Puncta 19 Agustus 2025
Selasa Biasa XX Matius 19:23-30 ORANG Afrika memiliki cara cerdik menangkap kera. Dia akan menanam botol di dalam tanah. Botol itu berbentuk seperti gitar. Badannya besar, lehernya sempit. Di dalam botol ditaruh kacang kesukaan kera. Botol dipasang dimana kera-kera suka mencari makan. Mencium ada bau kacang yang merangsang selera, kera itu akan menjulurkan tangannya ke dalam botol. Dia meraih kacang-kacang dan menggenggamnya untuk ditarik keluar. Tetapi karena jari-jari mengepal, menggenggam biji-biji kacang, tangan kera itu tak bisa keluar dari leher botol yang sempit. Sepanjang hari kera terjebak di situ karena tidak mau melepaskan kacang dari genggamannya. Makin kuat menggenggam, makin sulit dia keluar dari jebakan. Petani tinggal menangkap kera itu dengan mudah. Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." Mengapa orang muda kaya itu sukar masuk ke dalam Kerajaan Sorga? Karena ia terjerat oleh harta kekayaannya yang banyak. Seperti kera yang ngotot memegang kacang di dalam botol, orang muda itu juga ngotot tidak mau melepaskan hartanya demi Kerajaan Sorga. Seandainya kera itu mau melepaskan kacangnya, ia akan selamat dan tetap hidup di alam yang bebas. Tetapi karena tak mau melepaskan kacangnya, dia justru terjerat dan ditangkap. Sama halnya dengan unta dan lubang jarum. Lubang jarum adalah bahasa kiasan dari sebuah pintu sempit yang bentuknya seperti lubang jarum demi keamanan warganya. Pada zaman dulu kota-kota sering diserang musuh atau perampok. Demi keamanan, dibuatlah pintu kecil yang hanya bisa dimasuki oleh seorang manusia atau seekor unta saja. Supaya bisa masuk kota maka beban-beban yang dibawa unta harus diturunkan lebih dahulu. Dia harus melepaskan semua barang-barang bawaanya agar bisa selamat masuk ke dalam kota. Begitu juga kita agar bisa selamat masuk ke dalam Kerajaan Sorga, harus rela melepaskan harta kekayaan dan dosa-dosa yang jadi beban-beban hidup kita di dunia. Maukah kita melepaskan itu demi memperoleh keselamatan dan hidup kekal? Naik onta di gurun Sahara, Jalannya lambat tak berdaya. Kalau kamu ingin bahagia, Berbagilah dengan sesama. Wonogiri, lepaskan beban-bebanmu Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments
Puncta 18 Agustus 2025
Senin Biasa XX Matius 19:16-22 ORANG Jawa bilang, “Urip kuwi kaya cakra manggilingan,” artinya, hidup itu ibarat roda yang terus berputar. Kadang di atas, kadang di bawah. Inilah yang dialami oleh Sirivat Voravetvuthikun, mantan CEO perusahaan investasi Asia Secutirities di Bangkok. Karena suksesnya dia dijuluki miliarder top dari Thailand. Ketika krisis global tahun 1997 melanda, banyak sahamnya yang anjlog merugi. Bahkan dia harus menanggung hutang sebanyak 30,4 juta dollar. Kondisi ini membuatnya hancur berantakan. Usai kebangkrutannya, Sirivat harus mempertahankan hidupnya. Kini dia jualan roti di pinggir jalan di Bangkok dengan penghasilan yang tidak tetap. "Hidup saya berubah total dari gaya hidup kaya raya menjadi gaya hidup biasa saja," katanya dikutip dari VOA. “Kekayaan tidak membawa kebahagiaan yang sempurna,” tambahnya. Hari ini dalam Injil, ada orang muda yang kaya datang kepada Yesus. Ia bertanya bagaimana caranya memperoleh hidup yang kekal. Yesus menjawab, ”Turutilah segala perintah Allah?” Orang muda itu nampaknya hidup dengan serius, juga berkelakuan baik dan saleh. Sebab dia telah menuruti segala perintah Musa. Kata orang muda itu kepada-Nya: "Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?" Hebat kan! Cracy Rich, Sultan Top, religius lagi. Kurang apa coba? Yesus menunjukkan kekurangannya. "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." Kekayaan, kesalehan tidak ada gunanya kalau hanya untuk diri sendiri. Itu semua tidak akan membawa kebahagiaan kekal. Berbagi dengan orang miskin tanpa pamrih itulah kebahagiaan sempurna. Harta kekayaan itu bersifat sosial juga. Tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi bisa dibagi untuk dinikmati bersama. Rasakan pengalaman yang mendalam, kebahagiaan tak terlukiskan ketika anda bisa berbagi dengan orang sederhana tanpa dia bisa membalasnya. Hanya ucapan tulus terimakasih dari mulutnya. Itu adalah kebahagiaan tak terlupakan. Kemarin ikut tirakatan warga, Ada tarian gadis berkebaya. Kaya tidak jaminan bahagia, Berbagi cinta itulah kuncinya. Wonogiri, marilah saling berbagi Rm. A.Joko Purwanto,Pr Puncta 17 Agustus 2025
HR. Kemerdekaan Indoneia Matius 22: 15-21 RABU, 13 Agustus 2025 terjadi demo besar-besaran di alun-alun kota Pati dan memuncak di kantor Bupati Pati, Sudewa. Demo ini awalnya dipicu oleh keputusan Bupati menaikkan pajak PBB sampai 250% yang ditolak warga. Menanggapi rencana demo, Bupati malah menantang warga. “Jangankan Cuma 5.000 orang, 50.000 orang yang datang akan saya hadapi.” Katanya di depan wartawan. Pernyataan ini makin membuat masyarakat gemas. Warga dari mana-mana mulai mengumpulkan berbagai barang untuk mendukung demo. Ada yang menyumbang bertumpuk-tumpuk air mineral, makanan, bahkan beberapa warga membawa pisang hasil kebun mereka. Akhirnya hari Rabu tiba. Puluhan ribu orang bukan cuma limaribu berkumpul di Pati. Mereka tidak hanya memprotes kebijakan kenaikan pajak, tetapi meminta Bupati mundur karena arogan dan tidak peka terhadap suara bawah. Pada hari raya kemerdekaan ini kita bisa bercermin dari peristiwa demo di Pati. Peristiwa itu adalah sinyal bagi para penguasa agar tidak arogan, dan membuat kebijakan yang sewenang-wenang serta membebani rakyat kecil. Para penguasa tidak sadar bahwa amanat kedaulatan adalah milik rakyat. Mereka dipilih untuk melayani dan menyejahterakan rakyat, bukan menindas dan mencekik rakyat demi memperkaya diri sendiri. Mereka hanya diberi mandat yang harus dipergunakan dengan baik dan bertanggungjawab demi kesejahteraan umum. Kalau rakyat tidak percaya kepada pemimpinnya, mereka bisa mencabut melalui jalan konstitusional atau revolusi lewat demo-demo di jalanan. Kekuasaan itu hanyalah pinjaman dari rakyat, bukan milik pribadi. Kekuasaan dipinjamkan selama batas waktu tertentu menggunakan mekanisme pemilu. Kata-kata Yesus harus menyadarkan kita. “Apa yang menjadi hak kaisar berikanlah kepada kaisar. Apa yang menjadi hak Allah berikanlah kepada Allah.” Para penguasa harus sadar bahwa kekuasaan berada di dalam kedaulatan rakyat. Penguasa harus mengutamakan kepentingan rakyat. Apa yang menjadi hak rakyat sebagai pemilik kedauluatan berikanlah kepada rakyat. Apa yang menjadi hak Tuhan berikanlah kepada Tuhan. Tidak perlu rakyat turun ke jalan untuk menuntut haknya. Kalau para pemimpin sadar harus memberi apa yang menjadi hak mereka, tidak akan terjadi demo besar-besaran pengerahan massa. Mari kita menyadari bahwa rakyatlah yang memiliki kedaulatan sebagaimana bunyi sila dalam Pancasila kita. Mari kita jalankan tugas kewajiban kita sebaik-baiknya. Di negeri Konoha rakyat tak berdaya, Tertindas oleh penguasa yang kaya raya. Delapan puluh tahun kita telah merdeka, Tetapi pembangunan belum bisa merata. Wonogiri, merdeka, merdeka, merdeka Rm. A.Joko Purwanto, Pr Puncta 16 Agustus 2025
Sabtu Biasa XIX Matius 19: 13-15 LAGU “Selamat Datang” dengan iringan kulintang yang meriah menyambut kami di Novisiat CB Gejayan. Kami mengantar anak-anak remaja putri Paroki Wonogiri mengadakan Live in Panggilan. Kami mengubah metode aksi panggilan dengan mengajak anak-anak datang langsung ke biara. Biar mereka mengenal langsung kehidupan para suster. Kalau hanya disuruh mendengarkan sharing-sharing para suster, anak-anak zaman sekarang tidak terlalu antusias. Tetapi dengan datang dan mengenal langsung ada pengalaman yang menarik bagi mereka. Datang dan melihat langsung itulah yang kami tawarkan pada anak-anak muda. Sebagaimana Yesus juga mengundang agar anak-anak datang kepada-Nya, demikian pun kita diajak memberi kesempatan agar mereka bisa datang dan mengenal Yesus secara langsung. Yesus berkata: "Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga." Dalam pembinaan iman pun saya kira para orangtua harus mengajak anak-anak untuk datang kepada Tuhan. Kadang saya melihat orangtua tidak menghiraukan anak-anaknya untuk datang pada Tuhan. Misalnya, orangtua sering datang ke gereja tidak mengajak anak-anaknya. Dalam pertemuan lingkungan, doa-doa keluarga, anak-anak seringkali tidak dilibatkan. Ini membuat anak-anak merasa asing dengan Gereja dan kehidupan rohani. Tindakan seperti ini sama halnya dengan para murid yang menghalangi anak-anak datang kepada Yesus. Orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka dan mendoakan mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu. Yesus telah membuka tangan-Nya bagi anak-anak, marilah kita memberi kesempatan bagi anak-anak untuk datang kepada-Nya. Jangan menghalangi atau menutup pintu bagi anak-anak untuk dekat pada Yesus. Belajarlah dari warga masyarakat Pati, Bersuara melawan arogansi penguasa. Anak-anak kecil polos dan murni hati, Merekalah yang empunya Kerajaan Surga. Wonogiri, biarkan anak-anak datang Rm. A.Joko Purwanto, Pr Puncta 15 Agustus 2025
Jum’at Biasa XIX Matius 19:3-12 BEBERAPA pasangan datang berkonsultasi tentang hidup perkawinan. Ada yag baru menikah 4 tahun sudah merasa tidak cocok dan minta cerai. Seolah-olah janji perkawinan itu hanya masalah “like or dislike.” Kalau merasa tidak senang terus dilepaskan atau ditinggalkan. Perkawinan bukan masalah like or dislike, tetapi soal menjalankan komitmen dengan setia. Dalam menjalankan komitmen itu dibutuhkan pengorbanan. Kisah dalam Injil hari ini mengisahkan bagaimana orang-orang bertanya apakah boleh orang menceraikan istrinya dengan alasan apa saja. Seolah masalah-masalah kecil saja bisa dijadikan alasan untuk bercerai. Masalah apa saja bisa menjadi alasan untuk berpisah dengan pasangan. Orang hanya ingin mencari keuntungannya sendiri, sehingga berbagai alasan dipakai untuk membenarkan dirinya. Arus zaman ini membawa kecenderungan orang memandang sesuatu berdasar senang atau tidak senang. Ukuran sebuah komitmen bukan masalah senang atau tidak senang, tetapi tanggungjawab dan kesediaan untuk berkorban. Perkawinan adalah sebuah panggilan untuk memperjuangkan komitmen. Oleh karena itu Yesus mengingatkan kembali akan panggilan hidup perkawinan. Mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Maka apa yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia. Perkawinan atau status hidup lain, misalnya imamat adalah sebuah panggilan komitmen. Komitmen itu tidak langsung sekali jadi. Ia akan melalui proses jatuh bangun yang panjang. Disinilah wujud perjuangannya. Kesetiaan diuji dari sikap legawa menghadapi cobaan-cobaan. Kita semua diingatkan apa pun panggilan kita, entah sebagai keluarga atau hidup sebagai biarawan-biarawati, kesetiaan akan panggilan menjadi perjuangan yang terus menerus tiada henti. Kita sudah memilih sebuah panggilan, berjuang tetap pada komitmen awal adalah wujud dari kesetiaan kita. Jalan-jalan sore membeli gorengan, Lupa dompet terpaksa cari utangan. Hidup itu adalah sebuah panggilan, Terus berjuang mewujudkan kesetiaan. Wonogiri, setia dalam panggilan Rm.A.Joko Purwanto, Pr Puncta 14 Agustus 2025
Pw. St. Maximilianus Maria Kolbe, imam dan martir Matius 18: 21-19:1 Nelson Mandela pernah menjadi tahanan politik zaman pemerintahan Apartheid Afrika Selatan. Saat berada dalam penjara, Nelson Mandela pernah digantung terbalik sambil dikencingi oleh salah satu sipir penjara. Mandela hanya menyimpan perkara ini di dalam hatinya. Ketika Mandela bebas dan terpilih menjadi Presiden Afrika Selatan, ia menyuruh ajudannya untuk mencari sipir penjara yang menyiksanya tersebut dan membawanya kepadanya. Sipir tersebut sangat ketakutan. Ia berpikir bahwa Mandela akan membalas dendam dan menghukum balik dirinya. Namun apa yang terjadi? Mandela justru memeluk sipir tersebut sambil berkata, “Hal pertama yang kulakukan ketika menjadi Presiden adalah memaafkanmu.” Salah satu ciri orang yang berada dalam jalur Allah adalah kesediaannya untuk mengampuni. Mengampuni bukan tindakan kalah atau hina, justru mengampuni adalah tindakan paling luhur dan berbudi. Ketika Petrus bertanya, "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” Sebagaimana Allah selalu mengampuni kita, maka kita pun diajak untuk terus menerus mengampuni sesama kita. Tidak ada batasnya pengampunan Allah seperti matahari yang selalu muncul di pagi hari. Demikianlah Yesus mengajarkan kepada kita semangat pengampunan yang terus menerus. Mengampuni orang yang telah menyakiti hati kita memang bukan perkara mudah, apa lagi jika luka yang ditimbulkan begitu dalam dan terasa perih. Namun menyimpan dendam ibaratnya memendam bara api panas yang justru malah menghancurkan diri sendiri. Jika berani mengampuni, kita juga disembuhkan dari luka-luka batin yang membebani. Mari kita tetap mengampuni, karena itulah ciri orang yang berbudi pekerti. Pagi-pagi sudah lari terbirit-birit, Nahan sakit sampai lidah terjepit. Pengampunan ibarat obat pahit, Tetapi bisa menyembuhkan penyakit. Wonogiri, belajar mengampuni Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 13 Agustus 2025
Rabu Biasa XIX Matius 18: 15-20 ADA kecenderungan orang senang membicarakan keburukan orang lain. Dimana ada dua atau tiga orang berkumpul, maka tersebarlah gosip membicarakan kejelekan orang. Apalagi dengan adanya medsos, seolah panggung gosip makin terbuka lebar. Orang merasa hebat kalau sudah mengunggah di medsos. Medsos menjadi panggung untuk menghakimi orang lain. Medsos menjadi cara menyebarkan berita-berita bohong, fitnah, kebencian dan hoax. Akibatnya orang mudah tersulut dan terpecah belah saling menjatuhkan. Seringkali kita hanya mendengar secuil berita dari orang lain. Katanya ibu itu! Katanya Bu RT atau katanya Romo! Kita dengan mudah memberi bumbu-bumbu pelengkap untuk bergulirnya sebuah gosip. Gosip itu lalu menggelinding bak bola salju. Semakin berjalan makin lama jadi besar. Lalu seperti bom waktu dia akan meledak menghancurkan, entah itu pribadi, kelompok atau institusi. Semua hanya bermula dari katanya….! Katanya….! Yesus memberi nasehat yang sangat jelas untuk menyelesaikan suatu masalah. Setiap kejelekan atau keburukan yang dilakukan oleh sesama, tidak boleh dijadikan bahan gosip untuk dikisahkan kepada orang lain. Sebaliknya, yang perlu dilakukan adalah menegur secara empat mata. Dialog dari hati ke hati! Sayangnya, kita sering takut untuk memberi teguran. Kita sering hadir sebagai hakim yang memberikan penilaian dan vonis atas keburukan orang lain, daripada sebagai sahabat yang datang menawarkan nasihat dan teguran. Teguran itu bukan tanda kebencian, teguran justru tanda kasih agar orang kembali ke jalan yang benar. Teguran justru tanda kepedulian demi kebaikan sesama kita. Sering rasa sungkan, tidak enak dan takut menghalangi niat untuk menegur. Banyak Romo/biarawan/biarawati yang mengalami kesulitan karena menjadi korban gosip liar tanpa kroscek kebenarannya. Seperti kapas putih yang berserakan dibawa angin menyebar kemana-mana, dan tak bisa dikumpulkan kembali, demikian pun gosip yang sudah menyebar tak bisa ditarik kembali. Korban hanya merenungi nasib dan berjuang sendiri. Tak ada kesempatan untuk membela diri. Lebih baik ajak bicara empat mata dari hati ke hati, pasti tidak akan menyakiti dan tidak menjadi perbincangan liar tanpa henti. Mari saling belajar rendah hati. Belum piknik ke Raja Ampat, Sudah rusak karena tambang bauksit. Penyebar gosip itu seperti lalat, Terbang sana-sini membawa penyakit. Wonogiri, kroscek dulu sebelum menggosip Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 12 Agustus 2025
Selasa Biasa XIX Matius 18:1-5.10.12-14 KETIKA nonton film animasi anak-anak, kita bisa ikut larut dalam cerita dan terharu dengan petualangan-petualangan hidup mereka. Film-Film seperti Finding Nemo, Jumbo, Encanto atau Toy Story tidak hanya untuk anak-anak, tetapi orang dewasa pun bisa belajar dari ketulusan dan kepolosan anak-anak. Kisah Jumbo atau Nemo mengajarkan tentang keberanian, cinta orangtua, ketulusan, menghilangkan rasa takut dan berani menghadapi berbagai tantangan. Dunia anak-anak adalah dunia penuh sukacita, tanpa beban, berani mempercayakan diri tanpa prasangka dan praduga. Dunia anak bukan cuma masa lalu yang harus ditinggalkan, tetapi masa kanak-kanak adalah masa kebahagiaan yang sempurna. Kembali ke masa kanak-kanak bukan berarti kita menjadi kekanak-kanakan, tetapi belajar hidup tanpa beban, damai dan penuh sukacita. Itulah sebabnya ketika Yesus ditanya oleh para murid-Nya, "Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?" Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka. Lalu Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga.” Sifat anak-anak yang polos, bersih, suci, tanpa prasangka dan berani percaya penuh pada orangtuanya adalah sifat-sifat yang menuntun kita ke surga. Seperti anak kecil yang merasa tenang dan damai di pelukan orangtua, demikianlah kita menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Marilah kita belajar seperti anak-anak yang tidak takut karena berada dekat dalam buaian orangtua. Kita semua juga berada dalam rengkuhan kasih Allah. Pengalaman dikasihi seperti anak-anak itulah yang membahagiakan kita. Kalau ke Jogja makanlah bakpia, Jangan hanya makan gudeg saja. Anak kecil suci murni hatinya, Merekalah yang empunya Surga. Wonogiri, merendahkan diri seperti anak kecil Rm. A. Joko Purwanto,Pr Puncta 11 Agustus 2025
Pw. St. Klara, Perawan Matius 17: 22-27 Masyarakat Kabupaten Pati sedang bergolak. Mereka merencanakan demo besar-besaran untuk menuntut peraturan Bupati yang menaikkan pajak hingga 250%. Hal inilah yang memicu masyarakat resah dan protes. Kenaikan pajak yang sangat tinggi itu jelas membuat rakyat menjerit. Apalagi situasi sekarang sangat sulit. Bupati sudah membatalkan kenaikan pajak. Tetapi rakyat sudah terlanjur tidak percaya. Mereka bahkan menuntut Bupati untuk mundur dari jabatannya. Petrus ditanya oleh petugas pajak Bait Allah, "Apakah gurumu tidak membayar bea dua dirham itu?" Jawabnya: "Memang membayar." Yesus mempersoalkan pajak itu dan berbicara kepada Petrus. Siapa yang wajib membayar pajak kepada penguasa. Yang harus membayar pajak adalah orang asing. Rakyat tidak karena mereka yang empunya mandat kekuasaan. Tetapi supaya tidak menjadi batu sandungan, Yesus menyuruh Petrus untuk membayar pajak Bait Suci. Yesus mau mengajarkan kepada para murid-Nya untuk taat pada peraturan atau hukum. Semestinya Yesus tidak perlu membayar pajak, karena Bait Allah adalah “rumah Bapa-Ku.” Ia adalah pemilik Bait Allah. Tetapi Yesus menunjukkan ketaatan-Nya kepada kehendak Allah. Sebagai manusia Yesus juga menunjukkan ketaatan-Nya pada hukum manusia antara lain membayar pajak. Hal ini dilakukan sebagai teladan agar kita tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain. Dengan teladan Yesus itu, marilah kita juga menjadi pribadi-pribadi yang taat baik kepada Allah penguasa kehidupan, maupun juga kepada pemerintah dengan aturan-aturan yang ada. Jangan sampai kita justru menjadi batu sandungan bagi orang lain. Rakyat gelar demo besar-besaran, Menuntut pimpinan turun jabatan. Jalani hidup dengan keteladanan, Jangan malah jadi batu sandungan. Wonogiri, jangan jadi batu sandungan Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 10 Agustus 2025
HR. St. Maria Diangkat Ke Surga Lukas 1:39-56 KALAU kita berziarah ke Basilika St. Petrus di Vatikan, dari pintu masuk kita diarahkan menuju kapel pertama sebelah kanan, di sana kita akan menemukan patung Pieta karya Michelangelo yang sangat monumental. Patung itu menggambarkan Maria yang memangku jenasah Yesus yang diturunkan dari salib. Pieta berbicara sangat banyak tentang iman dan perjuangan Maria sebagai ibu Tuhan. Karena keteguhan imannya sampai di bawah kaki salib Yesus itu, Gereja meyakini Maria mengalami kemuliaan diangkat jiwa raganya ke dalam surga. Itulah iman yang kita rayakan pada hari ini. Perayaan Maria Diangkat ke Surga jatuh pada tanggal 15 Agustus. Tetapi supaya banyak orang bisa ikut merayakannya, maka dimajukan ke hari Minggu. Kalau di negara Katolik biasanya tanggal 15 Agustus adalah hari libur. Maria yang naik ke surga menjadi teladan hidup bagi kita umat Katolik. Selain kita memuji Maria, kita juga mengagumi perjuangan dan kegigihannya. Ia disebut Maria Gaudiosa (Maria yang bergembira) tetapi dia juga mengalami derita (Maria Dolorosa) Maria disebut Virgo (Perawan) yang suci, tetapi Maria juga Bunda (Mater) yang berjuang bagi anak-Nya. Sebagaimana Maria menjadi tumpuan Yesus di pangkuannya, kita pun juga bisa mendamba berada di pangkuan Maria. Tetapi lebih dari itu, kita bisa meneladan semangat hidup Maria. Kita pun juga bisa diangkat ke surga, jika kita dengan sungguh-sungguh percaya dan menjalankan sabda Tuhan seperti Maria. Maria bisa menjadi teladan iman, bintang penunjuk, “Stella Maris” atau mercu suar yang mengarahkan peziarahan kita pulang kembali ke rumah Bapa. Dengan mengikuti bintang penunjuk “Stella Maris” yaitu Maria, kita akan sampai pada asal tujuan hidup yakni Kerajaan Surga. Kendati dalam mengarungi samudera kehidupan, kita sering menghadapi badai, taufan, gelombang yang menerjang, tetapi iman yang teguh seperti Maria tidak membuat kita putus asa, mundur, lelah dan terombang-ambing. Maria menjadi teladan untuk terus maju sampai ke tujuan akhir yakni kemuliaan Tuhan. Seperti lagu tentang Maria yang sungguh indah menggambarkan perjuangan iman kita menghadapi terjangan ombak badai, mari kita lantunkan dengan khidmat; O kawula menika palwa upaminya. Alit tur tan prakosa ngambah ing samudra. Dipun tempuh prahara lan aluning samudra. Dhuh Dewi Mariyah pangayoman amba. (Aku ini hanyalah biduk kecil dan lemah yang sedang berlayar di tengah samudra. Dihadang prahara dan ombak di tengah samudra. Duh Dewi Maria, engkaulah pelindungku yang aman) Bulan Agustus banyak lomba-lomba, Bapak-bapak main volley pakai kebaya. Tetap teguh bersama Bunda Maria, Mengarungi badai dan ombak samudera. Wonogiri, doakanlah kami ya Maria Rm. A.Joko Purwanto, Pr |
Archives
December 2034
Categories |