperoleh hidup kekal?” Pemuda ini baik, punya niat dan cita-cita yang baik. Ia menjawab bahwa semua hukum Taurat sudah dilaksanakan. Dia berkata, “Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?” Dia orang yang saleh, baik dan taat hukum. Namun ketika Yesus berkata, “Jika engkau ingin menjadi sempurna, pergi dan juallah semua yang kaumiliki dan sedekahkan uangnya kepada orang miskin, maka engkau akan mendapat harta di surga.” Disinilah persoalannya. Pemuda kaya itu mempunyai kelekatan terhadap harta kekayaannya. Ia lebih memilih harta dunia daripada mempunyai Tuhan sebagai pemilik harta kekayaan yang sempurna. Ia menyayangkan hartanya dan tidak mau berbagi untuk sesamanya. Maka ketika Yesus berkata, "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku," Orang muda itu pergi dengan sedih karena hartanya banyak. Harta itu hanyalah titipan dari Tuhan. Tidak akan dibawa mati. Tidak ada gunanya harta melimpah jika tidak kita gunakan untuk kebaikan dan kesejahteraan sesama. Pergi ke Pasar Ngadirojo beli manga, Ternyata hanya dapat papaya muda. Kumpulkanlah harta kekayaan di surga, Dengan kebaikan dan berbagi untuk sesama. Wonogiri, lekat harta, hidup tak bahagia Rm. A. Joko Purwanto, Pr |
Archives
December 2034
Categories |
RSS Feed