Puncta 13 November 2024
Rabu Biasa XXXII Lukas 17: 11-19 ORANG Jepang kendati negara mereka sangat maju dan modern, tetapi tidak meninggalkan tradisi-tradisi nenek moyang yang luhur. Salah satu nilai tradisi yang terus dijaga adalah hormat dan berlaku sopan terhadap orang lain. Sejak anak usia dini mereka sudah diajarkan sikap hormat dan berterimakasih pada orang lain. Mereka selalu membungkukkan badan sambil menganggukan kepala kepada orang lain sebagai tanda hormat dan terimakasih. Tradisi ini disebut Ojigi. Ojigi adalah tanda kesopanan, berterimakasih, dan meminta maaf. Ojigi menjadi tradisi yang selalu dan terus menerus diajarkan mulai dari anak-anak, kaum dewasa bahkan orangtua juga melakukan. Ojigi mengajarkan kita untuk berlaku hormat, sopan dan berterimakasih kepada orang dan lingkungan sekitarnya. Ada sepuluh orang kusta yang disembuhkan oleh Yesus. Mereka diminta memperlihatkan diri kepada imam, sebab imamlah yang berhak mengumumkan bahwa mereka telah tahir. Hal ini berhubungan dengan aturan Taurat tentang najis dan tidaknya seseorang. Dari sepuluh orang itu, hanya satu, bahkan dia adalah orang Samaria, yang kembali mengucapkan terimakasih kepada Yesus. Yang Sembilan lainnya tidak kembali. Yesus tidak mengharapkan ucapan terimakasih atau balasan apa pun. Tetapi kita harusnya tahu diri karena sudah ditolong dan disembuhkan. Ada dua hal yang dapat kita pelajari dari kutipan Injil ini. Pertama, kita mudah lupa untuk berterimakasih kalau sedang mengalami sukacita. Saking gembiranya sampai lupa berterimakasih kepada Tuhan. Kedua, kita sering salah duga. Kita sering menilai orang lain jelek, kotor, kafir dan merasa diri paling benar. Kita mudah menganggap orang lain rendah atau hina. Tetapi justru mereka menunjukkan sikap dan tindakan yang baik. Contohnya orang Samaria yang sakit kusta itu. dialah satu-satunya yang tahu berterimakasih dan kembali untuk memuliakan Tuhan. Marilah kita memperbaiki diri dengan membiasakan berterimakasih dan menghormati orang lain kendati mereka berbeda dengan kita. Ke toko membeli kain, Untuk dirangkai menjadi topi. Hormatilah orang lain, Jika engkau ingin dihormati. Wonogiri, hormatilah sesamamu manusia Rm. A. Joko Purwanto, Pr
0 Comments
Puncta 12 November 2024
PW. St. Yosafat, Uskup dan Martir Lukas 17: 7-10 DENGAN niat murni serta usaha yang keras, Yosafat uskup di Belarusia mencoba untuk memperjuangkan kesatuan antara Gereja Ortodoks dengan Gereja Roma. Dia berkotbah kemana-mana untuk mengajak umat bersatu dengan Gereja Barat. Hidupnya yang saleh membawa banyak pertobatan. Pada tahun 1595 Metropolitan Ortodoks Kiev dan lima Uskup Ortodoks lainnya yang mewakili jutaan umat Ruthenia (Ukraina dan Belarusia) bertemu di kota Brest dan menandatangani deklarasi untuk bersatu kembali dengan Uskup Roma. Namun ada juga kelompok-kelompok yang iri hati atas keberhasilannya mengantar umat ke pangkuan Gereja Roma. Mereka malah membenci Yosafat dan mengarah kematiannya. Pada tanggal 12 November 1623, Yosafat dibunuh oleh lawan-lawannya yang tidak ingin bersatu dengan Gereja Roma. Ia mati memperjuangkan kesatuan gereja Kristus. Baru setelah kematiannya, banyak orang menyadari kebenaran apa yang diajarkan oleh Uskup Yosafat. Ia menunjukkan kesetiaan imannya sebagai hamba Tuhan. Santo Yosafat menghayati sabda Kristus, “Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." Ia melaksanakan tugasnya sebagai hamba dan menyerahkan dirinya kepada Kristus sebagai Tuannya. Seorang hamba tidak menuntut balasan apa pun dari tuannya. Ia hanya menjalankan tugasnya dengan setia. Kita semua adalah hamba di hadapan Tuhan. Kita hanya menjalankan perintah-Nya. Kita menjalani hidup dengan percaya dan setia kepada-Nya. Nonton bioskop di lantai tiga, Liftnya mati jalan pakai tangga. Kita ini hanyalah seorang hamba, Kita tak boleh sombong dan jumawa. Wonogiri, kawula abdining Allah Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 11 November 2024
PW St. Martinus dari Tours Lukas 17: 1-6 BATU KILANGAN (Hibrani: רֵחַיִם - REKHAYIM), adalah sejenis gilingan biji-bijian gandum, jelai, untuk membuat tepung roti di daerah Timur Tengah zaman dahulu. Sejak zaman Abraham, alat ini sudah dipakai oleh Sarah dan kaum perempuan untuk menggiling gandum. Batu itu cukup berat, harus digerakkan oleh dua orang perempuan agar bisa menggisar biji-bijian yang dimasukkan sehingga menjadi tepung. Hampir setiap keluarga memiliki batu kilangan di rumahnya. Yesus menyebut batu kilangan untuk memperingatkan orang agar jangan sampai menyesatkan sesamanya. Menyesatkan adalah perbuatan dosa yang berat. Hukumannya adalah dilemparkan ke dalam laut dengan memakai batu kilangan. Maka disarankan agar tindakan dan perilaku kita jangan sampai menyesatkan orang lain. Yesus mengajak murid-murid-Nya untuk tidak menghukum tetapi rela mengampuni. Bahkan kalau saudara kita berbuat salah sampai tujuh kali, dan dia minta ampun. Kita harus mengampuni tujuh kali pula. Angka tujuh adalah symbol bukan hanya soal jumlah. Tujuh adalah symbol kesempurnaan, tanpa batas. Maka pengampunan juga harus dilakukan tanpa batas. Dasarnya adalah Allah yang selalu mengampuni kita tiada henti. Yesus berpesan, “Jagalah dirimu! Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia. Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia." Mengampuni itu tidak mudah, maka para murid mohon agar diberi karunia iman. Hanya karena kekuatan imanlah kita mampu mengampuni sesama kita. Tanpa iman yang kuat kita tidak mampu memberi pengampunan. Mari kita juga mohon iman yang teguh dan lapang, agar kita mampu mengampuni orang lain. Doa di Taman Pahlawan Wonogiri, Menabur bunga mawar dan melati. Niat hati selalu mau mengampuni, Namun adanya hanyalah sakit hati. Wonogiri, rela mengampuni Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 10 November 2024
Minggu Biasa XXXII Markus 12: 38-44 atau Markus 12: 41-44 DALAM Injil hari ini, Yesus menyampaikan kritikan-Nya atas sikap hidup para ahli kitab yang mempertontonkan kesalehan hidup untuk dilihat orang. Mereka pergi ke mana-mana, bukan ingin mengajarkan keutamaan keagamaan, tetapi lebih memamerkan kesalehan pribadi, agar mendapat pujian dan simpati banyak orang. Mereka mengira, dengan melakukan demikian, mereka sudah melaksanakan perintah Taurat. Yesus jelas tidak suka dengan cara hidup demikian. Yesus menunjukkan contoh hidup yang lain. Di adalah janda miskin yang pergi ke bait suci dan tanpa koar-koar bersedekah. Sebuah tindakan konkret, yang jauh dari sorotan wartawan dan tidak dipamerkan dengan hingar bingar agar dilihat orang. Bahkan orang yang datang memberi sedekah pun tidak tahu kalau janda itu baru saja memberi seluruh harta miliknya kepada Tuhan. Ini adalah sebuah peringatan pada orang banyak untuk hati – hati dengan pola laku para ahli kitab yang suka memamerkan kesalehan pribadi. Mereka menutupi borok mereka dengan tampilan luar yang saleh, anggun, mewah dengan dandanan sok suci dan agamis. Nampak mewah secara lahiriah, tetapi miskin jiwanya, Yesus justru memuji si janda miskin. Ia menjalankan kewajiban agama tanpa pamrih. Bahkan janda itu justru memberi dari kekurangannya. Sebuah tindakan keagamaan tanpa perhitungan tanpa motivasi popularitas dan tanpa mengharapkan imbalan. Inilah sikap iman yang asli alamiah. Kadang kala dalam hidup ini, kita sering terjebak dalam sikap hidup sok pamer agar dilihat dan dianggap suci, saleh. Sikap ini sering kita pertontonkan dalam hidup rohani kita. Kita sering kali menjadi orang munafik, gila pujian, ingin dihormati setinggi langit. Bisa jadi pelayanan di gereja disisipi motivasi tersembunyi, agar dianggap hebat, suci, saleh dan penuh pengorbanan. Pada point ini kita terjebak dalam sikap iman lipstick gincu merah menyala, agar kelihatan hebat, tetapi cepat pudar dan tidak bertahan dalam arus tantangan zaman. Mari kita mencontoh perwujudan iman janda miskin itu. Kita diajak mengasihi tanpa pamrih, tanpa pamer-pamer ingin dipuji-puji orang lain. Kasih yang tulus tidak mengharapkan balasan. Mengirim beberapa tanki air bersih, Agar petani bisa menabur banyak benih. Allah mengasihi kita tanpa pamrih, Kita pun dipanggil wartakan belas kasih. Wonogiri, kasih tanpa pamrih Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 9 November 2024
Pesta Pemberkatan Basilika Lateran Yohanes 2: 13-22 KALAU anda termasuk penyuka karya-karya seni yang eksotik dan megah, silahkan datang ke Basilika Agung St. Yohanes Lateran di Roma. Di sana anda akan dibuat kagum oleh karya seni pahat, ukir dan bangunan indah hasil karya keluarga Cosmati pada abad pertengahan. Basilika ini adalah bangunan gereja tertua di Eropa yang dibangun zaman Kaisar Konstantinus (306-377) bertahta. Dia dibangun lebih awal dari Basilika St. Petrus di Vatikan. Maka disebut Basilika Agung dari empat basilika yang ada yakni; Basilika Agung Santo Yohanes Lateran (Basilica San Giovanni in Laterino), Basilika Santo Petrus (Basilica di San Pietro), Basilika Santo Paulus di luar tembok (Basilica San Paolo Fuori le Mura) dan Basilika Santa Maria Maggiore (Basilica di Santa Maria Maggiore). Yang istimewa lagi adalah kenyataan bahwa kursi Uskup (Chatedra) Roma berada di Basilika ini. Sebagai uskup Roma, Paus bertahta di Basilika St.Yohanes Lateran. Sebagai pemimpin umat katolik sedunia, Paus berkarya di Basilika St. Petrus, Vatikan. Basilika ini didirikan di atas tanah milik Keluarga Lateran, maka disebut Basilika Yohanes Lateran. Karena dibangun paling awal, basilika ini dianggap sebagai “Ibu” bagi basilika lainnya. Iman Katolik sungguh luar biasa karena mewariskan nilai-niai keagungan yang demikian indah dan luhur. Kekaguman tidak boleh hanya berhenti pada hal-hal fisik duniawi. Apalagi kemudian menyimpang dari inti iman yang sesungguhnya. Yesus memperbaharui semangat rohani bangsa dengan mengembalikan fungsi Bait Suci sebagai rumah Tuhan. Ia mengusir pedagang-pedagang yang mencari untung untuk diri sendiri di Bait Suci. Gereja bukan tempat untuk mencari untung dan menindas orang lain. Gereja adalah tempat untuk memuji dan memuliakan Allah. Gereja menjadi oase menimba semangat kasih kepada Allah dan sesama. Kita harus selalu memurnikan motivasi kita dalam berelasi dengan Allah di gereja. Tempat suci harus dijauhkan dari motivasi-motivasi cari keuntungan untuk diri sendiri dan keluarga. Sungguh sedap bunga kamboja, Harumnya menyebar di seluruh dunia. Tuhan harus ada di atas segalanya, Bukan harta benda yang menguasai kita. Wonogiri, Gunakan gereja untuk berdoa Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 8 November 2024
Jum’at Biasa XXXI Lukas 16: 1-8 DALAM pewayangan kita mengenal tokoh Pandita Durna. Dia adalah guru yang disanjung-sanjung dan dipuja-puji oleh Kurawa dan Pandawa. Padahal ajaran, nasehat dan wejangannya tidak lebih bijaksana daripada Resi Bisma. Maka ada yang membuat singkatan nama Durna menjadi “uDUR sing ora aNA.” Membicarakan hal-hal yang tidak ada alias omong kosong atau hoax saja. Sama dengan pepatah yang berbuyi “Tong Kosong Berbunyi Nyaring.” Banyak bicara tetapi tidak bermutu isinya. Salah satu contohnya, ketika dia menyuruh Werkudara mencari “Banyu Suci Perwita Sari di dasar samudera raya. Werkudara tidak menemukan air suci itu. Memang air suci itu tidak ada. Itu hanya “sanepan” atau kiasan. Air kehidupan yang sebenarnya ialah Tuhan sendiri. Niat terselubung dari Durna adalah melenyapkan Werkudara karena dialah kekuatan para Pandawa. Niat itu diwujudkan dalam tindakan mencari air suci di dasar samudera. Mengapa Yesus memuji bendahara yang tidak jujur sama seperti Werkudara menuruti Durna yang licik dan jahat? Jangan menyimpulkan bahwa Tuhan menyetujui ketidakjujuran si bendahara itu. yang dipuji adalah tindakan bendahara yang cekatan dan bervisi ke depan. Bagaimanapun juga bendahara itu tidak bertanggungjawab. Ia akan segera dipecat karena memboroskan harta majikannya. Agar dia punya MADECE (Masa Depan Cerah) maka ia menabur kebaikan dengan memberi piutang kepada bawahannya. Perumpamaan ini mengajarkan kepada kita agar bergerak cepat menghadapi situasi yang berubah. Kita punya visi dan misi yang nyata untuk masa depan kita. Bendahara itu tahu visinya ke depan, yaitu agar selamat. Untuk itu dia harus bertindak cepat, inilah misi. Visi tanpa misi hanyalah sebuah impian belaka. Misi tanpa visi berarti hidup tanpa arah. Apa visi masa depan anda dan apa tindakan anda untuk mencapai visi itu? Jangan sampai hidup berjalan tanpa visi seperti mayat yang berjalan gentayangan tanpa tujuan. Orang bijak belajar dari kegagalan, Orang sombong tak mau mengakuinya. Visi yang baik untuk masa depan, Misi yang jelas membuat hidup bahagia. Wonogiri, mari belajar dari kegagalan Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 7 November 2024
Kamis Biasa XXXI Lukas 15: 1-10 DALAM pewayangan, domba yang hilang itu bisa diibaratkan pada tokoh Adipati Karna. Dia adalah putra Dewi Kunti yang melahirkan para Pandawa. Tetapi Karna menyeberang ke pihak Kurawa yang menjadi musuh Pandawa dalam perang Baratayuda. Kresna, penasehat Pandawa sudah berusaha mencari, membujuk dan mengajak Karna untuk kembali pulang, berkumpul dengan saudara-saudaranya. Tetapi Karna tetap teguh mau membela Kurawa. Bahkan Kunti, ibunya sendiri “ngerih-erih” memohon agar Karna balik ke pangkuannya. Tetapi tidak berhasil. Dalam kisah Injil hari ini Yesus berbicara tentang domba yang hilang. Awalnya kaum Farisi bersungut-sungut karena melihat Yesus bergaul, makan bersama dengan para pemungut cukai dan orang berdosa. Kaum Farisi membuat pemisahan tegas antara orang saleh dengan orang-orang yang dianggap berdosa. Orang berdosa bukan hanya kaum pembunuh, pemberontak, pezinah, tetapi juga penggembala, penarik keledai, atau orang-orang yang bergaul dengan bangsa asing. Pemungut cukai jelas bergaul dengan kaum penjajah dan orang asing. Mereka dianggap pengkhianat bangsa. Yesus sebagai guru, pengajar Alkitab dianggap tidak menghargai martabat-Nya sebagai pengajar karena Dia bergaul dengan kaum najis, marginal, proletar rendahan. Karenanya kaum Farisi yang merasa sebagai kelompok saleh dan suci bersungut-sungut atas tindakan Yesus ini. Mereka tak mau menerima. Yesus dituduh merendahkan martabat mereka. Apakah batu mulia akan turun harganya jika berada di kubangan lumpur? Apakah nilai uang akan luntur jika kotor dan kumal sekalipun? Yesus yang adalah Allah tak bisa luntur sifat keallahan-Nya kendati bergaul dengan orang berdosa. Ia tetap Allah. Ia merendahkan diri sebagai gembala untuk mencari domba yang tersesat sampai Ia menemukannya. Gembala itu mencari terus sampai menemukan dombanya; ia tidak mau menyerah sebelum domba yang tersesat itu diketemukannya. Semangat sebagai gembala itu sejalan dengan tindakan Yesus yang mati di kayu salib. “Yesus telah tahu, bahwa saat-Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya, demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya." Ya sampai titik darah penghabisan. SAMPAI PADA AKHIRNYA!!!. Demikianlah kasih Allah yang sungguh besar bagi kita domba-domba yang hilang. Apakah kita tidak tergerak hati untuk membalas cinta-Nya? Tidak bertobat untuk kembali ke pangkuan-Nya? Menulis puisi cinta di atas kertas, Selalu dikirim walau tak berbalas. Kasih Tuhan Yesus tak ada batas, Ia mengasihi kita semua sampai tuntas. Wonogiri, Gembala yang mencari domba Rm. A. Joko Purwanto, P Puncta 6 November 2024
Rabu Biasa XXXI Lukas 14: 25-33 SEMUT adalah salah satu makhluk tertua yang bisa bertahan hidup dari generasi Dinosaurus. Mereka bisa bertahan hidup karena semangat gotong royong dan berbagi. Mereka hidup dalam koloni besar yang sangat terorganisir. Satu koloni bisa terdiri dari ribuan anggota semut. Masing-masing koloni mempunyai paling sedikit satu semut ratu yang tugasnya hanyalah bertelur. Masing-masing mempunyai tugas dan peran yang terorganisir rapi. Ada yang jadi mandor atau ketua kelompok, ada yang bertugas mencari makanan. Ada yang menjadi prajurit menjaga keamanan. Semut pekerja berjenis betina, tetapi tidak bersayap dan tidak dapat bertelur. Mereka mengumpulkan makanan dan memelihara sarang, telur, dan semut muda. Beberapa semut prajurit mempunyai rahang besar dan bertugas mempertahankan koloni. Pada setiap koloni terdapat semut bersayap jantan dan betina. Pada musim semi atau musim panas, mereka terbang dari koloninya untuk mencari pasangan. Setelah kawin, semut jantan mati. Ia mengorbankan dirinya untuk kelangsungan hidup si betina yang akan menjadi ratu bagi koloni barunya. Yesus juga membangun sebuah komunitas. Maka Ia menuntut para pengikut-Nya untuk berkomitmen sesuai dengan rencana-Nya. Ia mengajak murid-murid-Nya hidup dalam semangat pengorbanan dan mau berbagi dengan yang lainnya. "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku,” Kata-Nya. Untuk menjadi murid-Nya, orang dituntut rela membuat prioritas. Lebih mengutamakan Yesus dan berani meninggalkan segala-galanya. Kemudian mau hidup menurut jalan hidup Yesus sendiri. Seperti semut itu tidak hidup untuk dirinya sendiri, tetapi mau berkorban untuk ratunya yang ada dalam koloni itu, demi kelangsungan hidup bersama. Kita juga diajak berkomitmen dalam mengikuti Yesus Sang Raja Keselamatan. Kita diminta hidup dalam kesatuan dengan Yesus Sang pemimpin dan dalam kebersamaan dengan komunitas kita yakni Gereja. Mari kita wujudkan semangat berkorban dan memanggul salib demi keselamatan kita bersama. Semua semut mengabdi kepada ratu, Hidup gotong royong bersatu padu. Tuhan Yesus Kristus adalah andalanku, Memanggul salib-Nya menjadi semangatku. Wonogiri, siap memanggul salib Rm. A. Joko Purwanto, Pr Puncta 5 November 2024
Selasa Biasa XXXI Lukas 14:15-24 SEBELUM membuka tokonya, Akhong selalu melewati Gereja. Ia menyempatkan mampir di Gereja untuk sekedar “unjuk muka.” Dia masuk di dalam gereja dan berdoa sebentar. Doanya pun sangat singkat. “Tuhan Yesus, ini Akhong datang berkunjung.” Dia membuat tanda salib dan pergi ke tokonya. Suatu kali Akhong jatuh sakit. Dia harus operasi batu empedu. Dia mondok di rumah sakit beberapa hari. Dengan teman-temannya di satu bangsal, Akhong nampak begitu ceria. Dia sering mengajak ngobrol dan menghibur pasien-pasien yang sakit. Ketika dia diperbolehkan pulang oleh doker, Akhong berpamitan pada semua pasien dan perawat. Seorang pasien bertanya. “Koh Akhong kok begitu ceria walau menderita sakit, dan penuh semangat. Kenapa ya?” Akhong berkisah. “Saya sangat gembira karena tadi malam aku didatangi oleh “Orang Bule Gondrong rambutnya.” Dia berkata, “Akhong, ini Aku datang berkunjung.” Karena Dia aku jadi sembuh dan boleh pulang. Dalam Injil ada orang berkata, “Berbahagialah orang yang dijamu dalam Kerajaan Allah.” Namun Yesus memberi perumpamaan undangan sebuah pesta perjamuan. Ada banyak orang yang diundang. Tetapi mereka tidak datang dengan berbagai alasan. Ada yang baru membeli ladang. ada yang baru saja membeli lembu. Ada yang baru saja menikah. Mereka mencari alasan-alasan untuk menolak undangan pesta. Maka Tuan itu mengundang siapavsaja yang ada. “Pergilah dengan segera ke segala jalan dan lorong kota dan bawalah ke mari orang-orang miskin dan orang-orang cacat dan orang-orang buta dan orang-orang lumpuh.” Orang-orang yang mencari alasan itu adalah kita. Kita seringkali mencari kesibukan agar tidak berdoa, datang sembahyang ke lingkungan, tidak ikut perayaan ekaristi. Undangan Tuhan untuk dekat dengan-Nya kita tolak dengan aneka macam kesibukan. Bermain game di Smartphone lebih diutamakan daripada sembahyang. Pergi piknik ke luar kota lebih diprioritaskan daripada ibadat ekaristi Hari Minggu. Acara ziarah pun harus ada hiburannya dengan kuliner atau kunjungi tempat wisata. Kita sering tidak punya waktu dengan Tuhan. Undangan-Nya sering kita abaikan. Maka jangan menuntut Tuhan untuk mendengarkan doa kita atau peduli dengan kita karena kita juga tidak peduli dengan Tuhan. Belajarlah seperti Akhong, walau hanya sebentar dia memprioritaskan untuk datang berdoa kepada Tuhan. Tuhan pun menyempatkan waktu untuk datang kepada kita. Naik andong pergi ke kota, Jalan-jalan sambil bawa panganan. Seperti Akhong selalu berdoa, Kita utamakan waktu untuk Tuhan. Wonogiri, berdoalah senantiasa Rm. A. Joko Purwanto,Pr Puncta 04.11.24
PW. St. Carolus Boromeus Lukas 14: 12-14 SUATU kali seorang ibu minta ide saya untuk mengadakan pesta ultah anaknya yang ke tujuhbelas tahun. Dia ingin membuat pesta besar-besaran. Dia merencanakan mengundang teman anak-anaknya di sebuah mall besar dan menghadirkan artis terkenal sambil membagi-bagikan hadiah. Saya memberi ide yang sangat berbeda. Bagaimana kalau pestanya tidak di mall mewah tetapi di sebuah Panti Asuhan yang sederhana. Saya bilang, “Sensasi emosinya pasti sangat berbeda.” Dengan berdialog dan komunikasi dari hati ke hati, ternyata anaknya setuju. Dia tidak mengundang teman-temannya, tetapi hadir langsung mengajak anak-anak Panti Asuhan. Tidak dengan hingar bingar pesta di mall mewah, tetapi pergi jauh ke Panti Asuhan yang miskin dan sederhana. Setelah perayaan di Panti Asuhan, anaknya menghampiri ibunya, memeluknya dan berkata sambil berlinang air mata, “Mama, terimakasih ya. Mama telah mengajari aku cinta tanpa pamrih, dan bersyukur atas cinta Mama Papa kepadaku. Kebahagiaan hari ini tak bisa dinilai dengan apapun.” Yesus mencoba mengubah kebiasaan orang dalam undang mengundang pesta. Pesta sering menjadi pameran kekayaan. Orang sering harus balas membalas mengundang pesta. Malu kalau tidak bisa membalas dengan sumbangan yang besar. Pesta bukan menjadi hal yang membahagiakan tetapi malah membebani. Yesus mengajarkan nilai baru, “Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar." Berbagi kebahagiaan dengan orang miskin, cacat, menderita diperhitungkan Tuhan di akherat sana. Dengan berbuat demikian, kita menabung kebaikan dan keutamaan. Mari kita berani mengubah kebiasaan yang tidak menguntungkan untuk memperoleh hidup kekal. Membeli tape ketan di kota Muntilan, Untuk oleh-oleh teman yang di Magelang. Berbuat baik tanpa mengharap balasan, Kebahagiaan tak ternilai harta tidak hilang. Wonogiri, cinta tanpa pamrih Rm. A. Joko Purwanto, Pr |
Archives
December 2034
Categories |