Paroki St. Yohanes Rasul Wonogiri
  • Home
  • Profil Paroki
  • Katekese
  • Pelayanan
  • Berita Paroki

katekese

Murah Hati VS Aturan Kaku

9/6/2024

0 Comments

 
Puncta 7 September 2024
Sabtu Biasa XXII
Lukas 6: 1-5

SEORANG awam merasa bingung dan kecewa ketika rencana berkat perkawinan anaknya ditolak oleh Pastor Paroki karena terjadi di masa advent. Pastor itu menjawab dengan ketus, kalau masa Advent atau Prapaskah tidak boleh ada berkat perkawinan.

Bapak itu bingung karena di paroki lain, ada pastor yang mengijinkan ada pemberkatan perkawinan di masa Prapaskah. Ia menyampaikan itu kepada pastor parokinya. 

Tetapi dengan marah pastor menjawab, “Sing dadi pastor aku apa kowe, kalau mau nekat, silahkan datang ke sana. Di sini aturannya begitu!”

Dalam Kitab  Hukum Kanonik (KHK) 1983, tidak  ditemukan  satu kanon  pun  yang  berbicara secara eksplisit tentang hari perkawinan. 

Dalam kanon 843, §1 ditegaskan  bahwa pelayan suci tidak dapat menolak (denegare non possunt) pelayanan sakramen-sakramen kepada orang yang memintannya secara wajar, berdisposisi yang semestinya, serta tidak terhalang oleh hukum untuk menerimannya.

Konggregasi Ibadat Ilahi mengeluarkan dokumen tentang persiapan dan pelaksanaan Perayaan Paskah. Dalam dokumen tersebut dinyatakan secara eksplisit bahwa ada dua hari yang tidak diperbolehkan untuk merayakan sakramen perkawinan, yakni Jumat Agung dan Sabtu Suci. 

Kalau di dalam dokumen resmi hanya dua hari itu yang dilarang melangsungkan perkawinan. Tentu kita tidak bijaksana jika menambahi aturan-aturan yang justru membebani umat. Pelayanan murah hati dan penuh cintakasih mesti lebih diutamakan.

Yesus bersama murid-murid berjalan di ladang gandum. Para murid memetik bulir gandum dan menggisarnya. Hal itu terjadi pada hari Sabat.  Orang-orang Farisi berkata: "Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?"

Kaum Farisi adalah kelompok yang melaksanakan aturan dengan ketat dan kaku. Bagi mereka, aturan adalah aturan, tidak boleh dilanggar sedikit pun. Orang yang melanggar harus dihukum. 

Yesus lebih mengutamakan inti dari hukum yakni belaskasih. "Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?" kata-Nya pada mereka.

Kalau Tuhan saja lebih mengutamakan belas kasihan, apakah kita justru membebani umat dengan aturan-aturan kaku yang membelenggu?

Di taman sari ada bunga melati,
Warnanya putih harum mewangi.
Utamakanlah pelayanan murah hati,
Jangan buat aturan yang membebani.

Wonogiri, aturan bukan untuk mempersulit
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Inti Puasa Adalah Kasih

9/5/2024

0 Comments

 
Puncta 6 September 2024
Jumat Biasa XXII
Lukas 5:33-39

DALAM banyak agama ada banyak aturan atau hukum. Di dalam Gereja Katolik ada Kitab Hukum Kanonik yang berisi aturan-aturan untuk kehidupan bersama. 

Ada juga banyak dokumen-dokumen gereja seperti Katekismus Gereja Katolik. Ada yang lain lagi seperti dokumen hasil konsili, ensiklik atau ajaran-ajaran para Paus.

Begitu banyak dogma, ajaran dan norma-norma atau hukum yang dimiliki oleh Gereja. Tetapi Yesus selalu mengembalikan segala norma hukum itu pada esensi yang sesunggguhnya yakni Cintakasih.

Dalam bacaan Injil hari ini Yesus menggunakan istilah kantong yang baru untuk anggur yang baru. Yesus berkata, ”Demikian juga tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian, anggur yang baru itu akan mengoyakkan kantong itu dan anggur itu akan terbuang dan kantong itu pun hancur. Tetapi anggur yang baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula.”

Yesus mengajak para murid-Nya untuk menggunakan cara pandang yang baru yaitu semangat kasih. Bukan semata-mata hanya melaksanakan hukum secara buta, tetapi pelaksanaan hukum itu dilandasi dengan semangat kasih.

Perdebatan dengan kaum Farisi berhubungan dengan masalah puasa. Puasa dilakukan tidak sekedar menjalankan aturan. Tetapi puasa adalah cara untuk semakin mendekatkan diri dengan Tuhan melalui laku tobat dan memperbaharui diri. 

Kaum Farisi menggunakan aturan puasa untuk memaksa orang lain mengikuti keinginannya. Orang-orang Farisi itu berkata pula kepada Yesus: "Murid-murid Yohanes sering berpuasa dan sembahyang, demikian juga murid-murid orang Farisi, tetapi murid-murid-Mu makan dan minum."

Kita berpuasa bukan supaya terlihat saleh, suci dan hebat, sehingga berhak menghakimi sesama yang tidak puasa. Kita berpuasa agar semakin merendahkan diri di hadapan Tuhan dan sebagai orang yang lemah, kita membutuhkan belaskasih Tuhan agar kita bisa memperbaiki diri.

Sudahkah kita menjalankan ibadah puasa dengan benar? Ataukah puasa kita justru menjadi batu sandungan bagi orang lain?

Paus berkeliling pakai mobil biasa,
Memberi contoh hidup sederhana.
Kalau kita sungguh mau berpuasa,
Lakukan saja dengan tidak terpaksa.

GBK di waktu malam,
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Selamat Datang Bapa Suci

9/4/2024

0 Comments

 
Puncta 5 September 2024
Kamis Biasa XXII
Lukas 5:1-11

"Immerce in the beauty of this Land," (Masuk ke dalam pesona keindahan  Pulau (Indonesia) ini" demikian tulisan Bapa Suci di buku tamu kenegaraan. "Masuk ke dalam keindahan....." Kata-kata yang sangat bermakna 

 Hari ini kita merayakan ekaristi bersama Paus Fransiskus di Gelora Bung Karno. Paus datang untuk melawat umat Katolik Indonesia mulai 3-6 September 2024. 

Bukan hanya untuk umat Katolik tetapi juga bagi seluruh rakyat Indonesia yang majemuk. Paus datang dengan membawa pesan perdamaian, kesederhanaan dan kemanusiaan.

Kita maknai kedatangan Paus ini melalui bacaan yang kita renungkan hari ini. Apa makna kehadiran Paus dan pesan apa yang bisa kita tangkap bagi umat Katolik. 

Yesus naik perahu bersama para murid-Nya. Ia menemani mereka dalam pekerjaannya sebagai nelayan. Ia menyuruh Simon untuk menebarkan jala ke tempat yang dalam. 

Simon “grundelan” atau ngomel menggerutu karena sepanjang malam mereka bekerja keras tetapi tidak mendapat apa-apa.

Akhirnya ia mengikuti perintah Yesus dan dia terkejut karena mendapat ikan yang banyak. Tidak menyangka dan mengira akan hasil yang luar biasa. 

Lalu Yesus memanggil mereka. “Mulai sekarang engkau akan menjala manusia. Lalu mereka meninggalkan perahunya dan mengikutiYesus.

Paus Fransiskus datang ke perahu kita. Ia menemani kita dalam perjuangan di tengah samudera Indonesia. Paus mengajak kita bertolak ke tempat yang dalam, yakni hati nurani Bangsa Indonesia. 

Menebarkan jala ke dalam hati nurani bangsa agar memperoleh hasil yang banyak dan berlimpah.

Jala yang kita pakai adalah ajaran Kristus yakni cinta kasih. Dengan semangat cinta kasih kita menjaring banyak orang agar merasa dicintai Tuhan. 

Kasih menjadi landasan dalam bertindak dan berjuang di tengah masyarakat yang majemuk ini. Kasih menjadi jaring agar kita mengalami cinta-Nya.

Kehadiran Paus disini mau menguatkan kita semua akan nilai-nilai kasih yang terus diperjuangkan. Tulisan dan ajaran Paus semua bermuara pada pengalaman kasih dan kerahiman Allah.

Kasih itu kita wujudkan dengan hidup rukun bersaudara dengan semua orang, bertoleransi dengan macam-macam perbedaan. Menjaga persatuan dan kesatuan sebagai bangsa yang majemuk dan membangun Indonesia sebagai rumah bersama.

Mari kita berlayar bersama dengan Perahu yang namanya Indonesia dan menebarkan kasih kepada sesama warga.

Kalau kita berani ke tempat yang dalam, kita akan memperoleh hasil yang berlimpah ruah. Tentu ke tempat dalam berarti juga siap menghadapi taufan dan gelombang besar.

Tidak ada nakhoda hebat dan tangguh jika kita hanya berlayar di ombak yang kecil. Nakhoda hebat muncul dari tantangan ombak yang besar. Siapkah kita menghadapinya?

Berombongan menuju GBK,
Wajah ceria tak kenal dosa.
Paus datang bawa sukacita,
Indonesia dikenal oleh dunia.

Wonogiri, sugeng rawuh Bapa Suci
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Saint in the Gutters

9/3/2024

0 Comments

 
Puncta 4 September 2024
Rabu Biasa XXII
Lukas 4: 38-44

NAMA aslinya adalah Anjeze (Agnes). Lahir di wilayah Albania, Kekaisaran Utsmani pada 26 Agustus 1910. Anjeze kecil sudah ingin menjadi biarawati Katolik karena sering membaca kisah-kisah para misionaris yang diutus pergi ke Timur Jauh.

Umur 18 tahun dia diutus pergi ke Kalkuta bersama biarawati dari Loreto. Dari sana namanya berubah menjadi Suster Teresa. Ketika di Kalkuta marak penyakit tuberkolosis, Teresa tergerak hati menolong mereka. 

Ia mengunjungi mereka di daerah kumuh, miskin dan menolong yang sakit dan merawat mereka yang menderita.

Ia mengajak teman-temannya anggota Ordo Misionaris CintaKasih di Kalkuta untuk fokus menolong orang sakit, yatim piatu, kusta, tuna wisma dan gelandangan di daerah miskin India. 

Sejak saat itu dia dijuluki sebagai “The Saint of the Gutters” atau orang suci dari selokan-selokan kumuh dan kotor.

Karya Yesus menolong orang sakit dan menderita itulah yang menjadi inspirasi Bunda Teresa menjalankan misinya. Yesus sesudah mengajar di sinagoga, pergi ke rumah mertua Simon dan menumpangkan tangan-Nya sehingga sembuhlah sakitnya.

Lalu sepanjang hari banyak orang sakit datang kepada Yesus minta disembuhkan. Ketika matahari terbenam, semua orang membawa kepada-Nya orang-orang sakit, yang menderita bermacam-macam penyakit. Iapun meletakkan tangan-Nya atas mereka masing-masing dan menyembuhkan mereka.

Melalui Yesus dan Bunda Teresa kita bisa belajar beberapa hal; Pertama, sikap empati dan belaskasih. Yesus mengajarkan pentingnya empati dan belaskasih pada mereka yang menderita. Teresa menjadi contoh nyata belaskasih bagi mereka yang miskin. 

Kedua, Yesus dan Teresa menunjukkan kesetiaan pada nilai-nilai ilahi. Mengasihi orang miskin dan sakit adalah wujud nyata dari kasih ilahi sebagai panggilan hidup. 

Yesus berkata, "Juga di kota-kota lain Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus."

Ketiga, kasih itu terwujud dalam tindakan nyata. Yesus dan Teresa tidak hanya mengajar tentang kebaikan, tetapi mempraktekkan dalam tindakan kongkret. 

Kebahagiaan bukan terletak dari banyaknya harta, tetapi sejauhmana pelayanan nyata kita sumbangkan bagi dunia sekitarnya.

Makan gudeg di kota Yogya,
Sambil duduk di trotoar balaikota.
Bukan karena harta kita bahagia,
Berbagi kasih bagi para penderita.

Wonogiri, siap misa dengan Bapa Suci....
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Rektor yang Berwibawa

9/2/2024

0 Comments

 
Puncta 3 September 2024
PW. St. Gregorius Agung, Paus dan Pujangga Gereja
Lukas 4: 31-37

WAKTU masih menjadi seminaris, kami mempunyai Romo Rektor yang berwibawa. Beliau adalah Rm. Martinus Soenarwidjaya SJ. 

Suatu kali ada acara MK (Malam Kesenian). Kelas kami menampilkan drama kelahiran Yesus. 

Karena seminari tidak ada siswi-siswinya, maka salah satu dari kami memerankan Maria. Karena gaya dan tutur kata yang sedikit menirukan “perempuan” para penonton bersorak bergemuruh.

Nampaknya Romo Rektor tidak berkenan. Maria diperankan dengan gaya lelucon. Beliau hanya berdiri dengan muka serius. 

Frater Priyo Pujiono membaca gelagat yang tidak enak. Dia langsung naik ke sisi panggung dan membuat gerakan tangan memotong leher. Teriaknya; “Cut! Cut! Cut!”

Petugas layar menarik tali cepat-cepat menutup panggung pertunjukan. Pentas langsung dihentikan. 

Malam itu kami para pemain drama dipanggil di kamar Romo Rektor. Tidak dimarahi tetapi diberi wejangan. 

Kata-katanya tajam dan mengena. “Bagaimana perasaanmu kalau ibumu yang kamu hormati diperlakukan seperti itu?” Kami semua diam tertunduk kelu di lidah.

Yesus datang di Kapernaum. Ia mengajar dengan penuh kuasa. Bahkan setan pun diusir keluar dengan kuasa-Nya. 

Semua orang takjub, lalu berkata seorang kepada yang lain, katanya: "Alangkah hebatnya perkataan ini! Sebab dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat dan merekapun keluar."

Orang-orang mengakui kekuatan dari ajaran-Nya. Kata-kata-Nya dahsyat mengusir kuasa kegelapan. 

Kendati iblis itu tahu siapa Yesus - Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah" - namun Yesus tak membiarkan dia menguasai orang itu.

Yesus mewahyukan Diri-Nya dengan kuasa Allah yang mengatasi kejahatan. Terserah bagaimana orang menanggapinya. Apa mau percaya atau menolak-Nya. 

Ada banyak yang percaya tetapi juga ada yang tidak mau mempercayai-Nya, seperti para ahli Taurat dan orang-orang Farisi.

Apakah anda pernah mengalami kuasa Tuhan yang begitu besar? Lalu apa sikap anda melihat karya Tuhan itu?

Jalan ke pasar beli mangga,
Pedagangnya cantik mempesona.
Tuhan sungguh luar biasa,
Kuasa-Nya mengatasi segalanya.

Wonogiri, Tuhanku memang hebat...
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Jangan Menilai Buku dari Covernya

9/1/2024

0 Comments

 
Puncta 2 September 2024
Senin Biasa XXII
Lukas 4:16-30

KITA ini sering lebih menghargai produk Luar Negri daripada produk milik kita sendiri. Hal ini kelihatan dari barang-barang yang sering kita pakai. Merek-merek Luar Negri jadi pameran di sekujur tubuh kita.

Ada yang senang belanja barang-barang branded Luar Negri dengan pesawat jet pribadi. Ada yang bangga memakai arloji, tas, sepatu atau baju-baju bermerk asing. Sedangkan produk-produk lokal, dalam negeri dikucilkan dan tidak dianggap atau disepelekan. 

Kita masih dijajah melalui produk-produk luar. Hal ini membuat mental kita tidak bangga dengan produk atau milik kita sendiri. Kita tidak mampu menghargai hasil karya bangsa sendiri.

Inilah yang dialami Yesus ketika Dia pulang ke kampung halaman-Nya di Nazaret. Yesus menawarkan nilai-nilai baik dari Allah. Tetapi orang-orang di kampung-Nya menolak, tidak mau menerima-Nya.

Mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya, lalu kata mereka: "Bukankah Ia ini anak Yusuf?" Orang-orang Nazaret meragukan dan tidak mau menerima Dia. 

Bahkan mereka berusaha menghalau Yesus ke luar kota dan membawa Dia ke tebing gunung, tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu.

Orang-orang Nazaret itu tidak mau menghargai Yesus dan karya-Nya. Mereka hanya menilai dari permukaan yang dilihatnya saja. Mereka tidak menangkap makna apa yang disampaikan Yesus. 

Kadang kita juga hanya melihat tindakan dan karya orang lain secara lahiriah saja, yang kelihatan di permukaan. Kita menilai orang lain hanya dari apa yang kelihatan dari luar saja. Atau kita menilai orang dari latar belakang keluarga yang jeleknya saja.

Dengan menilai demikian, kita menutup kebaikan-kebaikan atau segi-segi yang positif. Kita tidak mau membuka hati terhadap segi positif dan kebaikan karya Tuhan. 

Maka tidak ada karya mukjizat yang terjadi. Hal-hal baik menjadi tertutup karena kita tidak mau percaya kebaikan Tuhan.

Untuk itu kita bisa belajar untuk tidak menilai orang laih hanya berdasarkan apa yang kita lihat sesaat saja. Kita diajak membuka diri memahami orang lain lebih dalam.

Jangan menilai buku dari covernya,
Bacalah isi sampai sedalam-dalamnya.
Yesus akan membuat mukjizat-Nya,
Karena Dia sangat mengasihi kita.

Wonogiri, tetaplah percaya
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Formalisme Agama

8/31/2024

0 Comments

 
Puncta 1 September 2024
Minggu Biasa XXII
Markus 7:1-8.14-15.21-23

ADA kelompok masyarakat yang menghayati agama hanya sebatas formalisme saja. Yang diutamakan adalah aspek legal formalnya, tanpa menyentuh substansi atau inti hidup beragama.

Mereka mengukur kesalehan atau kesempurnaan diri lewat ketaatan buta terhadap dogma, aturan, hukum dan adat istiadat yang kaku dan ketat. 

Mereka mudah curiga pada orang lain dan menilai buruk atau negatif bila tidak sesuai dengan paham mereka. Mereka merasa paling benar dan mudah menghakimi orang lain.

Kelompok ini suka memakai simbol-simbol agama di  ruang-ruang publik untuk menunjukkan mereka lebih dari yang lain. Symbol-simbol itu sebagai bentuk formalisme saja tanpa mengerti apa makna batiniahnya. 

Misalnya suka pakai kalung rosario panjang-panjang, tapi suka mengumpat kata-kata kotor pada orang lain.

Mereka tidak mementingkan makna rohani rosarionya tetapi hanya untuk pamer, biar dinilai saleh, biar kelihatan suka sembahyang, cari pujian dan previlegi egoistik. 

Orang formalis mudah mengadili orang lain secara moral (membully, persekusi) dan sosial (merusak, melarang) yang tidak sejalan dengan pahamnya.

Nada-nada sikap formalisme ini ada dalam dialog antara kaum Farisi dengan Yesus. Orang Farisi memprotes murid-murid Yesus yang makan tanpa membasuh tangan lebih dahulu. 

"Mengapa murid-murid-Mu tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita, tetapi makan dengan tangan najis?"

Yesus meluruskan pandangan mereka dengan mengutip pesan Nabi Yesaya: “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia."

Yesus mengembalikan makna substansial dari kehidupan agama. Bukan yang masuk tetapi yang keluar dari manusia, itulah yang menajiskan. Bukan simbol-simbol agama, tetapi tindakan kasih yang nyata itu yang lebih berguna. 

Mungkin kita juga sering jatuh ke formalisme agama. Suka pamer simbol-simbol agama tetapi tidak peduli pada orang menderita. Lebih mementingkan yang artifisial daripada inti yang substansial. 

Suka menghakimi orang lain sebagai najis atau kafir, tetapi peri hidupnya sendiri jauh dari nilai-nilai itu.

Mari kita memperbaiki diri lebih dahulu sebelum menuntut orang lain berubah.

Kalau doa pakai Bahasa roh,
Tapi perilakunya suka goroh.
Kemana-mana pakai rosario,
Jebul uripe ya mung “mletho.”

Wonogiri, jadilah bijaksana dalam hidup
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Tanggungjawab dan Belaskasih Tuhan

8/30/2024

0 Comments

 
Puncta 31 Agustus 2024
Sabtu Biasa XXI
Matius 25: 14-30

DALAM perumpamaan ini, Yesus menggambarkan bahwa Kerajaan Sorga itu seperti Tuan yang mempercayakan hartanya kepada hamba-hambanya. Ada yang diberi lima talenta, dua talenta dan satu talenta sesuai dengan kemampuannya. Masing-masing menurut kesanggupannya. Tuan itu tidak membeda-bedakan.

Satu talenta itu seharga 6.000 dinar. Satu dinar adalah upah buruh sehari. Jadi kalau lima talenta itu berarti 30.000 dinar. Betapa sangat banyak harta yang dipercayakan Tuan itu kepada hamba-hambanya!!! 

Mereka menganggap Tuannya seorang pribadi yang baik hati, penuh pengertian, murah hati, “loma.”

Karena merasa begitu dikasihi, hamba yang diberi lima talenta bekerja keras dan mendapat laba lagi lima talenta. Begitu juga yang mendapat dua talenta mendapat laba lagi dua talenta. 

Beda dengan sikap hamba yang mendapat satu talenta. Dia menganggap tuannya seorang yang keras, memaksa dan penuh perhitungan. 

Hamba itu berkata, “Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam.”

Perumpamaan ini menjadi renungan bagi kita, siapakah Allah itu bagi kita? Tuan yang baik dan murah hati atau Tuan yang kejam, menuntut, dan kritis pada kita? 

Penilaian kita tentang siapa Allah akan mempengaruhi tindakan yang kita perbuat kepada Tuhan dan sesama.

Jika hidup kita ini adalah bentuk talenta kemurahan hati Tuhan, kita akan memperjuangkan dengan segala kekuatan agar memperoleh laba yang banyak. Tetapi jika hidup kita ini adalah tuntutan yang berat dari Tuhan, maka kita menanggung beban berat sepanjang hidup dan tidak akan menghasilkan apa-apa.

Inilah sikap Allah yang murah hati itu: “Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya. 

Dan campakkanlah hamba yang tidak berguna itu ke dalam kegelapan yang paling gelap. Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi."

Hidup ini adalah pilihan. Mana yang akan anda pilih? Dicampakkan atau diberi dengan penuh kelimpahan?

Naik kereta cepat ke Surabaya,
Untuk ngejar waktu ke bandara.
Banyak talenta ada di tangan kita,
Apakah mau dibuang begitu saja?

Wonogiri, kembangkan talentamu
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Buta Cakil dan Arjuna

8/29/2024

0 Comments

 
Punca 30 Agustus 2024
Jum’at Biasa XXI
Matius 25: 1-13

DALAM adegan perang kembang, bertemulah antara Raksasa yakni Buta Cakil dan Raden Arjuna. Cakil itu banyak bicaranya, nyerocos tak henti-henti, sok pinter, suka menyombongkan diri, suka merendahkan orang lain. Dia juga bertingkah polah “pethakilan,” banyak tingkah seperti paling hebat sendiri.

Sedangkan Arjuna lebih banyak diam, tutur katanya ditata dengan runtut dan berhati-hati. Dia berdiri dengan tenang dan tidak bertingkah polah yang keterlaluan. Arjuna menunjukkan pribadi yang matang dan bijaksana. 

Dalam pertempuran itu, Arjunalah yang memenangkannya. Ia tidak banyak bicara, dan bertingkah polah. Tindakan dan tutur katanya dikendalikan dengan seksama, terukur dan terarah pada sasarannya atau “mrantasi.”

Dalam Injil, Yesus memberi perumpamaan tentang gadis bodoh dan gadis bijaksana. "Pada waktu itu hal Kerajaan Sorga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. 

Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, tetapi tidak membawa minyak, sedangkan gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka.”

Dalam kehidupan ini kita diajak untuk bersikap bijaksana. Pandai atau pinter secara intelektual saja tidak cukup. Orang perlu memiliki kebijaksanaan moral yang kuat agar bisa mengatasi berbagai macam masalah dan kesulitan dengan baik.

Seperti tokoh Arjuna berhadapan dengan Cakil, orang bijak tidak menyombongkan kemampuannya, ia justru merendahkan diri tanpa banyak pamer kekuatan. Ia hemat dengan kata-kata, tidak mengobral sampai berbuih-buih di mulutnya.

Orang bijak tidak hanya pakai logika berpikir, tetapi juga memakai perasaan dan intuisi hatinya. Gadis yang bijak itu tidak hanya bawa pelita, tetapi juga bawa minyak dalam buli-buli. 

Ia memakai intuisinya kalau-kalau pengantin terlambat, memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi.Gadis bijak itu mempertimbangkan berbagai sudut sebelum memutuskan sesuatu. 

Marilah kita hidup dengan bijaksana. Tepa selira dalam bertindak, sedikit bicara tetapi banyak berbuat demi kebaikan sesama. Dengan sikap bijaksana kita berjaga-jaga menyiapkan bekal untuk kedatangan Tuhan.

Pergi ke toko menjajal kacamata,
Mau cari yang bentuknya beda.
Hidup tidak hanya mencari kaya,
Namun harus berhati bijaksana.

Wonogiri, jadilah orang bijaksana
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Berjaga-jagalah

8/28/2024

0 Comments

 
Puncta 29 Agustus 2024
PW. Kemartiran St. Yohanes Pembaptis
Matius 24: 42-51

JANGAN mengira kalau di kota-kota besar Eropa tidak ada copet. Banyak beredar video yang mengingatkan para pejalan kaki, peziarah, turis atau orang-orang tua yang ada di kerumunan. 

Mereka berteriak-teriak “pickpocket, pay attention please!” Orang-orang itu mengajak para pejalan kaki, penumpang bus atau kereta untuk waspada ada copet berkeliaran mencari mangsa.

Mereka sangat lihai mencari orang-orang yang berlalu lalang di kerumunan. Ketika terlena dan tidak sadar dibuntuti, para pencopet itu beraksi. 

Ada yang berdiri berdesak-desakan, ada yang mengajak ngobrol santai, sementara temannya beroperasi mengambil barang-barangnya.

Mereka tidak menduga kalau pencopet atau maling sedang beroperasi menguras harta bendanya. Maka kita diharap selalu waspada dan menjaga barang-barang bawaan di tas atau ransel kita. Kalau di rumah kita diajak selalu berjaga-jaga.

Maka Yesus berkata, “Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang. Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar.”

Ada yang mengatakan bahwa menunggu atau berjaga-jaga itu membosankan. Waiting is boring. Ya kalau waktu menunggu kita hanya diam saja atau tidak berbuat apa-apa, pastilah akan membosankan. Tetapi kalau menunggu itu kita gunakan untuk beraktivitas, pasti tidak akan membosankan.

Belajarlah dari budaya orang Jepang. Mereka selalu mengisi waktu menunggu dengan aneka aktivitas. Minim mereka akan membaca buku. 

Kemana pun orang pergi, mereka membawa buku bacaan. Dengan membaca buku mereka mengisi waktu dan memperoleh banyak pengetahuan.

Dengan demikian menunggu atau berjaga-jaga tidak akan membosankan dan tidak ada waktu yang terbuang. Kita memanfaatkan waktu berjaga-jaga dengan baik. 

Jika begitu, Tuhan akan memberi berkah yang banyak kepada kita. Yesus berkata:

“Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya tuannya itu akan mengangkat dia menjadi pengawas segala miliknya,” 

Buah mangga buah papaya,
Jadi rujak enak rasanya.
Mari kita selalu berjaga,
Kita waspada jangan sampai terlena.

Wonogiri, berjaga dan waspada
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments
<<Previous
Forward>>

    Archives

    December 2034
    December 2025
    November 2025
    October 2025
    September 2025
    August 2025
    July 2025
    June 2025
    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    February 2024
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    July 2021

    Categories

    All
    Hello Romo!
    Katekese
    Puncta
    Rubrik Alkitab

    RSS Feed

Site powered by Weebly. Managed by Rumahweb Indonesia
  • Home
  • Profil Paroki
  • Katekese
  • Pelayanan
  • Berita Paroki