Paroki St. Yohanes Rasul Wonogiri
  • Home
  • Profil Paroki
  • Katekese
  • Pelayanan
  • Berita Paroki

katekese

“Inggih-inggih Ora Kepanggih”

8/27/2025

0 Comments

 
Puncta 27 Agustus 2025
Pw. St. Monika, 
Matius 23:27-32

SAYA pernah diminta memberkati sebuah makam pada peringatan seribu hari orang yang meninggal. Makam itu besar, bagus dengan gambar Tuhan Yesus dan Bunda Maria, serta patung relief perjamuan malam terakhir. 

Pasti biaya pembangunan makam itu bisa mencapai ratusan juta.

Mereka beranggapan makam adalah rumah masa depan yang harus bagus dan indah. Agar orang yang meninggal krasan tinggal di sana dan bangunan ini juga sebagai wujud penghormatan kepada yang telah berpulang.

Saya hanya bertanya dalam hati, “Mengapa menghormati saat orang sudah mati. Apakah waktu masih hidup mereka juga dihormati atau malah dibuang di rumah jompo, disingkirkan dari keluarga supaya tidak merepoti?”

Yesus mengkritik orang-orang Farisi dan para Ahli Taurat seperti kuburan yang luarnya dilabur putih bersih tetapi dalamnya penuh tulang belulang dan kotoran. Kritik ini kiranya bukan hanya untuk mereka, tetapi juga untuk murid-murid Yesus dan kita semua.

Sikap munafik itu terlihat dari apa yang ada di luar berbeda dengan apa yang ada di dalam. Antara tutur kata dan tindakan berbeda dengan suara hati yang ada di dalam. 

Luarnya kelihatan bagus-bagus, tetapi dalamnya punya niat jahat, dendam, benci dan iri hati. 

Ada ungkapan-ungkapan Jawa yang menggambarkan kemunafikan atau kepura-puraan ini. Misalnya, “inggih-inggih ora kepanggih” (mengatakan iya-iya tapi gak pernah melakukan), “mesam-mesem atine kucem,” (mulutnya tersenyum tetapi hati dongkol), “nundhuk-nundhuk pengin ngepruk.” (menunduk tapi pengin menghancurkan), “tangan sedhakep nanging ngawe-awe, nggutuk lor kena kidul.” 

Yesus tidak seperti orang Jawa. Dia berkata langsung keras dan tegas pada sikap kemunafikan para ahliTaurat dan Farisi. 

Orang Jawa tidak berani langsung kritik tajam. Mereka muter-muter dengan bahasa halus agar tidak menyakiti. Yesus langsung to the point. 

“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran.”

Bisa jadi saya, anda, kita semua seperti kuburan itu. Luarnya kelihatan bagus, indah, sopan dan saleh. Tetapi dalamnya penuh kejahatan dan kotoran. Benar gak?

Sakit gula bisa bikin mata rabun,
Kalau bisa tiap hari makan telur kalkun.
Jalani imamat tigapuluh satu tahun,
Tetap sukacita walau harus jatuh bangun.

Wonogiri, marilah bertobat
Rm. A.Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Korupsi Merajalela

8/26/2025

0 Comments

 
Puncta 26 Agustus 2025
Selasa Biasa XXI
Matius 23:23-26

SEKARANG ini orang melakukan korupsi seperti makan kacang bawang saja. Orang melakukan korupsi semakin enjoy tanpa beban. 

Tidak cuma pejabat tinggi, pejabat rendahan pun kalau ada kesempatan akan bertindak korupsi. Kasus wamenaker makin menambah deretan pejabat yang korupsi.

Modal jadi pejabat sangat besar, hanya mengandalkan gaji tak mungkin bisa kembali.

“Untung-untunganlah, kalau tidak ketahuan KPK ya melenggang, kalau ketangkap ya sedang sial saja. Dihukum paling hanya beberapa tahun, tetapi uang yang didapat bisa untuk tujuh turunan.” Kalau mental kita seperti itu, kita tidak akan maju.

Sementara rakyat kecil dikejar-kejar harus membayar pajak. Para pejabat yang berkedudukan hidup dalam gelimang harta dan berfoya-foya; mobil mewah, gaji besar (Kompas menulis gaji DPR tembus 230 juta per bulan),  fasilitas serba mahal. Rakyat harus hidup miskin dan menderita.

Kehidupan seperti inilah yang dikecam oleh Yesus pada zaman itu. Ahli Taurat dan kaum Farisi adalah kelompok elit yang suka makan rejeki orang kecil. Mereka menindas rakyat dengaan ayat-ayat Kitab Suci.

“Hai kamu pemimpin-pemimpin buta, nyamuk kamu tapiskan dari dalam minumanmu, tetapi unta yang di dalamnya kamu telan. Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan.”

Selama hukum tidak dijalankan secara benar, maka korupsi akan tetap merajalela. Maka Yesus memberi solusi dengan memberi perhatian pada keadilan, belas kasih dan kesetiaan. 

“Bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu, maka sebelah luarnya juga akan bersih,” kata Yesus.

Perbaharui diri dari dalam melalui sikap tobat hati dan mental baru nanti mengalir pada tindakan nyata dari luar. Kalau mental koruptif dari dalam itu tidak dibenahi, godaan untuk korupsi akan terus menjerumuskan kita. 

Tidak mengherankan kalau dari tahun ke tahun selalu saja akan ada pejabat dicongkok KPK karena korupsi. 

Rompi oranye jadi seragam pejabat,
Bagi mereka yang makan uang rakyat.
Mari kita memperbaharui semangat,
Gunakan pikiran dengan akal sehat.

Wonogiri, berani berkata tidak pada korupsi
Rm. A.Joko Purwanto,Pr
0 Comments

Kemunafikan Kaum Farisi

8/25/2025

0 Comments

 
Puncta 25 Agustus 2025
Senin Biasa XXI
Matius 23:13-22

KAUM Farisi dicela oleh Yesus karena mereka bersikap munafik. Mereka senang mencari-cari kesalahan orang untuk menghakimi, atau menjatuhkan di depan umum supaya mereka dianggap pinter, saleh, suci dan peduli. Padahal mereka tidak berbuat apa-apa untuk kebaikan bersama.

Orang munafik kelihatan dari tutur katanya. Antara apa yang dikatakan dan dilakukan tidak seiring sejalan. Orang zaman sekarang menyebut “Omdo” omong doang atau NATO “Not Action Talk Only.”

Di mata orang Farisi, apa yang dilakukan orang lain itu tidak ada yang benar. Semua serba salah. Dia suka mengkritik, menyalahkan orang lain, menghakimi segala perilaku orang dan suka memamerkan diri biar dilihat baik di mata orang.

Kaum Farisi ini menindas orang kecil, kaum lemah dengan ayat-ayat Kitab Suci, tetapi mereka sendiri hidup berfoya-foya. Mereka lebih mengedepankan formalisme agama. 

Mulutnya mengajarkan kasih sayang, tetapi dari mulut yang sama keluar ujaran kebencian, hasutan, penghinaan dan penindasan terhadap kelompok yang berbeda. Orang lain dianggap musuh, bukan sesama saudara.

Yesus mengecam mereka karena sikap kepura-puraan atau kemunafikan ini. “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.”

Mari kita merenungkan sabda Yesus ini. Apakah kita sendiri juga bertindak munafik seperti kaum Farisi itu? Suka mengkritik orang tetapi tidak mau melakukan kritikannya sendiri. Suka memprotes tetapi tidak pernah mau diberi tanggungjawab?

Hampir di tiap lingkungan, wilayah, paroki atau kelompok-kelompok ada orang-orang yang berlaku munafik. Dengan sabda Yesus itu, kini saatnya bertobat dan terlibat. Lebih baik terlibat daripada hanya banyak” nyacat.”

Ke ladang bawa parang,
Banyak pohon harus dibabat.
Mengkritik itu gampang,
Terlibat itu butuh niat kuat.

Wonogiri, Jangan Omong Doang
Rm. A.Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Yesus Mengetuk Pintu Rumah

8/24/2025

0 Comments

 
Puncta 24 Agustus 2025
Minggu Biasa XXI
Lukas 13: 22-30

WILLIAM Holman Hunt adalah seorang pelukis Inggris yang hidup pada tahun 1827-1910. Salah satu karyanya yang terkenal adalah lukisan Yesus mengetuk pintu rumah. 

Sebelum dilaunching lukisan itu ditunjukkan ke teman-temannya. Hunt ingin agar mereka mencari titik lemah atau kekurangan dari karyanya itu.

Teman-teman yang meneliti tidak melihat kekurangan lukisannya. Mereka memuji karya Hunt sangat bagus. 

Sekali lagi dia mengundang banyak orang lagi untuk memberi komentar. Salah satu pemerhati lukisan mengatakan ada satu kekurangan fatal dalam lukisan itu. Yaitu tidak ada handle atau pegangan di pintu.

“Ada satu kekurangan fatal dalam lukisanmu, yaitu pintu ini tidak mempunyai handle untuk membuka,” kata teman yang disetujui oleh pengunjung lainnya. 

“Ini bukan kekurangan, tetapi kesengajaan.” Jawab Hunt. “Pintu ini tidak sekedar pintu. Tetapi ini adalah pintu hati kita. Yesus mengetuk hati kita. Yang membuka adalah kita sendiri dari dalam,” jelasnya. 

Ketika ditanya orang, “Sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” Yesus menjawab, "Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat.”

Mengapa tidak dapat? Karena ketika Yesus mengetuk pintu hati manusia, mereka tidak berusaha membukanya. 
Untuk bisa membuka hati dibutuhkan perjuangan. 

Orang harus berjuang sendiri. Yesus hanya mengetuk pintu hati. Dia tidak memaksa dengan kuasa-Nya. Kita bebas memilih mau diselamatkan atau hidup dalam dosa.

Semua tergantung dari kesediaan kita untuk berjuang. Perjuangan itu akan menentukan keberhasilan. 

Maka Yesus mengingatkan, “Sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang terdahulu dan ada orang yang terdahulu yang akan menjadi orang yang terakhir."

Kalau kita sudah dibaptis sejak bayi tetapi tidak mau bertobat, kita akan menjadi yang terakhir. Namun penjahat yang disalib di samping Yesus walau dia baru pada akhir-akhir bertobat, dia menjadi yang terdahulu masuk ke dalam Kerajaan Tuhan. 

Maka maukah kita membuka pintu untuk bertobat?

Makan gratis bikin perutku kenyang.
Di kelas otakku jadi melayang-layang.
Ikut Yesus bukan soal senang-senang,
Harus bertobat dan mau berjuang.

Wonogiri, bertobat dan berjuang
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Padi yang Bernas

8/23/2025

0 Comments

 
Puncta 23 Agustus 2025
Sabtu Biasa XX
Matius 23:1-12

ORANG Parisi adalah orang yang berusaha mentaati hukum Taurat sedetil-detilnya, tetapi motivasinya adalah agar dilihat dan dihormati orang. 

Mereka mengajarkan, menasehati orang lain, tetapi tidak mau melakukannya. Kadang saya, anda, kita juga sering jatuh seperti orang-orang Parisi itu.

Yesus menunjukkan motivasi jahat mereka, “Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat. 

Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya.”

Di kalangan kita sering terlihat orang yang suka pamer kemunafikan; memakai baju agamis, tetapi perilaku dan tutur katanya kasar, tidak sopan, menghakimi dan menjelek-jelekkan orang lain.

Ada yang suka mengkritik, tetapi tidak mau terlibat di dalam kegiatan. Anak sekarang bilang, ”OMDO, Omong Doang.” Merasa sok pinter, menyalahkan orang lain; ketua RT, ketua umat, pimpinan atau direktur, suka “nggerundel, slinthutan” ngomong di belakang tetapi kalau diberi tanggungjawab gak pernah mau. 

Ada yang suka cari hormat, ngejar posisi atau kedudukan, tetapi cuma pengin disanjung-sanjung. Suka dipanggil “Bos atau Tuan Besar,” tetapi suka menindas bawahan atau orang lemah.

Mari kita belajar dari karakter padi yang bernas. Padi yang berisi atau bernas adalah padi yang merunduk ke bawah. Kalau padi itu menjulang ke atas, tanda bahwa tak ada isinya alias “gabuk atau kopong.” Padi yang baik justru merunduk, merendahkan diri.

Mirip dengan prinsip padi, Yesus juga berkata, “Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”

Orang akan dinilai dari tutur kata dan tindakannya. Orang Jawa bilang, “Ajining dhiri gumantung ana ing kedhaling lathi,” harga diri seseorang tergantung dari ucapannya. Apa yang diucapkan mesti terwujud dalam tindakan. 

Mungkin kita juga termasuk orang-orang Parisi atau ahli-ahli kitab yang dikritik Yesus pada zaman ini.

Penyanyi Dangdut namanya A.Rafiq,
Lagu hitnya “Pandangan Pertama.”
Kalau kita jadi orang munafik,
Tidak disukai dimana-mana.

Wonogiri, belajar dari padi yang bernas
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Pancasila dan Hukum Cinta

8/22/2025

0 Comments

 
​Puncta 22 Agustus 2025
Pw. St. Perawan Maria Ratu
Matius 22: 34-40

TIDAK secara kebetulan bahwa sila pertama dan kedua dalam Pancasila berbicara tentang Tuhan dan manusia. Sila pertama berbunyi, Ketuhanan yang mahaesa. 

Sila kedua langsung berkata, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Cinta pada Allah dan sesama itulah yang tertuang dalam Pancasila.

Sebagai seorang Katolik kita selalu membuat tanda salib. Salib terbuat dari dua palang kayu. Palang vertikal dan palang horisontal. Palang vertikal melambangkan relasi kita dengan Allah. Palang horisontal melambangkan relasi dengan sesama manusia.

Relasi vertikal mengarah pada hukum kasih kepada Allah. Sedangkan relasi horisontal menggambarkan hukum kasih kepada sesama manusia. 

Dua hukum itu seperti dua sisi dalam sekeping mata uang. Keduanya menyatu tidak bisa dipisahkan.

Seorang ahli Taurat bertanya kepada Yesus untuk mencobai Dia, “Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?” 

Terasa aneh bahwa seorang ahli kitab yang setiap hari mempelajari Taurat tidak tahu mana hukum yang terutama.

Yesus menjawab, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan segenap akal budimu. Dan hukum yang kedua yang sama dengan itu ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”

Kasih kepada Allah diwujudkan dengan kasih kepada sesama. Tidak mungkin mengasihi Allah tanpa mengasihi sesama. Begitu pun sebaliknya. Tidak mungkin mengasihi sesama dengan mengabaikan kasih kepada Allah.

Sejalan dengan pemikiran itu, kita pantas bersyukur mempunyai Pancasila. Karena dalam butir-butir Pancasila itu juga terkandung cinta kepada Tuhan dan sesama. 

Presiden Sukarno adalah peletak pondasi bangsa yang visioner jauh ke depan. Kita harus melandaskan hidup pada kasih dengan Tuhan dan sesama.

Pancasila itu bisa dikatakan sebagai perwujudan dari Hukum Kasih yang diajarkan Kristus. Mengamalkan Pancasila berarti juga mengamalkan Hukum Kasih. 

Dalam kehidupan berbangsa, Pancasila itu adalah hukum tertinggi yang menjadi rel bagi seluruh warga negara. Hukum Kasih adalah rel bagi kita seluruh umat manusia dalam membangun kehidupan damai dan sejahtera.

Dekat stasiun ada Pasar Kembang,
Tempat orang berjualan bunga.
Hidup kita harus seimbang,
Mengasihi Tuhan dan sesama.

Wonogiri, kasih tiada membedakan
Rm. A.Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Undangan Pesta Sunatan

8/21/2025

0 Comments

 
Puncta 21 Agustus 2025
Pw. St. Pius X, Paus
Matius 22:1-14

BEBERAPA kali saya  mendapat undangan hajatan ketika bertugas di Nanga Tayap. Ada undangan pernikahan, sunatan atau aqiqoh yang diadakan warga. 

Saya tidak mengenal tuan rumah yang mengadakan pesta. Entah mengapa kok kartu undangan diberikan kepada saya. 

Ketika saya datang ke pesta, saya tidak mengenal si empunya rumah. Tamu-tamu yang datang pun juga terasa asing. Sebagai rasa hormat, saya datang memasukkan amplop saja, bersalaman sesudah itu pulang. 

Sesudah tanya sana tanya sini, ternyata mereka itu mengundang siapa saja walaupun tidak mengenal satu sama lain. 

Ibaratnya menebar jala, pasti satu dua ikan akan masuk ke jalanya. Undangan disebar kemana-mana, siapa tahu mereka datang.

Yesus menggambarkan Kerajaan Allah itu seperti raja yang mengadakan pesta pernikahan. Semua orang diundang tanpa kecuali. Hamba-hambanya disuruh mengumumkan kepada para undangan.

Tetapi mereka tidak mau datang. Berbagai alasan disampaikan; ada yang pergi ke ladang, ada yang mengurus usahanya. 

Bahkan utusan itu disiksa dan dibunuh. Maka raja itu menyuruh siapa pun orang di pinggir-pinggir jalan untuk datang ke pestanya.

Perumpamaan ini adalah sindiran bagi orang-orang Yahudi sebagai bangsa yang dipilih Allah. Tetapi mereka tidak mengindahkan undangan Allah. 

Ia mengutus nabi-nabi untuk mengajak mereka kepada Allah. Tetapi nabi-nabi itu ditolak, disiksa dan dibunuh.

Allah mengutus Putera-Nya dan mengajak siapa pun untuk masuk ke dalam Kerajaan-Nya. Orang baik, orang jahat, pemungut cukai, orang berdosa, wanita berzina, orang lumpuh, buta, semua orang sakit dan rakyat jelata tanpa kecuali diundang Tuhan. Itulah kemurahan hati Allah, siapa pun diundang tanpa kecuali.

Kita semua dipanggil dalam perjamuan-Nya, apakah kita siap memakai baju pesta agar pantas memasuki Kerajaan-Nya? 

Kalau kita datang ke suatu pesta,
Kita tidak asal pakai baju seadanya.
Kerajaan Allah untuk siapa saja,
Kita boleh masuk karena kasih-Nya.

Wonogiri, mari datang ke pesta-Nya
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Iri Hatikah Engkau karena Aku Murah Hati?

8/20/2025

0 Comments

 
Puncta 20 Agustus 2025
Pw. St. Bernardus, Abas dan Pujangga Gereja
Matius 20: 1-16

PETRUS bertanya kepada Yesus, "Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?" 

Lalu Yesus menceritakan perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur. 

Ada lima grup atau rombongan pekerja: mereka yang bekerja mulai jam 06.00. Grup jam 09.00. Grup jam 12.00. Rombongan jam 15.00 dan terakhir jam 17.00. Ternyata Tuan pemilik kebun membayar mereka masing-masing satu dinar.

Kelompok pertama merasa paling berjasa karena telah bekerja 12 jam dijemur di terik matahari. Maka mereka marah dan protes disamakan dengan kelompok yang bekerja hanya satu jam saja. 

Sambil menerima upahnya, mereka bersungut-sungut kepada tuan itu, katanya: “Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari.”

Pelajaran yang dapat kita petik dari perumpamaan ini adalah tentang kemurahan hati Allah yang tak pilih kasih. Kedua, Allah memberikan keselamatan berdasarkan kedaulatan-Nya, bukan karena jasa-jasa manusia. Ketiga, bagaimana sikap kita, lebih bersyukur karena Allah murah hati atau bersungut-sungut karena kita iri hati.

Cerita tentang Yunus yang marah kepada Tuhan karena Ninive diampuni memberi contoh pada kita yang suka iri hati karena Allah mengampuni orang berdosa dan menyelamatkan mereka. 

Pikiran kita sama dengan Yunus. Ninive yang jahat harus dihukum, bukan malah diampuni. Kita menuduh Allah bertindak tidak adil.

Orang iri hati suka membanding-bandingkan dan menghitung-hitung jasa dan prestasi. Orang iri hati tidak bisa bersyukur atas anugerah Allah. Mata orang iri hati hanya melihat kejelekan dan keburukan orang lain. Tak ada yang positif!

Sikap iri hati sering merusak hubungan personal dan komunal. Kita sering iri dan nyinyir dengan etnis tertentu yang sukses dan kaya. Padahal mereka bisa sukses karena kerja keras, ulet, rajin dan hemat. 

Orang iri hati hanya pinter ngomong dan menghakimi. Mereka tidak bertambah sejahtera, tetapi makin miskin, bodoh, malas dan tertinggal.

Di lingkungan umat sering terjadi hubungan rusak karena provokasi orang iri hati. Santo Yakobus mengingatkan, “Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.”

Orang iri hati ngomongnya nyinyir,
Mulutnya nyerocos baunya anyir.
Kalau ngomong lebih dulu dipikir,
Jangan sampai dianggap wong kenthir.

Wonogiri, iri hatikah engkau?
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Kera dan Kacang di dalam Botol

8/19/2025

0 Comments

 
Puncta 19 Agustus 2025
Selasa Biasa XX
Matius 19:23-30

ORANG Afrika memiliki cara cerdik menangkap kera.  Dia akan menanam botol di dalam tanah. Botol itu berbentuk seperti gitar. Badannya besar, lehernya sempit.  

Di dalam botol ditaruh kacang kesukaan kera.  Botol dipasang dimana kera-kera suka mencari makan.

Mencium ada bau kacang yang merangsang selera, kera itu akan menjulurkan tangannya ke dalam botol. Dia meraih kacang-kacang dan menggenggamnya untuk ditarik keluar.  

Tetapi karena jari-jari mengepal,  menggenggam biji-biji kacang, tangan kera itu tak bisa keluar dari leher botol yang sempit.

Sepanjang hari kera terjebak di situ karena tidak mau melepaskan kacang dari genggamannya. Makin kuat menggenggam, makin sulit dia keluar dari jebakan. Petani tinggal menangkap kera itu dengan mudah.

Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah."

Mengapa orang muda kaya itu sukar masuk ke dalam Kerajaan Sorga? Karena ia terjerat oleh harta kekayaannya yang banyak. Seperti kera yang ngotot memegang kacang di dalam botol, orang muda itu juga ngotot tidak mau melepaskan hartanya demi Kerajaan Sorga. 

Seandainya kera itu mau melepaskan kacangnya, ia akan selamat dan tetap hidup di alam yang bebas. Tetapi karena tak mau melepaskan kacangnya, dia justru terjerat dan ditangkap.

Sama halnya dengan unta dan lubang jarum. Lubang jarum adalah bahasa kiasan dari sebuah pintu sempit yang bentuknya seperti lubang jarum demi keamanan warganya. 

Pada zaman dulu kota-kota sering diserang musuh atau perampok. Demi keamanan, dibuatlah pintu kecil yang hanya bisa dimasuki oleh seorang manusia atau seekor unta saja.

Supaya bisa masuk kota maka beban-beban yang dibawa unta harus diturunkan lebih dahulu. Dia harus melepaskan semua barang-barang bawaanya agar bisa selamat masuk ke dalam kota.

Begitu juga kita agar bisa selamat masuk ke dalam Kerajaan Sorga, harus rela melepaskan harta kekayaan dan dosa-dosa yang jadi beban-beban hidup kita di dunia. 

Maukah kita melepaskan itu demi memperoleh keselamatan dan hidup  kekal?

Naik onta di gurun Sahara,
Jalannya lambat tak berdaya.
Kalau kamu ingin bahagia,
Berbagilah dengan sesama.

Wonogiri, lepaskan beban-bebanmu
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments

Muda Kaya Raya,Tua Foya-Foya, Mati Masuk Sorga. (emang sorga punya emak loe?)

8/17/2025

0 Comments

 
​Puncta 18 Agustus 2025
Senin Biasa XX
Matius 19:16-22


ORANG Jawa bilang, “Urip kuwi kaya cakra manggilingan,” artinya, hidup itu ibarat roda yang terus berputar. Kadang di atas, kadang di bawah.

Inilah yang dialami oleh Sirivat Voravetvuthikun, mantan CEO perusahaan investasi Asia Secutirities di Bangkok. Karena suksesnya dia dijuluki miliarder top dari Thailand.

Ketika krisis global tahun 1997 melanda, banyak sahamnya yang anjlog merugi. Bahkan dia harus menanggung hutang sebanyak 30,4 juta dollar. Kondisi ini membuatnya hancur berantakan. 

Usai kebangkrutannya, Sirivat harus mempertahankan hidupnya. Kini dia jualan roti di pinggir jalan di Bangkok dengan penghasilan yang tidak tetap. 

"Hidup saya berubah total dari gaya hidup kaya raya menjadi gaya hidup biasa saja," katanya dikutip dari VOA. “Kekayaan tidak membawa kebahagiaan yang sempurna,” tambahnya.

Hari ini dalam Injil, ada orang muda yang kaya  datang kepada Yesus. Ia bertanya bagaimana caranya memperoleh hidup yang kekal. Yesus menjawab, ”Turutilah segala perintah Allah?”

Orang muda itu nampaknya hidup dengan serius, juga berkelakuan baik dan saleh. Sebab dia telah menuruti segala perintah Musa. 

Kata orang muda itu kepada-Nya: "Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?" Hebat kan! Cracy Rich, Sultan Top, religius lagi. Kurang apa coba?

Yesus menunjukkan kekurangannya. "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku."

Kekayaan, kesalehan tidak ada gunanya kalau hanya untuk diri sendiri. Itu semua tidak akan membawa kebahagiaan kekal. Berbagi dengan orang miskin tanpa pamrih itulah kebahagiaan sempurna. 

Harta kekayaan itu bersifat sosial juga. Tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi bisa dibagi untuk dinikmati bersama. 

Rasakan pengalaman yang mendalam, kebahagiaan tak terlukiskan ketika anda bisa berbagi dengan orang sederhana tanpa dia bisa membalasnya. Hanya ucapan tulus terimakasih dari mulutnya. Itu adalah kebahagiaan tak terlupakan.

Kemarin ikut tirakatan warga,
Ada tarian gadis berkebaya.
Kaya tidak jaminan bahagia,
Berbagi cinta itulah kuncinya.

Wonogiri, marilah saling berbagi
Rm. A.Joko Purwanto,Pr
0 Comments
<<Previous
Forward>>

    Archives

    December 2034
    August 2025
    July 2025
    June 2025
    May 2025
    April 2025
    March 2025
    February 2025
    January 2025
    December 2024
    November 2024
    October 2024
    September 2024
    August 2024
    February 2024
    February 2022
    January 2022
    December 2021
    November 2021
    October 2021
    July 2021

    Categories

    All
    Hello Romo!
    Katekese
    Puncta
    Rubrik Alkitab

    RSS Feed

Site powered by Weebly. Managed by Rumahweb Indonesia
  • Home
  • Profil Paroki
  • Katekese
  • Pelayanan
  • Berita Paroki