|
Puncta 27 November 2024
Rabu Biasa Lukas 21: 12-19 MENJADI pengikut Kristus sering mengalami diskriminasi di tengah masyarakat yang mayoritas beragama lain. Ini sudah menjadi konsekwensi kita semua. Betapa sering kita mengalami kesulitan untuk beribadah. Ada orang berkumpul untuk berdoa dibubarkan. Belum lagi tentang perijinan membangun gereja atau tempat ibadah yang sering dipersulit. Ada bangunan gereja yang harus menunggu berpuluh-puluh tahun untuk mendapatkan surat IMB. Walaupun kita ini jelas-jelas bukan negara agama, tetapi agama seringkali dipakai untuk menghambat orang lain beribadah. Bahkan untuk berbuat baik pun sering dicurigai sebagai usaha Kristenisasi. Label seperti itu sudah bersifat diskriminatif. Ada banyak orang disingkirkan, dipojokkan dalam pergaulan sosial gara-gara agama yang berbeda. Namun Yesus mengingatkan kepada kita untuk tidak takut terus berbuat baik. Yesus berpesan, ”Kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku. Tetapi tidak sehelaipun dari rambut kepalamu akan hilang. Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu." Yesus memberikan jaminan bahwa Dia akan setia menyertai, membela, dan meneguhkan bagi siapapun yang teguh berjuang memberi kesaksian hidup dan iman akan nama-Nya. Ia sendiri telah mengalami konsekuensi dari kesaksian-Nya tentang cinta Allah Bapa hingga wafat di salib. Karena kesetiaan-Nya melaksanakan kehendak Bapa, Ia dimenangkan dengan bangkit mulia. “Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu,” inilah penegasan akan janji-Nya bagi kita. Tetap teguh bertahan menjadi saksi-Nya inilah panggilan kita. Tidak mudah memang karena banyak tantangan menghadang. Justru disinilah iman kita diuji dan ditantang. Percayalah Yesus tidak akan meninggalkan kita sendirian. Bahkan sehelai dari rambut kepala kita tidak akan hilang. Ini adalah jaminan-Nya bagi kita. Ujian dan kesulitan justru mempertebal keimanan kita. Iman akan diuji dalam kesulitan dan tantangan. Kita berani menghadapi kesulitan? Malam gelap lampunya mati, Hanya diam tak bisa pergi kemana-mana. Tidak mudah menjadi orang Kristiani, Memanggul salib adalah konsekwensinya. Wonogiri, jangan takut, Dia bersama kita Rm. A.Joko Purwanto, Pr
0 Comments
Puncta 26.11.24
Selasa Biasa Lukas 21: 5-11 BILA kita berziarah ke Yerusalem, pasti akan diarahkan mengunjungi Tembok Ratapan atau Tembok Barat. Tembok ini adalah bekas reruntuhan Bait Suci yang dibangun zaman Raja Salomo (957 SM). Bait Suci digunakan untuk menyimpan tabut perjanjian yang berisi 10 Perintah Allah, yang diterima Musa di Gunung Sinai. Tempat ini dianggap sebagai tempat penting dan suci dimana Allah bersemayam dan tinggal di tengah-tengah Bangsa Israel. Ketika Raja Nebukadnezar dari Babilonia menyerang Israel pada tahun 587 SM, Bait Suci dihancurkan dan barang-barang suci dirampas sebagai jarahan. Baru pada tahun 74 SM, Raja Herodes memerintah di Israel, Bait Suci dibangun kembali. Israel memberontak melawan Romawi tahun 66 M. Titus dan bala tentaranya menyerbu Yerusalem dan merobohkan Bait Suci pada tahun 70 M. Sisanya berdiri sampai sekarang yang disebut sebagai Tembok Ratapan. Di sana orang Yahudi berdoa dan meratapi dosa-dosanya. Yesus sudah menubuatkan hancurnya Bait Suci sekitar tahun 30 M. Ketika beberapa orang berbicara tentang Bait Allah dan mengagumi bangunan yang dihiasi dengan batu yang indah-indah dan dengan berbagai-bagai barang persembahan, berkatalah Yesus: "Apa yang kamu lihat di situ? akan datang harinya di mana tidak ada satu batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan." Bait Suci adalah lambang eksistensi Israel. Kalau Bait Suci runtuh, maka Israel sebagai bangsa tidak lagi memiliki identitas. Kehancuran Bait Suci menjadi tanda keruntuhan Israel. Hal ini dianggap sebagai datangnya akhir zaman. Kalau Allah tidak lagi bersemayam di tengah-tengah kita, maka hancurlah bangunan rohani kita. Kita sudah tidak diakui lagi keberadaannya. Kita dianggap sudah tidak ada lagi. Disinilah akhir zaman bagi kita. Lalu apakah yang menjadi identitas kebanggaan kita sebagai murid-murid Kristus? Jika kita tidak memiliki kesatuan dengan Kristus, maka runtuhlah keyakinan kita kepada Tuhan. Itu adalah tanda akhir zaman sudah mendekat pada kita. Pohon beringin ada benalu, Burung gagak bikin sarangnya. Dunia kita ini akan berlalu, Sabda Tuhan abadi selamanya. Wonogiri, SabdaMu ya Tuhan, pegangan hidupku Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 25 November 2024
Senin Biasa Lukas 21:1-4 Di sebuah suku asli Afrika, seorang antropolog Barat menunjukkan sebuah permainan kepada anak-anak Afrika. Dia meletakkan satu keranjang penuh buah di bawah pohon. Dia memberi petunjuk kepada mereka, bahwa anak yang lari pertama kali mencapai pohon, dialah yang berhak mendapatkan sekeranjang buah. Tetapi ketika sang antropolog memberi aba-aba “mulai”, dia terkejut karena anak-anak berjalan bergandengan tangan bersama-sama tanpa berebut saling mengalahkan. Ketika si antropolog bertanya, “Kenapa kalian tidak berlari mendapatkan yang pertama untuk memiliki sekeranjang buah?” Mereka menjawab, “Ubuntu.... bagaimana salah satu dari kita bahagia, sedangkan teman yang lain bersedih?” Ubuntu dalam peradaban mereka berarti “Aku adalah Kita.” Suku ini memahami rahasia kebahagiaan sesungguhnya adalah ketika kita mau berbagi dan berbelarasa. Rahasia ini telah hilang di tengah masyarakat modern yang individualistis dan sangat egosentris. Orang Barat yang katanya beradab, maju dan modern justru meninggalkan warisan penjajahan, saling perang rebutan wilayah, kekayaan dan menindas bangsa lain. Tetapi anak-anak suku asli Afrika itu mengajarkan belarasa, saling berbagi, merasa senasib sepenanggungan, bekerja sama dengan rukun tanpa berebutan. Yesus juga sedang menyindir orang-orang dengan memperlihatkan sikap janda miskin yang memberi persembahan dari kekurangannya disandingkan dengan orang-orang kaya yang memberi persembahan dari kelimpahannya. Bagi Yesus bukan soal kuantitasnya, tetapi kualitasnya yang bermakna, kerelaan yang tulus untuk memberi. Yesus menyindir para ahli Taurat yang suka menindas janda-janda dengan kotbah panjang-panjang dan memperlakukan mereka dengan tidak adil. Dia menunjuk apa yang dilakukan janda miskin ini merupakan teladan hidup. Sebaliknya para ahli Taurat itu tidak memberi teladan baik. Orang bisa disebut kaya, jika ia bisa memberi. Janda miskin itu hatinya kaya karena dia rela memberi tanpa pamrih. Ia menyumbangkan seluruh nafkahnya. Kita tidak perlu menunggu kaya dulu, baru memberi. Tetapi berilah selaku kamu bisa memberi. Jalan-jalan bersama ke Kuala Lumpur, Jangan lupa singgah makan nasi kebuli. Orang bahagia jika ia mampu bersyukur, Lebih bahagia lagi jika mampu memberi. Wonogiri, rela berbagi Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 24 November 2024
HR Tuhan Yesus Kristus Raja Semesta Alam Yohanes 18:33b-37 PADA Kamis, 30 April 2015, Sultan HB X mengeluarkan sabda raja yang isinya antara lain mengubah gelar Raja. Pada awal mulanya gelar sultan adalah: “Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping Sedasa Ing Ngayogyakarta Hadiningrat." Gelar baru yang diumumkan dalam sabda raja itu adalah “Ngarso Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya Ning Mataram Senopati ing Ngalaga Langenging Bawono langgeng ing tata Panatagama.” Perubahan ini pasti mempunyai implikasi penting bagi Kraton dan para kerabat. Selain itu pasti juga akan mengubah tata aturan dalam penyebutan di peraturan perundang-undangan negara, karena selain raja, Sultan HB X adalah gubernur yakni pemimpin Daerah Istimewa Yogyakarta. Seorang raja adalah panutan dan teladan hidup bagi seluruh rakyat. Sebagai pemimpin, raja adalah wakil Tuhan yang menguasai alam semesta. Maka gelarnya adalah Hamengku Buwana, yang memangku seluruh alam semesta. Hari ini kita merayakan Tuhan Yesus Kristus Raja Semesta Alam. Gelar raja yang dimaksud bukan seperti apa yang dikatakn oleh Pilatus, sebagai raja duniawi. Yesus adalah raja bukan dari dunia ini. Inilah jawaban Yesus kepada Pilatus, "Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini." Gelar Yesus sebagai raja pasti tidak sama dengan gelar raja-raja Mataram, Majapahit, Sriwijaya, Kerajaan Inggris, Belanda, atau Jepang. Kuasa Yesus bukan dari dunia, tetapi dari Allah. Karena berasal dari Allah, maka misi Yesus adalah mewartakan kebenaran Kerajaan Allah. “Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberi kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku." Mengakui Yesus sebagai Raja berarti mengakui Dia yang membawa kebenaran. Percaya kepada Yesus berarti ikut dipanggil mewartakan kebenaran. Siapkah kita mewartakan nilai-nilai Kebenaran yang dibawa Yesus kepada semua orang? Dari Malioboro jalan ke Kotabaru. Banyak warung makan di stasiun kereta. Yesus Tuhanku agunglah nama-Mu. Engkaulah Raja seluruh alam semesta. Wonogiri, Kristus adalah Rajaku Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 23 November 2024
Sabtu Biasa XXXIII Lukas 20: 27-40 DALAM epic Mahabarata versi India, Drupadi diperistri oleh ke lima Pandawa. Ceritanya, Prabu Drupada memiliki puteri cantik bernama Drupadi. Ia membuat sayembara atau lomba, siapa yang bisa mengangkat busur dan meregangkannya akan diberi hadiah puteri kedhaton. Banyak raja dan ksatria mencoba, tetapi gagal. Giliran Arjuna maju dan berhasil mengangkat busur sakti. Ia pulang membawa Drupadi sebagai hadiahnya. Waktu itu Kunti, ibunya sedang bermeditasi. Arjuna melaporkan kepada ibunya apa yang dibawanya. Kunti tanpa melihat ke Arjuna berkata, “Kamu diajari berbagi dengan saudara-saudaramu. Apa pun yang kamu peroleh harus dibagi untuk keempat saudara.” Betapa kagetnya Arjuna mendengar sabda ibunya. Begitu pun Kunti, karena yang dibawa adalah Drupadi. “Sabda pandhita tan kena wola-wali” sabda orang bijak sekali jadi. Maka akhirnya Drupadi menjadi istri ksatria Pandawa. Pertanyaan orang Saduki bisa dihubungkan dengan kisah ini, “Siapakah di antara orang-orang itu yang menjadi suaminya pada hari kebangkitan? Sebab ketujuhnya telah beristerikan dia." Kaum Saduki, tidak seperti kelompok Farisi dan Esseni yang percaya kepada kebangkitan badan. Mereka menolak adanya kehidupan setelah kematian. Mereka mengambil contoh kehidupan manusia yang kawin dan dikawinkan. Lalu bagaimana hidup setelah kematian tiba? Yesus menjelaskan bahwa di hadapan Allah semua orang hidup. Allah bukan Allah orang mati tetapi Allah orang hidup. Ia menegaskan kembali keyakinan Musa, dimana dikatakan bahwa “Tuhan disebut Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub. Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup." Hidup di hadapan Allah sudah kekal abadi, tidak seperti manusia yang bisa mati. Hidup kekal tidak bisa dipikirkan sama seperti hidup di dunia sekarang ini. Semua orang sudah mengalami kesempurnaan abadi. Tidak lagi membutuhkan hal-hal dunia yang sementara dan fana ini. Bersatu dengan Allah adalah hidup yang sempurna. Hidup dengan Allah tak lagi butuh nasi Apalagi seorang suami tak lagi butuh istri. Hidup dengan Allah adalah kesempurnaan abadi. Itulah Manunggaling Kawula lan Gusti. Jika kita sudah sempurna di surga kenapa kita masih memikirkan hal-hal yang tidak sempurna di dunia? Wonogiri, bahagia yang sempurna.... Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 22 November 2024
PW. St. Sesilia, Perawan dan Martir Lukas 19: 45-48 KALAU kita pergi berziarah, pasti ada pedagang-pedagang berjualan aneka barang. Mulai dari barang-barang rohani sampai baju, daster dan jajanan kuliner aneka rupa. Tempat ziarah itu tidak ada bedanya dengan pasar tradisional. Orang yang seharusnya pergi ke situ untuk berdoa tetapi mata kita lebih tertarik untuk berbelanja dan memuaskan selera konsumeristis kita. Doa tidak lagi menjadi tujuan utama. Bertemu dengan Tuhan bisa diselewengkan oleh barang-barang yang dijajakan di tempat-tempat kudus seperti Gereja dan tempat ziarah. Itulah yang diprihatinkan oleh Yesus ketika Dia berziarah ke Yerusalem. Kota Raja Daud ini adalah tempat suci karena di sana ada Bait Allah, tempat dimana Allah bertahta. Bagi orang Yahudi, pergi ke Yerusalem adalah impian setiap orang. Bagi Yesus, Bait Suci adalah rumah Bapa-Nya. Sebagaimana waktu kecil Yesus “hilang” dan diketemukan di Bait Suci sedang berdiskusi dengan para ahli kitab. Dan Ia berkata kepada Maria, ibu-Nya, "Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?" Pastilah Dia marah ketika melihat rumah Bapa-Nya dijadikan tempat berjualan, bukan tempat berdoa, bertemu dengan Bapa. Halaman Bait Suci dijejali dengan para pedagang dan penukar uang yang cari untung dengan menindas orang lemah. Mengapa para pedagang hewan dan penukar uang ada di situ? Banyak orang ke Yerusalem membawa korban persembahan. Ada lembu, kambing, domba, burung merpati dan lain-lain. Di sana ada juga petugas yang berwenang untuk menilai halal dan tidaknya hewan persembahan. Ada instansi pemberi label halal dan tidak halal. Untuk menjamin halal tidaknya hewan, di sana disediakan hewan-hewan korban. Tentu harus membayar lebih mahal. Demikian juga uang untuk membeli hewan harus uang resmi yang dipakai di Bait Suci. Maka ada bisnis “Money Changer” di Yerusalem. Perdagangan ini pasti ada unsur pemerasan dan pemaksaan. Penyelewengan fungsi Bait Suci inilah yang dikritik oleh Yesus. Rumah Ibadat menjadi tempat perdagangan dan pemerasan. Apakah kita juga merasa santai-santai saja kalau Gereja atau tempat ziarah tidak lagi menjadi tempat doa dan tempat berjumpa dengan Allah? Awalnya mau berdoa di tempat ziarah, Tetapi malah sibuk belanja barang mewah. Gereja bukan lagi rumah doa yang ramah, Jadi hingar bingar seperti pasar tumpah. Wonogiri, kembalikan fungsi rumah ibadah Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 21 November 2024
PW. St. Perawan Maria Dipersembahkan kepada Allah Lukas 19: 41-44 PARIS adalah kota yang indah dan mempesona. Ibarat seorang gadis, ia sangat cantik molek. Para turis tidak akan melewatkan pergi ke Arch de Triomphe atau gerbang kemenangan Napoleon Bonaparte. Ada dua belas jalan yang menuju ke titik Arch de Triomphe. Jalan yang paling terkenal adalah Champs-Élysées. Gerbang ini adalah tiruan dari Gerbang kemenangan Kaisar Titus di Roma. Setelah membumihanguskan Yerusalem, Titus pulang ke Roma pada tahun 71 M, membawa jarahan dari Bait Suci dan disambut gegap gempita oleh rakyatnya. Di atas gerbang yang dibangun tahun 82 M oleh Kaisar Domitianus, adik Titus itu terukir sebuah kalimat berbunyi demikian, “SENATVS POPVLVSQVE·ROMANVS DIVO·TITO·DIVI·VESPASIANI·F(ILIO) VESPASIANO·AVGVSTO” artinya "Senat dan Rakyat Romawi (mempersembahkan kepada) yang kudus Titus, putra Vespasianus Augustus." Bagi orang Romawi, ini adalah gerbang kemenangan. Tetapi bagi rakyat Yahudi di Palestina ini adalah kenangan kehancuran Bait Suci. Gerbang ini adalah saksi bisu atas nubuat Yesus yang dikatakan tigapuluh tahun sebelumnya. Yesus pernah menangisi kota itu. “Wahai Yerusalem, alangkah baiknya andaikan pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu. Sebab akan datang harinya, musuh mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung dan menghimpit engkau dari segala jurusan. Dan mereka akan membinasakan dikau beserta semua pendudukmu. Tembokmu akan dirobohkan dan tiada satu batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain. Sebab engkau tidak mengetahui saat Allah melawat engkau.” Melihat warisan sejarah masa lalu, kita bisa makin percaya akan sabda dan ajaran Yesus. Apa yang dikatakan-Nya sungguh benar, menjadi kenyataan. Kehancuran Yerusalem ditandai oleh tugu peringatan Arco de Tito di Via Sacra Roma. Gapura indah ini masih berdiri kokoh menjadi saksi sejarah sampai sekarang. Kendati seluruh dunia hilang musnah, tetapi iman akan Yesus tetap kokoh selamanya. Dialah sabda kebenaran Allah. Susuri kebun teh di Pagilaran, Tembus perbatasan di Bumiayu. Sabda Tuhan adalah kebenaran, Jadi pelita bagi setiap langkahku. Wonogiri, sabda-Mu adalah kebenaran Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 20 November 2024
Rabu Biasa XXXIII Lukas 19:11-28 PERNAH anak-anak sekolah Katolik di Jakarta mengadakan live in di Cawas. Ada yang diajak “angon bebek” (menggembala itik) di sawah. Mereka belajar menggiring itik-itik untuk mencari makan di sawah. Ada yang heboh, bingung karena baru pertama kali melihat itik. Mereka baru tahu kalau menyuruh itik jalan ke kanan, tongkat diacungkan di sebelah kiri. Kalau ke kiri, berarti acungkan tongkat di kanan. Tidak seperti emak-emak yang naik motor, lampu riting di kanan malah beloknya ke kiri. Jangan menyepelekan tugas kecil dan sederhana. Dari angon bebek, Mgr. Suharyo dipercaya menggembalakan umat yang sangat besar. Dari hal-hal kecil kita bisa dipercaya untuk tugas-tugas yang besar. Semua dimulai dari hal-hal kecil. Dapat dipercaya dalam perkara kecil (angon bebek) maka dipercaya lagi ke perkara yang lebih besar. Kepercayaan (Trust) menjadi kata kunci dari keberhasilan. Ada tiga unsur yang dapat dinilai untuk membangun kepercayaan; Positive relationships, Good judgment/expertise dan consistency. Kepercayaan didasarkan pada bagaimana membangun hubungan yang baik dengan semua pihak. Relasi positif akan memperluas areal positif. Relasi positif memudahkan kita diterima di semua wilayah tugas kita. Unsur kedua dari kepercayaan adalah ahli di bidangnya (expert). Seorang pemimpin harus ahli di bidangnya, menguasai bidang yang diampunya. Setia dalam melakukan hal-hal kecil akan membuat kita menjadi ahli di bidangnya. Unsur terakhir dari kepercayaan adalah konsistensi. Seorang pemimpin itu menjadi teladan. Melakukan apa yang dikatakan. Di dalam konsistensi ada kejujuran dan integritas. Apa yang diucapkan, secara terus menerus dilakukan dalam praktek. Dalam Injil, Yesus memberi perumpamaan tentang hamba yang diberi kepercayaan untuk mengembangkan mina. Setiap orang mendapat satu mina. Ada yang berhasil mengembangkan menjadi sepuluh mina, lima mina. Tetapi ada juga yang tidak berbuat apa-apa. Tuan itu berkata, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hamba yang baik. Engkau telah setia dalam perkara kecil, karena itu terimalah kekuasaan atas sepuluh kota.” Kesetiaan dan kepercayaan dalam hal-hal kecil akan menghasilkan tanggungjawab yang lebih besar. Dari angon bebek menjadi pemimpin jemaat. Mari kita setia dalam perkara-perkara kecil. Mari kita bangun kepercayaan dengan melakukan hal-hal kecil dan sederhana. Tanggungjawab besar sudah menanti di depan mata. Pergi berdagang sampai ke Palangkaraya, Untuk mencari ayam bekisar yang langka. Jika kita setia dalam hal-hal kecil sederhana, akan diberi tanggungjawab yang besar juga. Wonogiri, setia dalam hal kecil Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 19.11.24
Selasa Biasa XXXIII Lukas 19: 1-10 LAGU berjudul “Widuri” yang dinyanyikan Bob Tutupoli melegenda sampai sekarang. Hampir semua orang bisa menyanyikan lagu itu. Saya kagum dengan suara Bob yang merdu lembut dan berkharisma. Saya ingin suatu saat bisa menyanyi bersama sang idola. Suatu kali Bob diundang mengisi acara Rotary di Hotel Garuda Yogya. Saya hadir sebagai anggota Rotary. Bob menyanyikan lagu itu. Dia turun ke panggung berkeliling ke meja-meja. Dia menghampiri saya dan meminta saya meneruskan syairnya. Dengan penuh suka cita saya hanyut dalam suasana, berjumpa dengan sang idola. Seorang pemungut cukai, Zakheus nampaknya ngefans berat sama Yesus. Ia sangat penasaran dengan Yesus. Diam-diam ia mengagumi pribadi itu. Ia berusaha dapat berjumpa dan melihat seperti apakah Yesus itu. Ia punya kekurangan yaitu badannya pendek. Orang banyak merintanginya. Maka dia memanjat pohon ara. Yang penting bisa berjumpa dengan Sang Idola. Gayung bersambut. Ketika Yesus lewat di situ, Ia melihat Zakheus dan berkata, “Zakheus, segeralah turun. Hari ini Aku harus menumpang di rumahmu.” Tanpa pikir panjang, Zakheus “mlorot” turun dari pohon dan menemui Yesus di rumahnya. Terjadilah perubahan hidup dalam diri Zakheus. Perjumpaan dengan Yesus mengubah hidup Zakheus. Yang tadinya dia menjadi pemungut cukai, menariki pajak dari rakyat, bahkan dengan memaksa dan memeras, kini dia membagikan hartanya. “Tuhan separuh dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin, dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.” Ada gerak pertobatan yang dinamis setelah orang berjumpa dengan Yesus. Zakheus yang dulunya pemungut menjadi pembagi, yang dulunya pemeras sekarang menjadi pengasih. Dia dulu amat kaya, sekarang menjadi orang yang murah hati. Atas pertobatan itu, Yesus menegaskan, “Hari ini terjadilah keselamatan atas rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham.” Pertobatan mendatangkan keselamatan. Pengalaman dan peristiwa keselamatan itu bisa terjadi sampai sekarang. Peristiwa Zakheus bisa terjadi pada diri kita juga. Yesus berkata, “Hari ini terjadi keselamatan.” Keselamatan Yesus terjadi sepanjang masa. Hari ini terjadilah keselamatan, jika orang bertobat seperti yang dilakukan Zakheus. Yesus terus mencari dan menyelamatkan orang yang hilang. Hari ini terjadi keselamatan, jangan dilewatkan. Menikmati deru ombak di laut selatan, Sambil melihat nelayan di atas sampan. Tuhan terus mencari dan menyelamatkan, Asal kita mau datang melakukan pertobatan. Wonogiri, marilah berbenah dan berbuah Rm. A. Joko Purwanto,Pr Puncta 18 November 2024
Senin Biasa XXXIII Lukas 18:35-42 KESUKSESAN atau keberhasilan itu tergantung pada seberapa besar dan kuat keyakinan seseorang. Jika orang itu penuh keragu-raguan, hambatan atau rintangan kecil pun akan mengurungkan niatnya. Dia takut menghadapi rintangan. Tetapi kalau orang itu sungguh yakin, hambatan sebesar gunung pun akan diterjangnya, untuk bertekad mencapai puncak prestasi. Keyakinan atau kepercayaan akan sangat berpengaruh pada keberhasilan seseorang. Kita bisa belajar dari kisah orang buta yang mengemis di pinggir jalan. Dia berusaha dengan keras agar dapat bertemu dengan Yesus yang lewat. Kendati orang banyak menegurnya supaya diam, namun dia tetap berseru kepada Yesus. Orang-orang yang berkerumun itu adalah hambatan. Mereka menyuruh supaya diam. Tetapi keyakinannya sangat kuat. Ia tidak mundur dari hambatan. Ia terus berteriak-teriak. Kendati dia tidak bisa melihat, tetapi dia mampu mendengar. Dari pendengarannya, dia percaya bahwa Yesus adalah Juruselamatnya. Dari ungkapannya, menyebut Yesus, Anak Daud, orang buta itu punya pengharapan besar, dia akan disembuhkan. Dia terus menyebut “Yesus, Anak Daud kasihanilah aku!” Inilah doanya yang tidak pernah berhenti. Walau kesulitan menghadang, pengemis buta ini tidak putus asa dan mundur. Dia terus maju dan berusaha dengan keras. Tidak ada orang hidup tanpa kesulitan, hambatan dan rintangan. Justru orang-orang yang mampu keluar dari kesulitan itulah mereka akan menjadi pemenang, berhasil dan sukses. Tidak ada nahkoda hebat yang lahir dari laut yang tenang. Gelombang besar, ombak yang hebat justru melahirkan orang-orang yang kuat dan tangguh dalam hidup. Jangan menjadi anak manja dan suka mengeluh. Kalian tidak akan menjadi pribadi yang tangguh. Mengeluh saja tidak menyelesaikan masalah. Iman yang kuat dan tak kenal putus asa itulah yang diajarkan oleh pengemis buta tadi. Justru itulah Yesus kemudian mengatakan, "Melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan engkau!" Mari terus berjuang dalam kesulitan. Makan pete dicampur rambutan, Bikin lidah kelu dan kesemutan. Hambatan adalah batu ujian, Jangan menyerah dan putus harapan. Wonogiri, percaya dengan teguh Rm. A. Joko Purwanto, Pr |
Archives
December 2034
Categories |
RSS Feed