Puncta 12 Oktober 2025
Minggu Biasa XXVIII Lukas 17:11-19 KALAU musim ujian sekolah atau semesteran, bangku-bangku gereja St. Yohanes Rasul Pringwulung penuh dengan siswa-siswi atau mahasiswa yang mengikuti misa pagi. Yang tidak pernah misa pun, ikut datang pagi-pagi. Gereja ini dikelilingi oleh kost-kost-an, apartemen dan kontrakan mahasiswa yang belajar di Yogyakarta. Mereka meminta ujud doa agar lulus ujian dan berhasil menyelesaikan study dengan lancar. Setelah misa mereka masih mampir lagi di depan Bunda Maria untuk memohon doa restu dan bantuan pertolongannya. Namun sebaliknya kalau musim ujian sudah berlalu, gereja itu lengang dan sepi. Hanya orang-orang tua saja yang mengikuti misa pagi. Bangku-bangku itu kosong. Kemana para pelajar dan mahasiswa yang kemarin khusuk berdoa dan sudah berhasil lulus studynya? Itulah yang terjadi dengan sepuluh orang kusta yang datang berseru kepada Tuhan, "Yesus, Guru, kasihanilah kami!" Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria. Hanya satu yang datang kembali dan bersyukur kepada Tuhan. Sembilan yang lainnya lupa berterimakasih atas pentahirannya. Kita sering berbuat demikian juga. Kalau sudah diberi lupa berterimakasih. Lupa berdoa dan bersyukur kepada Tuhan. Kalau sedang menderita, berbeban berat, kita memohon-mohon dan menjerit pada Tuhan. Tetapi kalau sudah diberi pertolongan lupa mengucap syukur. Belajarlah bersyukur seperti orang Samaria itu Ingat lagunya Elvi Sukaesih, Mendayu-dayu bikin hati perih. Jangan lupa berterima kasih, Pada Tuhan yang Maha Pengasih. Wonogiri, ayo berterimakasih Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments
Puncta 11 Oktober 2025
Sabtu Biasa XXVII Lukas 11:27-28 Pada tahun 1959 Presiden Soekarno menetapkan 22 Desember sebagai Hari Ibu, bertepatan dengan Kongres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta. Mengapa tidak ada Hari Bapak? Karena semua orang dilahirkan dari rahim Ibu dan peran Ibu sangatlah vital dan sentral dalam kehidupan keluarga. Sejak pagi hingga larut malam seorang ibu tak berhenti bekerja. Menyediakan makanan, membersihkan rumah, mencuci pakaian, menjaga anak-anak dan menyediakan kebutuhan seluruh anggota keluarga. Banyak ungkapan berkaitan dengan peran penting seorang Ibu. Surga ada di bawah telapak kaki ibu, misalnya. Atau, di balik kesuksesan seorang pria, ada seorang wanita hebat di belakangnya. Ungkapan ini hendak mengapresiasi peran seorang wanita atau ibu. Wujudnya bisa berupa dukungan nyata, motivasi, atau cinta yang tulus. Maka peran Ibu tidak bisa dikesampingkan. Keberhasilan keluarga yang hakiki adalah hasil kerjasama seorang ayah dan ibu. Bisa jadi seorang ibu banyak berperan di belakang layar. Namun justru peran ini menjadi vital ketika seorang suami atau anak sedang membutuhkan dukungan motivasi atau inspirasi. Di banyak tradisi bahkan meyakini doa Ibulah yang dianggap paling bertuah untuk suksesnya karier seorang suami atau anak. Sebaliknya, celakalah orang yang disumpahi seorang Ibu seperti Malin Kundang, anak durhaka yang tidak mau mengakui ibunya. Syukurilah dan hargailah perjuangan seorang istri atau ibu yang membesarkan kita. Yesus mengungkapkan penghargaan-Nya dengan berkata, "Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya." Tiap pagi kita minum susu dan madu, Agar badan sehat kuat dan tidak bau. Jangan sia-siakan kasih istri dan ibu, Dari merekalah kita dididik untuk maju. Wonogiri, hormati istri dan ibu Rm. A.Joko Purwanto, Pr Puncta 10 Oktober 2025
Jum’at Biasa XXVII Lukas 11:15-26 PEPATAH mengatakan, “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.” Kalau ada satu keluarga yang anggota-anggotanya tidak rukun, pastilah keluarga itu akan gagal. Kalau sebuah tim sepak bola tidak kompak, pastilah mereka akan kalah. Kalau sebuah kelompok atau grup tidak bersatu, pastilah akan tercerai berai dan bubar. Kita bisa belajar dari persahabatan dua musisi terkenal Simon and Garfunkel. Sejak kecil mereka berteman dan menghasilkan lagu-lagu hit seperti The Sound of Silence. Namun persahabatan mereka bubar karena perselisihan pendapat yang tak ada ujungnya. Album terakhir yang menjadi hit adalah “Bridge Over Troubled Water.” Begitu pula hidup bersama akan bubar kalau masing-masing saling tuduh menuduh, curiga dan mau menangnya sendiri. Kesatuan, kerukunan dan kekompakan dibangun atas dasar saling pengertian dan kerjasama. Yesus dituduh oleh kaum Farisi dan ahli Taurat menggunakan kuasa Beelzebul untuk mengusir setan. "Ia mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, penghulu setan." Ada pula yang meminta suatu tanda dari sorga kepada-Nya, untuk mencobai Dia. "Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa, dan setiap rumah tangga yang terpecah-pecah, pasti runtuh,” Yesus membuat perbandingan. Yesus menjawab mereka dengan perumpamaan, ”Jikalau Iblis itu juga terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri, bagaimanakah kerajaannya dapat bertahan? Sebab kamu berkata, bahwa Aku mengusir setan dengan kuasa Beelzebul.” Kalau iblis saling melawan dengan gengnya atau kelompoknya, bagaimana mereka bisa bertahan? Kalau Yesus dituduh menggunakan kuasa penghulu setan, dengan kuasa siapa kelompok mereka mengusir setan? Orang yang tidak suka akan selalu mencari celah untuk menjatuhkan. Iri hati menjadi dasar untuk melawan dan menghancurkan. Kaum Farisi tidak suka dengan “keberhasilan” Yesus. Mereka ingin menjatuhkan dengan memberi kesan Yesus bersekongkol dengan Beelzebul. Zaman purba zaman batu Tak bercelana tak bersepatu Mari kita bersatu padu Hidup rukun saling membantu Wonogiri, jangan suka adu domba Rm. A. Joko Purwanto,Pr Puncta 9 Oktober 2025
Kamis Biasa XXVII Lukas 11: 5-13 RABU, 1 Oktober kemarin diadakan pawai arak-arakan Patung Bunda Maria dari Biara Pasionis di Ketapang menuju ke Gereja Katedral. Ketapang selalu diguyur hujan pada bulan Oktober. Minggu lalu kegiatan anak-anak SMA St. Yohanes yang mengadakan camping di sekolah juga berantakan. Hujan deras turun dan memaksa mereka menginap di kelas yang kosong. Tetapi pawai Pembukaan Bulan Rosario harus berjalan dengan lancar. Para legioner (sebutan anggota Legio Mariae) kemudian berdoa novena dengan ujub kelancaran kegiatan. Hujan tidak boleh membatalkan pawai ini. Doa mereka dikabulkan. Hari itu cuaca sungguh cerah. Umat tumpah ruah di jalan mengikuti pawai. Kebanyakan adalah orang-orang muda yang mengikuti perarakan sambil berdoa rosario sebagai bentuk devosi kepada Bunda Maria. Rama Pamungkas dan Rama Sepo mengiringi mereka berpawai dengan jubah hitam. Bacaan Injil hari ini Yesus menceritakan betapa murah hatinya Allah. Ia akan memberikan apa yang kita doakan. Dengan perumpamaan seorang yang meminta kepada temannya di waktu malam. “Sekalipun ia tidak mau bangun dan memberikannya kepadanya karena orang itu adalah sahabatnya, namun karena sikapnya yang tidak malu itu, ia akan bangun juga dan memberikan kepadanya apa yang diperlukannya.” Yesus menegaskan, ”Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” Allah itu sungguh baik. Ia akan memberikan apa yang baik bagi kita anak-anak-Nya. Marilah kita datang kepada-Nya. Jangan sungkan-sungkan mengetuk pintu-Nya. Kapan pun Dia akan menolong kita. Menarik lembu di sawah Sedang hujan tidak reda Berdoalah kepada Allah Dia sangat mengasihi kita Wonogiri, teruslah berdoa Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 8 Oktober 2025
Rabu Biasa XXVII Lukas 11:1-4 KADANG saya prihatin, ketika minta seseorang untuk memimpin doa dan dijawab, “Jangan saya Rama. Bapak itu saja. Saya gak bisa.” atau “Yang lain saja Rama, pak prodiakon saja.” Di antara prodiakon tak jarang juga saling lempar-lemparan. Padahal kita semua pasti hapal doa Bapa Kami, doa yang diajarkan Tuhan Yesus sendiri. Ketika merasa buntu pada saat memimpin doa, Bapa Kami bisa secara spontan menjadi pilihan kita. Doa itu sudah mencakup banyak hal dan sarat dengan makna. Kita boleh menyebut Allah sebagai Bapa, itu sudah merupakan anugerah besar. Allah bukan pribadi yang jauh, transenden, tetapi juga dekat akrab, imanen. Ia adalah Allah yang bersama kita, Emanuel. Tujuan doa kita adalah pertama-tama memuliakan, menyembah dan mengagungkan nama Tuhan. “Dimuliakanlah Nama-Mu.” Kita juga memohon agar Kerajaan-Nya datang di tengah-tengah kita. Jika Kerajaan Allah hadir, maka akan ada sukacita, damai, tentram, nyaman dan bahagia. Doa itu juga mengajak kita untuk taat dan setia melaksanakan kehendak Allah di surga. “Jadilah kehendak-Mu di atas bumi seperti di dalam surga.” Sering kita memaksakan kehendak kita. Yesus mengajarkan yang pertama-tama adalah kehendak Allah yang terjadi. Seperti ketika Yesus berdoa di Taman Getsemani, “… tetapi bukanlah kehendak-Ku melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” Maukah kita melaksanakan kehendak-Nya lebih dulu daripada kehendak, kemauan atau keinginan kita sendiri? Di sini dibutuhkan sikap rendah hati. Sesudah itu baru kita memikirkan rejeki setiap hari dan mengampuni kesalahan sesama. Ini juga butuh kerendahan hati. Cukup rejeki pada hari ini, dan besok kita boleh berdoa meminta lagi. Tidak perlu kawatir dengan menimbun banyak rejeki. Tuhan sudah tahu kebutuhan kita setiap hari. Pengampunan adalah pembenahan hidup dengan sesama. Kita diajak berani mengampuni orang lain, agar kita juga diampuni Tuhan. Pengampunan itu akan membebaskan kita dari semua yang jahat. Kalau kita kesulitan berdoa, berdoalah doa warisan Yesus ini, doa Bapa Kami. Doa yang singkat, padat dan sarat maknanya. Buaya berjemur di pinggir kali, Mulutnya terbuka dimasuki kelinci. Berdoalah selalu setiap hari, Bapamu akan memberi rejeki. Wonogiri, marilah berdoa Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 7 Oktober 2025
Pw. St. Perawan Maria, Ratu Rosario Lukas 1:26-38 MODERNISASI mengubah relasi antar manusia. Semangat kesetaraan, hak asasi dan emansipasi menyebar dengan cepat. Namun demikian nilai-nilai keutamaan, seperti sopan-santun, saling menghormati, sadar diri atau “empan papan”, masih terus dirawat dan dilestarikan di berbagai belahan dunia. Masyarakat Jepang modern, dengan teguh tetap merawat sikap dan perilaku hormat kepada sesama dan Tuhan. Ojigi yaitu sikap badan membungkuk sebagai tata krama untuk menghormati sesama yang telah tumbuh sejak abad 3, masih menjadi jatidiri bangsa Jepang hingga saat ini. Sikap ini mengekspresikan hormat dan sadar diri sekaligus. Sebagai orang Kristen, kita bisa menyebut Tuhan Yesus sebagai kawan akrab, “Bestie”, sahabat dekat, atau apalah menurut pandangan kita. Tetapi kita tetap harus sadar penuh hormat, bahwa Dia adalah Tuhan yang harus dihormati. Sikap inilah yang ditunjukkan Maria ketika menerima kunjungan Malaikat Gabriel yang mengabarkan kelahiran Sang Emanuel. Kendati Maria bisa berbicara langsung kepada utusan Tuhan, namun dia sadar akan kerendahannya. Ia berkata, "Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." Sikap hormatnya ditunjukkan dalam ketaatan dan ketakwaannya sebagai hamba yang harus menjalankan perintah tuannya. Maria sadar diri sebagai hamba. Sikapnya disertai dengan tindakan nyata dengan melaksanakan kehendak-Nya. Apakah kita juga punya sikap hormat dan taat kepada Tuhan seperti Perawan Maria? Memang kita adalah anak-anak Allah yang dikasihi-Nya, tetapi kita juga harus sadar diri sebagai hamba yang hormat pada kehendak tuannya. Maria-lah teladan orang yang dekat dengan Tuhan, yang tetap rendah hati menjadi hamba dihadapan-Nya. Bunga di taman indah bermekaran Ada yang merah, kuning dan ungu Aku ini hanyalah hamba Tuhan Pakailah menurut kehendak-Mu Wonogiri, hanyalah hamba tak berguna Rm. A.Joko Purwanto, Pr Puncta 6 Oktober 2025
Senin Biasa XXVII Lukas 10:25-37 Di Jerman pernah ada Tembok Berlin yang memisahkan Jerman Barat dan Jerman Timur. Di Peru ada “Wall of Shame,” yang memisahkan perkampungan kaum miskin dengan hunian orang-orang kaya. Tembok ini dibangun sepanjang 10 km dengan ketinggian 3 meter dan di atasnya dipasangi kawat berduri agar orang miskin tidak mencuri atau merampok harta orang-orang kaya. Tembok ini menjadi aib karena memisahkan sesama manusia. Dalam kehidupan kita sering ada tembok-tembok pemisah yang tidak kelihatan. Kita membuat tembok pemisah karena beda suku, agama, ras, status sosial, pendidikan, atau sekedar gaya hidup. Ketika kita tak mau bergaul dengan yang beda agama, beda suku atau kelompok, kita sedang membangun tembok pemisah. Dalam perumpamaan Orang Samaria ini, Yesus menunjuk sebuah tembok pemisah yang tidak tampak tetapi nyata antara ahli Taurat dengan orang kafir. Untuk menjawab pertanyaan Ahli Taurat tentang siapa sesama manusia, Yesus bercerita tentang tindakan seorang imam, Lewi dan Orang Samaria. Mereka berjumpa dengan orang yang dirampok. Imam dan Lewi hanya lewat saja dan tidak menolong. Mereka menganggap orang yang dirampok itu orang asing, orang kafir. Menyentuhnya, kita akan tertular kenajisannya. Ada tembok pemisah atas nama aturan agama. Yang menolong justru Orang Samaria yang dianggap sebagai bangsa kafir karena mereka telah bercampur dengan bangsa-bangsa asing. “Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?" tanya Yesus. Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!" Pesan Yesus jelas, jangan membuat tembok-tembok pemisah dalam kehidupan bersama. Kasihilah dan tolonglah sesamamu tanpa membeda-bedakan agama, warna kulit, suku, status sosial, atau jumlah saldonya. Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri Airnya surut karena tidak ada hujan Mengasihi itu seperti cahaya matahari Dia menerangi tanpa membeda-bedakan Wonogiri, kasihilah sesamamu Rm. A.Joko Purwanto, Pr Puncta 4 Oktober 2025
Pw. St. Fransiskus Asissi Sabtu Imam Lukas 10:17-24 Saya baru selesai menyeduh kopi ketika seorang teman lama menelpun. Dia mengatakan akan datang berkunjung. Kebetulan saya sedang luang sehingga tidak ada alasan untuk menolaknya. Dia juga seorang imam, hanya beda tahun tahbisan dengan saya. Kami mengobrol asyik di teras belakang paroki. Setelah menyeruput kopinya, dia bercerita tentang keluarganya dan perjalanannya sampai menjadi imam. Ia berasal dari desa yang cukup jauh dari kota, sehingga merasa sebagai orang udik. Secara ekonomi keluarganya sederhana, tidak kaya, tapi selalu menolak dikatakan miskin. Orang tuanya buruh tani dan bekerja serabutan, sehingga penghasilannya tidak menentu. Sangat tergantung dari orang yang membutuhkan tenaganya. Berulang kali dia mengatakan sangat bersyukur bisa sekolah di Seminari. Semua karena bantuan dari paroki. Orang tuanya tidak mampu untuk membiayai. Sebelum masuk Seminari dia bekerja sambil sekolah. Pastor paroki bermurah hati mempekerjakan dia di pasturan. Tugasnya seperti kosterlah. Apa saja dikerjakan di luar jam sekolah. Dari menjadi koster itulah keinginannya untuk menjadi imam tumbuh. Dia menceritakan juga bagaimana dia berjuang dengan tekun, hingga akhirnya ditahbiskan menjadi imam. Saya tercekat mendengarkan kisah hidupnya. Tetapi dia meyakinkan saya bahwa kerja keras itu bukan yang utama. “Hanya karena kebaikan dan kasih Tuhan saja, saya bisa menjadi seperti sekarang ini,” dia menegaskan dengan sangat yakin. “Siapakah aku ini sampai dianugerahi kuasa ilahi untuk mempersembahkan Ekaristi, mengubah hosti menjadi Tubuh Kristus dan anggur menjadi Darah Kristus? Aku orang hina yang tidak pantas, tetapi dikasihi Tuhan.” Dia mengakhiri kisahnya, terdiam sebentar dan menyelesaikan tegukan terakhir kopinya. *** Ketujuh puluh murid itu kembali dengan gembira dan berkata: "Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu." Namun Yesus mengingatkan, “Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu. Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga." Semua itu berasal dari Allah. Kalau bukan karena kebaikan Allah, tak mungkinlah kami mampu melakukan tugas perutusan ini. Maka dibutuhkan kerendahan hati dan ketulusan. Kami sadar bahwa kuasa tahbisan itu adalah anugerah dan bukan hasil kehebatan kami. Kuasa itu diserahkan kepada Yesus oleh Bapa dan tak seorang pun dapat memperolehnya kalau tidak diberikan oleh Yesus dan kepada siapa Yesus berkenan menyatakan hal itu. Kuasa itu melulu anugerah. Bukan karena jasa dan kehebatan kita. Menjadi utusan Tuhan adalah berkat. Kita menjalani dengan tulus ikhlas dan sukacita, niscaya berkat Tuhan juga melimpah. Aku menulis pantun jenaka, Dikiranya itu adalah kejadian nyata. Kita adalah hamba tanpa jasa, Mendapat kasih karunia tak terhingga. Wonogiri, syukur atas imamat mulia Rm. A.Joko Purwanto, Pr Puncta 3 Oktober 2025
Jum’at Biasa XXVI Lukas 10:13-16 KITA pasti hapal dengan kisah Malin Kundang. Cerita rakyat ini berasal dari Sumatera Barat. Tepatnya di desa Air Manis yang diapit oleh Pulau Pisang Besar dan Pisang kecil. Sekarang menjadi tempat wisata yang banyak dikunjungi turis. Tokoh utama dalam kisah ini adalah Malin dan ibunya Mande. Ibu Mande memelihara Malin yang dikundang-kundang (digendong kemana-mana) sendirian, karena suaminya pergi merantau tak pernah kembali. Oleh orang kampung, anak ibu Mande dikenal dengan Malin Kundang. Ia tumbuh menjadi pemuda yang gagah. Malin akhirnya juga berlayar untuk merantau. Dia berhasil menjadi saudagar kaya raya. Ia pulang ke kampung halamannya, disambut oleh warga dan ibunya yang miskin tua renta. Namun Malin tidak mau mengakui Mande sebagai ibunya. Karena kaya, ia menjadi angkuh dan sombong. Akibatnya, Mande mengutuk anak yang durhaka itu. Ia minta kepada Tuhan Yang Mahakuasa, agar menghukum anaknya. Malin Kundang dikutuk menjadi batu dan terdampar di pantai bersama puing-puing kapalnya. Yesus mengecam tiga kota yakni Khorazim, Betsaida dan Kapernaum. Kecaman adalah peringatan kepada warga kota itu untuk bertobat. Mereka diminta untuk bertobat karena telah mendapat banyak mukjizat Tuhan. Kebaikan Tuhan harus ditanggapi dengan perubahan hidup, alias bertobat. Tanpa usaha pertobatan atau perubahan ke arah kebaikan, tidak ada artinya belas kasih Tuhan itu. Maka Yesus prihatin dan mengungkapkan kecamannya terhadap penduduk tiga kota itu. "Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida! Karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mujizat-mujizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung.” Kita pun juga diajak bertobat, memperbaharui diri karena Allah begitu baik kepada kita. Tanpa pembaharuan hidup kita tidak menghasilkan buah-buah iman. Janganlah kita menjadi anak durhaka seperti Malin Kundang. Mari kita bertobat. Malin Kundang naik pesawat, Menuju ke Padang, Sumatra Barat. Mari kita semua bertobat, Perbaharui diri agar kita selamat. Wonogiri, tak ada kata terlambat. Rm. A.Joko Purwanto,Pr Puncta 2 Oktober 2025
Pw. Para Malaikat Pelindung Lukas 10: 1-12 DALAM Katekismus Gereja Katolik No. 336 disebutkan, “sejak masa kanak-kanak sampai pada kematiannya, malaikat-malaikat mengelilingi kehidupan manusia dengan perlindungan dan doa mereka. “Setiap malaikat mendampingi setiap orang beriman sebagai pelindung dan gembala, supaya menghantarnya pada kehidupan.” (Basilius, Eun.3,1) Perlindungan dan penyertaan malaikat itu dihayati oleh banyak umat dalam syair lagu yang memberi rasa aman tentram dan sejuk di hati. “Kula tansah dipun jagi malaekat. Juru pamong ingkang setya yekti. Rinten dalu tansah nyuwun keng rahmat. Kang supados gesang amba murni.” Ini semacam lagu nina bobo yang menghantar kita anak-anak dalam ketenangan jiwa karena selalu dijaga oleh malaikat pembimbing. Setiap saat selalu memohon rahmat agar supaya hidup kita suci murni. Para malaikat adalah makhluk rohani yang memuliakan Allah tanpa henti-hentinya dan melayani rencana keselamatan-Nya untuk makhluk lain. Santo Tomas Aquinas berkata, “dalam segala pekerjaan baik, para malaikat bekerjasama dengan kita.” Seperti para malaikat melayani Tuhan dengan melaksanakan firman-Nya, demikian kita para murid juga diutus mewartakan Kabar Baik kepada semua orang. Kita diutus pergi berdua-dua untuk membawa damai sejahtera kepada semua orang. Dalam segala pekerjaan baik, Tuhan mendampingi kita dengan mengutus malaikat-Nya agar kebaikan Allah dialami oleh banyak orang. Memang tugas perutusan ini tidak mudah. Kita diutus seperti domba masuk ke tengah-tengah serigala. Tetapi kita tidak perlu takut dan gelisah, Tuhan selalu menyertai kita dengan mengutus malaikat-Nya mendampingi pekerjaan-pekerjaan kita. “Kula tansah dipun jagi malaikat.” Kita selalu dijaga oleh malaikat pelindung. Mari kita hidup suci murni di hadapan Tuhan. Bersepeda pada waktu malam, Melihat bintang di langit bertebaran. Hidupku damai dan tentram, Malaikat jadi teman seperjalanan. Wonogiri, ada malaikat kecil Rm. A.Joko Purwanto, Pr |
Archives
December 2034
Categories |